Home / Romansa / Skandal Cinta Si Boss Galak / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Skandal Cinta Si Boss Galak: Chapter 21 - Chapter 30

39 Chapters

Blind Date

Tanpa disadarai Kala lewat. Dia menuju pantry, bermaksud membuat teh hijau. Hari ini mood-nya sedang baik. Sampai langkahnya terasa ringan untuk membuat tehnya sendiri. Atau, karena Kala gak mau teh keasinan versi sekretarisnya.Vanilla menyeritkan mata. Setelah yakin itu sosok bosnya. Segera Vanilla menghampiri Kala di pantry, dan menggebrak pintu pembatas. "Bapak!" Suara lantang Vanilla membuat Kala kaget. Tidak bisakah dia menikmati tehnya dengan tenang. Kala menyilangkan kedua tangan."Ada apa?!" tanyanya ketus. Tanpa diminta Vanilla duduk di sebelahnya. Dia melihat teh hijau yang Kala buat. Huh! Kok mirip sama cewek lagi diet sih minumannya. Agar terlihat pembangkang, Vanilla ikut menyeruput teh Kala."Puufftt!" Sungguh sial ternyata tehnya masih panas. Jadilah Vanilla semakin kesal pada Kala. Matanya melotot refleks."Hei! Itu teh saya. Dan masih panas!" infonya. Karena panas, Kala tidak meminumnya langsung dan berniat meniup sebentar. Lho, ini kok main tenggak saja. Jadi kena
Read more

Kecan Dengan Pak Bos

Kala jadi menyeritkan kening dengan fakta yang dia dengar. Tunggu, apa lagi ini. Kenapa Vanilla gak cek dulu, sih?"Iyah Pak. Saya lihat di media sosial. Tempat itu awalnya jadi pernyataan cinta sepasang kekasih karena atmosfernya yang mendukung. Gak begitu ramai juga ada live pianonya," lanjutnya lagi jadi mengobrol. Kala cuma bisa mengangguk dan tertawa. Tapi bu Anya kembali bertanya pada Kala."Atau.., Bapak sengaja. Karena mau berduaan sama Vanilla?" Dia pernah melihat Kala dan Vanilla. Mereka cukup serasi. Kala makin tertawa saja. Benaknya jadi berfikir hal yang sama. 'Jangan-jangan Vanilla sengaja lagi?!' sembari kakinya berjalan ke restoran. Setelah menyetujui keterlambatan bu Anya. Kala menutup telepon. Dia tercenang saat pertama masuk. Benar yang dikatakan rekannya itu. Tempat ini terlihat romantis. Dengan mengusung tema makan malam berdua sehingga hanya terdapat dua bangku juga meja kecilnya. Segala ornamen yang terpasang pun menambah hasrat mengatakan cinta pada orang ter
Read more

Momen Tak Terlupakan

Dia tertunduk sambil mengigit bibir bawah. tetapi satu hal yang pasti, Vanilla ingin Kala melihatnya sebagai seorang wanita. Wanita yang layak berdampingan dengannya. Bukan sekedar salah satu karyawan pabrik.Dan andai dansa ini bermula bukan karena Kala berusaha menjaga nama baik sekretarisnya. Pasti Vanilla lebih bahagia.Vanilla memejamkan mata, lantas dia meletakkan pelipisnya di bahu Kala. Tangannya tak lagi berlabuh di tengkuk tapi sudah menjalar ke rambut belakang Kala. Sesekali meremas seakan takut kehilangan. Aneh, masa-masa ini belum berlalu. Tapi Vanilla merasa sangat ingin mengulangnya. Mungkin dia berharap waktu bisa terhenti saat ini. Merasa kedamaian berada di pelukkan Kala. Dia menyukai aroma alami tubuh Kala dipadukan harum parfum mahal. Semua itu sudah seperti barang mewah untuknya. Sementara Kala, dia ikut memejamkan mata. Kala terus merinci alasannya berdansa dengan Vanilla. Yup, demi nama baik dia dan Vanilla, tidak lebih!Tapi mengapa dia hanyut disetiap gerak
Read more

