Home / Pernikahan / Aibku Ditukar Dengan Madu / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Aibku Ditukar Dengan Madu: Chapter 21 - Chapter 30

62 Chapters

21. MA'AF

"Aku minta ma'af," ucap seseorang di telinga Naina. Wanita yang tengah melakukan perawatan kuku tersebut sejenak menoleh. Tatapannya masih saja ketus melihat siapa yang berucap."Nan, aku minta ma'af," ulang Arfaaz.Naina mendengkus pelan."Iya," jawabnya singkat. "Terimakasih Nan," ucap Arfaaz lalu beranjak pergi meninggalkan Naina.Wanita itu benar-benar meradang dengan sikap dingin sang suami. Ia menatap tajam punggung sang suami yang mulai berjalan menjauh."Hanya seperti itu Mas?" tanya Naina memastikan."Lalu aku harus bagaimana?" tanya Arfaaz masih dengan dingin tanpa berbalik badan menatap sang istri."Apa kamu tak mau juga menuruti saran dari Mama, Mas?"Arfaaz menggeleng pelan."Aku tidak setuju dengan cara itu.""Lalu apa gunanya kamu minta ma'af kalau begitu?" tanya Naina lagi dengan kesal."Aku minta ma'af bukan karena aku lantas menuruti permintaanmu Nan. Aku meminta ma'af atas sikapku. Atas bentakanku," jawab Arfaaz.Naina geram. Namun sebisa mungkin ia berusaha mengon
Read more

22. Dimana Keenandra?

Arindi hanya menghela nafas pelan. Menatap trenyuh ke arah suaminya. "Naina tidak sepenuhnya bersalah Mas."Arfaaz yang tengah gusar, langsung berganti menatap Rindi dengan sorot tajam."Ya semua wanita pasti akan melakukan segala hal, segala cara agar lekas diberi momongan bukan? Apa bedanya Naina dengan aku yang dulu? Sama bukan?"Arfaaz menggeleng dengan cepat."Aku.. Aku tak sanggup. Bahkan mungkin aku tak bisa mengatakan kenyataanya Rind. Terlebih jika Mama yang mengetahui. Aku tak mau merusak kebahagiaan beliau begitu saja. Tidak. Namun di sisi lain, aku pun tidak mampu mengatakan hal sejujurnya kepada Naina, Rind. Kamu tau sendiri bagaimana kedekatannya dengan Mama bukan?" keluh Arfaaz."Ya aku tau itu. Tetapi sampai kapan? Naina dan Mama juga pasti terus berharap bukan?"Arfaaz tertunduk."Entahlah Rind. Akupun belum kuat untuk menyampaikan kebenaran itu."Arindi menghela nafas pelan."Semua keputusan ada di kamu, Mas. Tetapi aku harap apapun tindakan yang akan kamu ambil tida
Read more

23. Berita Mengejutkan

"Kamu tidak bercanda kan Rind?" tanya Arfaaz di tengah paniknya juga.Namun di ujung sana, Arindi justru menangis tersedu."Rind," panggil Arfaaz lagi."Untuk apa aku bercanda Mas? Hal seperti ini tidak pantas untuk menjadi bahan candaan. Tolonglah Mas. Aku serius," rintih Arindi di seberang sana.Nafas Arfaaz naik turun. Jantungnya berdebar kencang jika menyangkut nama Keenandra."Baiklah. Kamu tenang dulu disitu. Aku akan segera kesitu," ucap Arfaaz.Arindi hanya mengangguk walaupun Arfaaz tidak mampu melihatnya saat itu. Tanpa mengulur waktu, Arfaaz segera berganti pakaian. Ia lari menuruni tangga."Selamat pagi Pak Arfaaz. Ini jadwal meeting kita hari ini dengan...""Undur saja waktunya. Kalau tidak bisa batalkan saja Wan," potong Arfaaz dengan cepat saat sang asisten pribadi menyampaikan sejumlah jadwal hari ini.Ia pun turut tercengang. Tak biasanya Arfaaz seperti ini. Arfaaz dikenal sebagai pengusaha yang profesional. Namun mengapa kali ini, ia berbeda?Apa daya Wawan yang hany
Read more

