Kulirik Agam yang serius menonton tayangan kartunnya. Tita sendiri kembali beranjak karena ada pengunjung toko. Tadinya aku ingin membantu, namun gadis itu menggeleng sembari melirik Agam.Kupahami maksud isyaratnya. Akan tetapi, di sini aku juga mati kutu. Agam diam saja sambil sesekali melirik ponselku. Dia masih menanti.Telpon tidak ya? Kalau aku telpon duluan, nanti pria itu geer. Tidak! Jangan lakukan itu Carisa!Batinku terus berperang, antara ego dan keresahan Agam. Sampai akhirnya tayangan kartun itu berakhir, Agam menoleh menatapku. Oh tidak, kedipan matanya membuatku membatu."Agam! Lanjut dong!" seru Tita yang kembali bergabung bersama kami."Lanjut apa? Agam sudah kenyang."Suara decakan malas disertai bibir manyunnya membuat Agam tertawa. "Tadi Agam cerita waktu Agam sama omnya selesai shalat, Om Riswan bantu pakaikan sepatunya Agam. Terus, setelah itu, omnya bilang apa lagi?""Om Liswan tanya, ayah atau papanya Agam nanti jemput Agam sama ibu? Agam bilang tidak. Agam kas
Baca selengkapnya