Berebut Ponsel

"Hah! Hah! Hah!" Vanilla terjaga. Mimpi apa tadi? Padahal waktu sampai di rumah dia berniat langsung tidur demi memimpikan bosnya. Vanilla masih ingin mengulang kejadian di restoran meski hanya dalam mimpi. Tapi ketika matanya terpejam. Dia malah memimpikan sosok lain. "Dika. Siapa Dika?" Vanilla merasa tidak punya kawan bernama Dika. Dan mengapa pemuda itu mengacaukan ingatan dia. Serta gadis itu..., siapa dia?! Sungguh dua orang dalam mimpinya sama sekali tidak ada hubungan dengan dirinya. Di mimpinya juga gelap. Vanilla hampir tidak bisa mengenali wajah keduanya. "Yyaah, namanya juga mimpi!"Vanilla mendesah kecewa sambil menghapus peluh di dahi. Kini jam sudah menunjukkan pagi hari. Saatnya dia bersiap berangkat ke kantor.Tapi hari ini, dia pergi dengan semangat 45. Karena Vanilla mau bertemu bosnya lagi. Melihat, mengoda. Yah..., sukur-sukur menaklukkan hati Kala.Dia mencoba berdandan secantik mungkin blouse satin tanpa lengan warna tosca jadi pilihan. Rambutnya dia biarkan
Read more

(Bukan) Teristimewa

Kala memutarnya. Vanilla sempat curi pandang lewat ekor matanya."Yah, karena itu pertama kalinya saya dansa, Pak. Boleh dong kalau saya mau simpan," beber Vanilla agar Kala paham. Kala mengulum bibir dan mengangguk maksum. "Kalau saya. Itu yang kedua kalinya... ." Dia memberitahu Vanilla. Vanilla jadi penasaran. Kalau begitu yang pertama dengan siapa dong."Saya fikir Bapak sering dansa. Kan, bapak orang kaya!" Kala tertawa. Kenapa ucapan Vanilla dan Nada sama persis. "Waktu kecil. Saya gak belajar dansa. Tapi saya belajar ilmu bela diri." Kala membeberkan aktivitasnya. Bahkan Alinea saja tidak belajar dansa. Gantian Vanilla mengangguk. "Terus Bapak pernah dansa sama siapa lagi dong selain sama saya?!" Matanya menunjukkan dia mau tahu sekali. Dengan tersenyum tipis Kala mulai cerita sedikit tentang Nada."Waktu itu saya dansa sama teman kecil saya. Dia mengajak saya dansa pas hujan!" Mata Kala menerawang. Dia selalu seperti itu ketika mengingat Nada. Vanilla berusaha terkekeh
Read more

Misi Rahasia

Akhirnya Kala memilih keluar ruangan. Dia melirik meja Vanilla dan gadis itu masih ada di sana."Tunggu, tapi tadi aku belum selesai bicara," ujar Kala. Vanilla melongo. Dia menunduk santun menyadari ketidak sopannya itu."Maaf, Pak!" Vanilla jadi berdiri di depan Kala."Tidak perlu. Jadi nanti malam kamu bisa ikut denganku, kan?" "Apa?!" Tanpa sadar, Vanilla memekik kencang.Kala mendekati Vanilla dia berbisik tepat di telinga. "Kamu tau kan ini misi rahasia. Dan kita membahasnya di kantor." Kala melirik sekitar. Diikuti Vanilla, dia jadi mengangguk maksum. Kali ini Vanilla sangat ingin menyelamatkan Adikara dari ambang kebangkutan.Terlalu banyak orang yang bergantung pada pabrik ini. Dan rasanya tidak elok jika pabrik sebesar ini harus tutup karena tangan-tangan nakal."Kalau gitu, persiapkan diri kamu. Sekalian saja bawa pekerjaanmu!" Kala kembali masuk ke ruangannya, sedang Vanilla mengangga tidak percaya. Itu artinya, dia diminta tetap bekerja, bukan. Meski jam pulang sekalip
Read more

Salah Kaprah

Disaat sang atasan sudah bicara seperti itu, maka tidak Bima ataupun Vanilla bisa membantahnya. Justru mereka kagum dengan aura ketenangan tetapi mematikan yang dipancarkan Kala. Disaat kecurangan dapat membangunkan ledakkan amarah, seperti api yang tertimpa hembusan angin. Dia malah menjelaskannya dengan mimik santai."Lalu Bima, apa kamu berhasil menemukan alasan mengapa Justin masih bertahan disaat pabrik mengalami perombakkan total lima tahun yang lalu?" Dengan menyesal, Bima mengatakan jika Justin dipercaya oleh sebagian pemegang saham. Bahkan tanpa diduga, ayahnya, Kale Mata Tjandra menyukai Justin. Kala berdehem. Dia sangat mengenal ayahnya itu. Beliau bukan orang yang gampang ditaklukkan. Apalagi cuma dengan janji manis. Pastinya, Justin sudah melakukan banyak hal sampai pria itu percaya. "Ya sudah. Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini!" "Baik, Pak. Kalau begitu saya mau ijin pulang." Bima membereskan berkas-berkas miliknya. Melihat itu, Vanilla juga ingin bersiap. Di
Read more