24. Keenandra Pulang

Lutut Arindi lemas kala membaca berita itu. Hampir saja pertahanannya roboh, namun dengan sigap, Arfaaz segera menahan tubuhnya agar tidak jatuh."Rind, kuat Rind. Belum tentu itu Keenan," ujar Arfaaz menenangkan.Tangis Arindi mulai luruh seketika."Bagaimana kalau Keenan, Mas? Dia adalah duniaku. Kalau memang itu Keenan, Duniaku sudah hancur," keluh Arindi.Arfaaz menghela nafas pelan."Sudah. Lebih baik sekarang kita datangi saja lokasi kejadian. Untuk memastikanya. Aku rasa Keenan tidak seceroboh itu untuk main di area seperti itu," ajak Arfaaz.Arindi mengangguk. Namun tubuhnya lemas. Hatinya tak berhenti berdebar lebih kencang."Kenapa? Kamu tidak sanggup nyetir mobil sendiri?" tanya Arfaaz.Arindi mengangguk pelan."Aku hanya takut tidak bisa konsentrasi Mas ""Ya sudah. Biar anak buahku nanti yang membawa mobilmu pulang. Sekarang ikut di mobilku saja. Kita segera kesana."Tak ada kata yang keluar satupun saat perjalanan. Hanya ketakutan yang terus menggelayuti fikiran Arindi s
Read more

25. Om Baik

Arindi semakin penasaran oleh jawaban dari Keenandra."Nanti saja deh Ma ceritanya. Keenan capek, ngantukz" keluhnya sembari berlari masuk ke kamar.Arindi mendengkus kecewa."Sabar Rind. Kamu harus mencari momen dimana Keenan bisa mood. Yang terpenting saat ini Keenan bisa ketemu dulu," ujar Arfaaz.Namun sebagai ibu Arindi merasa tidak puas."Bagaimana aku bisa tenang Mas. Aku takut jika Keenan mengulang hal yang sama," keluh Arindi."Makanya Mbak. Yang becus jaga anak. Baru anak satu loh," kata Naina yang menambahi.Arindi sekilas menatap dengan tatapan yang tidak enak."Tau apa kamu? Memangnya kamu sudah punya anak? Sok menasihati aku segala?""Ya difikir pakai logika saja Mbak. Setiap ibu pasti ingin melindungi anaknya. Tetapi kok Mbak Arindi berbeda ya," Netra Arindi kini menatap tajam ke arah sang madu."Apa maksud kamu?""Duh please deh Mbak. Kalau ada yang tidak beres dengan sang anak. Itu artinya ada yang tidak beres juga dengan pola asuh orang tuanya." kata Naina dengan be
Read more

26. Arindi Murka

Arindi benar-benar terkesiap."Om baik siapa Keen? Mama tidak pernah tau?" tanya Arindi selembut mungkin agar Keenandra mau menjawabnya."Itu Ma yang pakai seragam. Keenandra lupa tadi siapa ya namanya," jawabnya.Arindi sejenak diam. Ia mengingat siapa kerabatnya yang memakai saragam. Ia menggeleng. Ya dia tidak punya kerabat berseragam ataupun yang duduk di bangku sekolah."Tadi juga Keenandra dikawal orang banyak Ma,"Arindi semakin melongo mendengar penuturan sang putra."Dikawal? Siapa?"Keenandra menggeleng."Nggak tau Ma. Ya sama pakai seragam juga."Arindi mengangguk. Berarti memang orang yang memiliki kuasa tinggi. Namun siapa?"Apakah pakaianya seperti ini?" tanya Arindi sembari memperlihatkan gambar yang ada di handphonenya.Keenandra mengangguk.Tebakan Arindi semakin mengarah benar. Ia pun mencari sesuatu lagi dari handphonemya."Apa ini orangnya?"Keeenandra mengangguk cepat. "Iya Ma. Mama kenal?"Bukanya menjawab, justru Arindi mengepalkan tanganya. Untuk sejenak, gigi
Read more

27. Pengakuan

"Apa maksud kamu berbicara seperti itu?" tanya Arindi dengan netra yang mendelik tajam ke arah Herman.Herman mengalihkan pandang, sejenak menatap arah sudut lain. Ia mengambil nafas sejenak. Seperti hendak mengatakan suatu hal yang menurutnya penting."Keenandra adalah anak ku. Anak kandungku," ucap Herman penuh penekanan.Degg...Mereka semua melongo. Arindi menatap tak percaya. Ia memegangi dadanya yang terasa sesak."Maksudmu apa?" bentak Arfaaz yang tidak sabar.Herman kembali mengangguk."Sesayang apapun kamu terhadap Keenandra, dia bukan anak kamu bukan? Tidak usah munafik. Dia anakku. Anak kandungku. Dan aku siap tes DNA denganya," ulang Herman penuh penekanan.Arindi meronta. Tubuhnya terasa lemas. Sementara Arfaaz bergantian menatap Arindi dengan tajam. Penuh tanda tanya. Arindi hanya menggelengkan kepala. Karena ia pun tidak tau arah pembicaraan Herman."Sebenarnya kamu siapa? Kenapa kamu bicara seperti itu?" tanya Arindi."Pria yang merenggut harga dirimu dengan paksa mala
Read more

