Home / Romansa / Sang Penari Pujaan Hati / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Sang Penari Pujaan Hati: Chapter 31 - Chapter 40

122 Chapters

31. Usaha Kecil-kecilan

Happy Reading*****"Panjang ceritanya kalau harus dijelaskan, Bu. Pokoknya Ibu percaya, Lita nggak pernah mencari uang dengan cara haram. Banyak cara untuk mendapatkan yang halal." Jelita memeluk ibunya yang meneteskan air mata."Terus kita mau usaha apa, Nduk? Pasti modalnya gede, sedangkan uang yang ibu kasih cuma 15 juta. Mana mungkin cukup?" Puspa menyeka air mata. "Selama ini, Ibu sudah terkenal dengan tukang cuci baju-baju tetangga. Kenapa kita nggak buka laundry sekalian. Tinggal beli mesin cuci dua buah, harganya pasti nggak nyampe 10 juta. Halaman depan kita juga masih sangat luas. Bisa dipakai menjemur baju-baju. Sisa uangnya nanti kita gunakan untuk membali kayu atau besi untuk jemuran dan bayar tukang. Untuk tempat usaha, kita ganti jendela kaca itu dengan pintu rolling. Gimana, Bu?""Kira-kira cukup nggak uangnya, Nduk. Ibu sudah nggak punya apa-apa lagi untuk dijual. Buat selamatan kemarim saja, ibu ngambil semua uang tabungan. Belum nanti biaya perawatan pamanmu.""Li
Read more

32. Rencana Mahesa

Happy Reading*****Setiap hari langganan loundry milik Jelita makin banyak. Perlahan dan pasti usaha meraka sudah dikenal oleh masyarakat sekitar bahkan mungkin tetangga desa. Semua tak lepas dari bantuan ibu langganan Puspa yang waktu itu nyinyir. Ternyata setelah melihat hasil kerja Puspa walau menggunakan mesin lebih bersih dan rapi serta wangi. Dia benar-benar mempromosikan usaha tersebut dengan imbalan cash back. Bagi Jelita hal itu tak masalah. Jelita tahu betul bahwa sang langganan salah satu pegawai kantoran yang pasti banyak teman. Bukannkah rata-rata karyawan perempuan tak mau direpotkan dengan urusan cucian dan setrika. Jelita memanfaatkan semua itu dengan sangat baik dan sekarang loundry miliknya sudah cukup dikenal walau baru dibuka. "Nduk kamu anterin ini di rumah Pak Lurah. Mau nggak. Ibu masih harus nyetrika dikit lagi," pinta Puspa ketika putrinya baru saja datang. "Nggak masalah, Bu. Sebentar lagi, Lita antar." Jelita melihat ibunya bersimbah peluh. Tangannya si
Read more

33. Kedatangan Mahesa

Happy Reading*****Setelah kejadian adu mulut di rumah Bu Lurah, Jelita pulang dengan wajah ditekuk-tekuk. Walau sikap Ajenh sudah terbiasa di hina ileh Ajeng, tetapi rasa sakit akibat perkataan perempuan itu sungguh sangat menyakitkan. Sebenarnya dendam apa yang Ajeng miliki padanya. Begitulah pikir Jelita. Jika alasannya adalah hubungan dengan Wandra, bukankah semua sudah berakhir? Saat ini, Jelita bahkan tak tahu menahu di mana keberadaan lelaki yang masih mengisi seluruh ruang hatinya itu. "Datang-datang mukanya kenapa kusut kayak cucian yang belum diseterika, Nduk?" Puspa tersenyum setelah mengejek putrinya. Tanpa dia tahu bahwa hati Jelita tengah sakit. "Lita capek, Bu. Pengen tidur," kata si gadis. Setelah menyerahkan uang pembayaran yang diambil dari Bu Lurah, Jelita masuk begitu saja. 'Dia kenapa? Nggak biasanya murung gitu. Apa ada yang menghinanya lagi?' Puspa bertanya-tanya dalam hati. Namun, perempuan itu terus melanjutkan pekerjaannya. Biarlah nanto sore, dia akan
Read more