Musibah Bernama Justin

"Ehm!" Kala berdehem sebagai tanda agar Vanilla tidak begitu kepo dengan urusan pribadinya. Kala bukanlah orang yang senang kehidupannya diusik orang lain. Hanya segelintir orang yang bisa masuk ke dunianya. "Makanlah..." Kala menyodorkan piring berisi sphagetti yang sudah dibaluri saus dan keju. Vanilla melonggo."Lho, kok cuma satu, Pak. Buat bapak mana?" Kala duduk di depan Vanilla. "Saya tidak terbiasa makan malam," infonya. Namun, Vanilla menggeleng. Dia justru kebalikan dari Kala. Vanilla tidak terbiasa makan sendiri. Jadi sembari menangkupkan tangannya. Dia memohon agar Kala menemaninya makan. "Hah! Tapi yang di panci sudah habis. Semuanya saya taroh di piring ini." "Ya udah, Bapak makan bareng sama saya aja. Gih, Pak ambil garpunya," ucap Vanilla. Kala mencibik pelan. Kenapa jadi dia yang diatur wanita itu. Tapi dia tidak ingin mengacaukan makan malam Vanilla akhirnya Kala menurut saja."Kamu tau, sphagetti adalah makanan kesukaan mama saya." Bahkan Kala belajar membuat s
Read more

Luapan Emosi

Bima menatap Melinda yang belum bersedia bicara tepatnya dia belum mampu mengontrol dirinya dari rasa takut."Minumlah!" Bima menyerahkan botol minum yang memang disediakan di sana. Melinda langsung meraupnya dan meminum hingga isinya berkurang setengah. "Aku tidak akan memintamu untuk cerita saat ini. Kamu boleh istrira..." "Aku tidak sengaja. Aku tidak sengaja mendorongnya!" Suara Melinda terdengar berat dan tercekat. Tangannya yang memegang botol gemetar. Bima berinisiatif menghubungi Kala karena dia merasa sang direktur utama itu harus tahu.Sementara di ruang rapat."Pak, pak Bima telepon!" bisik Vanilla. Saat rapat, Vanilla lah yang akan memegang gadget milik Kala. Kala mengisyaratkan supaya Vanilla mengangkatnya. Gadis itu segera beringsut dari duduk lalu menuju ke pojokkan demi mengangkat telepon.Kala sendiri tidak ingin beranjak meski dia merasa sangat penasaran. Bima bukan orang yang tidak profesional sampai berani mengganggunya disaat rapat. Namun, orang-orang yang di
Read more

Rencana Licik Justin

"Aku beri waktu tiga hari untuk kamu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!" Kala menekan Justin--sumber masalah, dia bukan orang bodoh yang sampai tidak bisa membedakan mana korban dan mana pelaku. Meski saat ini yang berbaring lemah yaitu Justin. Tapi Kala yakin, semua juga karena ulahnya sendiri."Ayok kita tinggalkan dia!" Kala tidak menunjukkan sikap ingin dijawab Justin. Dia malah menarik lengan Vanilla dan keluar dari sini.Kala sebenarnya tidak suka mengadu ke sang ayah sebagai presiden direktur saat ini. Tapi jika tidak ada juga itikad baik dari Justin. Mau tak mau dia memakai wewenangnya sebagai anak pemilik pabrik.*Sayangnya baru saja Kala merencanakan hal itu. Justin tidak lagi berulah. Bahkan kabarnya dia sudah keluar dari rumah sakit. Justin betul-betul memakai waktu tiga hari yang Kala berikan dengan baik. Dia juga mulai menyelesaikan pekerjaan meski dia masih berjalan dengan bantuan kruk ketiak. "Itu pak Justin!""Astaga, dia ke kantor dengan memakai tongkat," sah
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status