28. Sopir Pribadi

Arindi terperanjat dengan kalimat Arfaaz. Bahkan dari nada bicaranya terlihat bahwa hati Arfaaz tengah tidak baik baik saja."Mas Arfaaz marah?"Arfaaz menoleh dengan sinis."Marah? Untuk apa? Toh Keenandra sudah lahir bukan? Sudah besar malahan. Sekarang keputusan tinggal ada di kamu," kata Arfaaz dengan nada dingin.Alis Arindi bertaut."Keputusan? Maksud Mas Arfaaz apa? Aku benar-benar tidak mengerti,"Arfaaz mengibaskan tanganya di udara sembari tertawa kecil."Sudahlah. Jangan berlagak bodoh Rind. Sekarang kamu tau bukan siapa ayah biologis dari Keenandra? Bahkan dia bukan orang lain di masa lalu kamu Rind. Bisa saja kamu memilih kembali bukan? Memulai hidup baru dengan ayah dan ibu kandung Keenandra," kata Arfaaz yang justru terdengar seperti sebuah sindiran tersebut.Arindi menggeleng dengan cepat."Ternyata dangkal sekali fikiranmu ya Mas. Aku tak menyangka,"Arfaaz tetap mencoba untuk tenang."Tidak usah berbalik marah Rind. Bukankah apa yang aku ucapkan memang benar?""Lalu
Read more

29. Keinginan Arfaaz

Sebenarnya Bu Tami sedikit terkesiap denhan respon Arindi Namun sebisa mungkin ia menutupi agar gengsi dan wibawanya tidak turun.Sementara Arindi hanya menggerutu dalam hati, bagaimana mungkin ia mengandalkan nafkah dari Arfaaz untuk menggaji sopir, jika untuk makan saja tidak cukup. Ah entahlah serasa tidak ada habisnya jika membahas isi kepala si konglomerat itu.Sementara Arfaaz kini lebih banyak termenung. Ya tentang siapa ayah kandung Keenandra telah berhasil memporak porandakan hati dan fikiranya. Ia yang mencintai anak itu sepenuh jiwa, yang pertama kali mengumandangkan adzan di telinganya saat ia lahir, menyayanginya tanpa jeda seperti darah daging sendiri, kini telah dikoyak oleh hadirnya orang yang mengaku sebagai ayah kandungnya. Apalagi orang itu bukan sembarangan orang di hidup Arindi.Tentang bagaimana kedepanya, bagaimana Herman nanti yang pasti akan terus mencina mendekati Keenandra juga Arindi kembali. Arfaaz berfikir cepat. Ia harus segera mengambil langkah tegas."
Read more

30. Pengakuan Herman

Bukanya menjawab Arfaaz hanya mendelik tajam, lalu bergantian pergi meninggalkan Naina.Naina membungkam mulutnya. 'Apa mungkin memang Mas Arfaaz mandul?' batinya dalam hati.Namun Naina menggeleng dengan cepat."Tidak. Ini tidak mungkin." katanya meyakinkan dirinya sendiri.Langkahnya justru mendekati Tami yang tengah melakukan perawatan kukunya."Ma, apa Mas Tama mandul?" tanya Naina tanpa basa basi.Reflek Tami terkesiap."Heh, ngomong apa kamu? Siapa yang bilang seperti itu Arindi?" jawab Tami dengan kaget."Bukan Ma,"Naina menunduk. Lalu sejenak kemudian ia menghela nafas dengan pelan."Bukan maksut aku menuduh Ma. Hanya saja semenjak Keenandra hilang, fokus Mas Tama seolah semua tertuju kepada anak itu. Apa dia juga tak mau memiliki anak sendiri. Dari aku misalnya. Untuk apa aku dinikahi kalau tidak ingin memiliki keturunan," ujar lirih Naina."Kamu jangan berfikir begitu Nan. Mana mungkin Arfaaz mandul. Dalan sejarah keturunan kami, tidak ada yang mandul. Kalau kamu resah kare
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status