34. Berkunjung

Happy Reading*****Pambudi menyodorkan segelas air putih pada istrinya. "Pelan-pelan kalau makan, Ma," katanya. "Iya, Pa." Ajeng kembali melanjutkan makan, tetapi pikirannya entah melayang ke mana. Mengenal watak dan karakter Mahesa sejak kecil membuatnya takut bahwa gadis yang dimaksud adalah Jelita. "Kamu sudah tahu rumahnya, Sa. Langsung kita samperin saja ke sana. Mumpung Om hari ini agak longgar," kata Pambudi."Belum, Om. Mahesa belum tahu rumahnya. Cuma alamat saja yang dikasih, itupun cuma perkiraan karena yang memberikan adalah salah satu sahabatnya. Mungkin, Esa butuh pak sopir sementara waktu sampai hapal daearah sini. Apa Om keberatan meminjamkan salah satu sopirnya?" tanya Mahesa. Matanya mengisyaratkan penuh permohonan. "Tidak masalah, Sa. Kamu bisa minjem sopir. Siapa yang kamu mau.""Terima kasih, Om. Mungkin sopir yang jemput Esa tadi saja.""Kamu beneran nggak mau nginep di rumah kami, Sa?" tanya Ajeng, "nggak kangen sama adik kecilmu?" Sepertinya, Ajeng punya n
Read more

35. Wisuda

Happy Reading*****Hari demi hari telah dijalani Jelita dengan segala kesibukannya untuk menuntaskan revisi skripsi. Tak lagi tinggal di kos karena eyangnya yang meminta, meminimalisir biaya hidupnya selama di kota itu. Pagi ini, diantar Riyan, Jelita menemui dosen pembimbing pengganti untuk menandatangani acc revisi. Setelah itu Jelita akan menjilid dan menyetorkan ke perpustakaan pusat unversitas. Setelahnya, dia bisa mendaftar wisuda."Mas, nggak ngantor hari ini?" tanya Jelita karena sejak pagi Riyan menemaninya wara-wiri mengurus skripsi."Urusan kantor gampang ada asisten yang nangani. Terpenting urusanmu sekarang selesai dan skripsimu beres. Mas tenang, Eyang pun senang.""Iya, mas. Kasihan setiap malam eyang nemenin aku mengerjakan revisi. Kadang sampai tertidur di kamarku.""Itulah Eyang. Saat hatinya sudah terbuka dan sayang pasti rela ngelakuin apa saja. Maafkan Eyang yang dulu. Sudah sangat menyakiti mendiang paman dan ibu.""Iya, mas. Lita juga sudah ngomong sama Ibu ka
Read more

36. Pertemuan Tak Terduga

Happy Reading*****"Terima kasih, Pak," kata Jelita sedikit terkejut melihat lelaki itu datang ke acara wisudanya. "Terima bunganya, Nduk," pinta Laksmi penuh semangat. Entahlah, melihat paras lelaki di depannya, dia merasa tak asing. Terpaksa, Jelita mengambil buket mawar merah yang diberikan si lelaki. "Nggak pengen ngenalin sama Mas, Dik?" tanya Riyan. Tatapannya tajam menguliti lelaki di depannya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Penuh ketelitian serta mengoyak seluruh memori otaknya untuk mengingat siapa lelaki itu. "Siapa namamu, Nak?" tanya Laksmi karena Jelita tak kunjung mengatakan siapa nama lelaki itu. Si lelaki mengulurkan tangan kanan pada Laksmi. "Kenalkan, Nek. Nama saya Mahesa Agni." Dia sengaja tak menyebutkan nama secara lengkap. Entahlah, ada sesuatu yang ingin disembunyikan oleh Mahesa. Lebih tepatnya, dia tak ingin orang menghormati karena nama besar keluarganya. Laksmi menerima uluran tangan lelaki muda yang umurnya diperkirarakan dua atau tiga tahun di
Read more

37. Sosok Laksmi

Happy Reading*****Wandra menghirup udara sebanyak mungkin saat sampai di bandara Blimbingsari. Bandara itu mengingatkannya pada sebuah kenyataan yang mati-matian ingin dihindarinya. Setelah sekian tahun tak menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, Wandra memenuhi keinginan sang sahabat untuk bertemu. Lama melakukan panggilan pada sahabatnya, Wandra mulai resah. Oleh karena Mahesa saja, dia mau pulang kampung. Namun, sekarang ketika dia sudah berada di kampung halamannya, Mahesa malah menghilang. "Dasar, Mahesa. Seneng banget kalau aku kelimpungan kayak gini. Apa. Sebaiknya aku kirim chat saja supaya dia tahu aku sudah datang?" tanya Wandra sendirian. Dia sudah menaiki taksi online yang baru saja datang menjemput. [Sa, aku perjalanan ke rumah. Jangan lupa nanti malam jemput aku. Males kalau sampai nginep di rumah terus diceramahi Papa sama Mama.] tulis Wandra pada sahabatnya. Sementara yang ditunggu-tunggu masih berada di rumah Laksmi. Perempuan sepuh itu dengan ramah menyambut t
Read more

38. Rahasia

Happy Reading*****"Eyang tahu keluarga Sasongko?" tanya Mahesa tak percaya. "Siapa yang tak kenal keluarga kaya raya itu. Kalau kamu direktur di pabrik kosmetik Ratu Ayu nggak mungkin kamu orang luar. Eyang kenal betul siapa Sasongko," kata Laksmi. Dia mempertajam tatapannya pada Mahesa. "Jadi, apa hubunganmu dengan Sasongko?"Mengulang pertanyaan yang sama, Laksmi menunggu kejujuran pemuda itu. Mahesa tak lagi bisa mengelak. Perusaahan itu memang milik keluarganya bahkan jika bukan karena dia adalah putra dari Broto, eyang kakungnya itu tak akan pernah memberikan jabatan direktur. "Apalah saya, Yang. Cuma sebagai pekerja saja di perusahaan tersebut," kata Mahesa merendah. Laksmi tertawa. "Oke, kalau kamu nggak mau jawab, Nak." Kini, perempuan sepuh itu berpindah menatap Riyan. "Mas, tolong ambilkan ponsel Eyang atau pinjem punyamu dulu saja. Kelamaan, eyang makin penasaran."Riyan yang sudah berdiri akan mengambil ponsel, urung. Dia merogoh saku dan memberikan benda pipih milikn
Read more

39. Kau Datang, Aku Pergi

Happy Reading*****"Sialan. Kamu tahu dari siapa kalau aku ditolak gadis itu?" "Kan kamu yang cerita waktu itu. Nggak inget pas kamu mabuk berat gara-gara dia. Dih!" Beruntung Wandra bisa mengalihkan perkataan yang terlanjur diketahui waktu itu. "Bener, juga. Ah, kita ini emang sama, Ndra. Hari itu aku ditolak, kamu malah ketemu sama suami pujaanmu." Mahesa tertawa lebar demikian juga dengan Wandra. "Sama-sama koplak dalam cinta," sahut Wandr, "jadi, kapan mau balik Banyuwangi? Aku nggak bisa lama-lama di sini, Sa. Bikin nyesek aja. Kenangannya terlalu banyak dan aku belum sanggup melupakan semuanya. Besok, kalau kamu nggak balik, aku bakalan balik ke Jakarta. Kasihan Kakek sendirian.""Kasihan Kakek apa kangen Arsyana?" goda Mahesa, tawanya menggelegar saat umpatan keluar dari mulut sahabatnya di seberang sana. "Aku nunggu ayang balik, kayakny, Ndra. Nggak tega juga ngebiarin dia balik kampung sendirian.""Acie... gegayaan mau pulang bareng ayang. Emang sudah diterima cintamu?" H
Read more

40. Curhatan Jelita

Happy Reading*****"Kenapa kamu marah, Lit? Bukan kamu perempuan itu?" Mahesa merasa aneh dengan reaksi berlebihan dari Jelita. Gadis itu bahkan sampai menghentakkan kakinya ketika melontarkan perkataannya tadi. "Karena aku pernah ada diposisi yang Mas katakan tadi. Dituduh berkhianat oleh seseorang padahal lelaki itu sendirilah yang mengkhianati." Jelita merasa tubuhnya lemah saat mengingat kejadian beberapa tahun lalu. "Demi seseorang itu, aku rela memantaskan diri kuliah di Yogyakarta agar keluarganya nggak memandang sebelah mata lagi. Kenyataannya, setelah satu tahun, sebuah surat yang menyatakan bahwa dia telah menikahi orang lain, aku terima." Jelita tak kuasa membendung air mata yang mulai membasahi pipi. Mahesa tersentak melihat kenyataan yang baru saja diceritakan gadisnya. 'Jadi, inilah sebab Jelita membentengi dirinya agar tak jatuh cinta lagi.'"Mas tahu apa yang lelaki itu katakan saat kami punya kesempatan bertatap muka. Dia menuduhku mengkhianatinya. Sungguh, posis
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status