Home / Romansa / Sang Penari Pujaan Hati / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Sang Penari Pujaan Hati: Chapter 41 - Chapter 50

122 Chapters

41. Nyinyir lagi ... Nyinyir lagi

Happy Reading*****Jelita masuk diikuti Puspa. Mereka berdua terkikik melihat tetangga sebelah kanan rumahnya kelabakan karena si suami pulang dibonceng seorang perempuan cantik. "Ibu kok tahu kalau Pak Saman pulang dibonceng orang," tanya Jelita ketika mereka sudah di dalam rumah. "Nggak sengaja tadi lihat. Niat hati mau ngomel juga, kenapa Mbak Romlah mesti ikut campur urusanmu. Pake tanya pelet segala. Apaan coba." Puspa mulai terlihat kesal. Selama ini dia sudah cukup bersabar dengan cemoohan semua tetangga tentang putrinya. "Masuk, yuk, Bu. Lita capek pengen istirahat," kata Jelita, sengaja menguap agar ibunya percaya. Sehari berada di rumah, Jelita sudah dihubungi Sularso untuk ikut menari di sebuah hajatan. Dia pun menyanggupi, tetapi sebelum itu Jelita harus ke kantor Pemda untuk memasukkan lowongan seperti yang diminta oleh lembaga yang memberinya beasiswa. Setelah menyerahkan surat lamaran itu, Jelita berangkat ke alamat hajatan yang sudah diberikan oleh Sularso. "Alh
Read more

42. Mencari Peluang Usaha Baru

Happy Reading*****Kaki Jelita seolah ditempeli lem. Kerongkongannya tercekat. Namun, dia tetap memilih mempercayai isi surat yang ditulis oleh sang kekasih. Tanda tangan yang terdapat di sana adalah asli tulisan tangan Wandra. Mana mungkin orang lain melakukannya. Bisa jadi, pernikahan Wandra memang masih dirahasiakan. Bukankah hal itu wajar sekali. Hati Jelita berperang, antara ingin menyelidiki atau membiarkan begitu saja semua yang telah terjadi. Toh, semesta tak pernah mendukungnya untuk bersatu bersama Wandra. "Lit, kamu nggak papa, Nduk?" Tangan Sularso bergerak-gerak di depan wajah Jelita. Tersadar dari perang batinnya, Jelita tersenyum. "Lita baik-baik saja, Pak.""Syukurlah," jawab Sularso, "sebaiknya kamu cari tahu kebenaran pernikahan Wandra, Lit. Bapak sangat sangsi kalau dia sudah menikah. Jangan sampai kamu salah duga dengannya. Wandra itu lelaki yang baik. Sangat berbeda dengan sifat ibunya dan dia terlihat sangat mencintaimu.""Ah, Bapak. Untuk apa lagi Lita membu
Read more

43. Mengembangkan Usaha

Happy Reading*****Mahesa menatap Jelita lekat. "Wah, kayaknya ada yang lope-lope, nih, bentar lagi. Asyik, bunda bakalan seneng punya mantu," godanya.Jelita melempar tisu ke arah Mahesa dan mengenai dada. "Nggak usah ngarep, Mas. Dari pada sakit hati nantinya.""Sah-sah saja, kan. Siapa tahu Allah mengijabah doaku selama ini dan menjodohkan kita."Deg....Jantung Jelita berpacu dengan cepat. "Mas nggak usah ngomongin itu, ya. Kita bakalan tersakiti satu sama lain. Terima kasih sarannya. Nanti aku obrolin lagi sama Ibu." Mengatasi rasa gugupnya, dia meneruskan suapan ke mulut. "Jangan diambil hati, dong, Lit. Mas cuma guyon." Mahesa pum melakukan hal sama seperti Jelita, melanjutkan makan. Ternyata, hati perempuan itu masih setegar karang, tak tergoyahkan sama sekali walau Mahesa sudah melakukan banyak cata agar hati gadisnya terbuka. "Ini serius, kalau kamu butuh bantuan untuk kostum-kostum seperti itu bisa hubungi Bunda atau Tante Shinta. Beliau berdua punya banyak relasi yang
Read more

44. Kalah Pamor

Happy Reading*****"Bukan seperti itu, Nak," kata Puspa, "Jelita trauma jika harus berhubungan dengan orang kaya seperti Nak Mahesa. Bukan nggak mau buka hati. Benar begitu kan, Nduk?""Ibu salah menafsirkan. Lita memang nggak ingin membuka hati untuk lelaki mana pun selain dia." Mata gadis itu memerah.Mahesa menatap, Jelita geram. "Lelaki yang sudah menghinamu yang akan kamu tunggu seumur hidup? Ayolah, Lit. Berpikir realistis, bukankah dia sudah menikah?" "Mas datang ke sini bukan untuk membicarakan kisahku, kan?" Jelita seolah menutup celah untuk membahas masalah pribadinya."Oke. Mas pulang saja kalau gitu. Besok Mas jemput." Mahesa pamit, tak berjabat tangan pada Puspa atau Jelita. Perasaan cemburu masih membakar jiwanya.Puspa menatap putrinya dengan sedih. "Sudah waktunya kamu membuka hati, Nduk. Jangan biarkan pikiranmu berpusat pada Wandra. Mungkin, dia sudah melupakanmu dan bahagia dengan perempuan lain. Buktinya dia nggak pernah pulang kampung.""Bukan mungkin, Bu. Mas W
Read more

45. Kalah Pamor 2

Happy Reading*****"Maaf, Bu. Bukannya saya berani, tapi ini kantor dan masih pagi untuk bertindak arogan seperti ini. Lagian kenapa mesti marah jika apa yang dituduhkan nggak bener," jawab Jelita masih dengan suara normal dan menghormati Ajeng. "Siapa yang arogan?" Ajeng berlalu meninggalkan semua orang. Keributan pagi hari itu membuat Jelita makin dibenci oleh Ajeng. Dia merasa kalah dengan anak bau kencur macam dirinya. Namun, semua itu tidak diungkapkan, hanya disimpan dan suatu saat kelak, dia akan bertindak memberi sedikit pelajaran pada Jelita. "Jelas-jelas dia itu orang yang sombong, masih aja ngelak. Anggota dewan kok kayak gitu," kata rekan kerja Ajeng lainnya. "Saya, sih, dari dulu emang nggak begitu suka sama Bu Ajeng. Mulutnya itu, lho. Ngenyek aja kerjaannya. Belum pernah ngerasaain susah dalam hidupnya, sih," kata yang lain. Walau tak tahu apa yang membuat kemarahan Ajeng tadi. Namun, perempuan itu yakin pasti karena mulut lemes istri Camat."Sampun, Bu. Nggak perl
Read more

46. Akhir Semua Tanya

Happy Reading*****"Mahesa?" kata Ajeng. Matanya membulat sempurna apalagi ketika sahabat putranya itu meletakkan segelas jus jeruk dan sepiring rainbow cake di hadapan Jelita. "Tante ada di acara ini juga?" Mahesa duduk di sebelah Jelita, sedangkan Ajeng masih berdiri. Rekan-rekan kerjanya tadi sudah membubarkan diri dan kembali ke meja masing-masing. "Iya, kebetulan ini acara ultah pernikahan seorang rekan. Kamu sendiri, kenapa di sini?"Mahesa melirik Jelita. Entah mengapa gadis yang dilirik malah memalingkan muka. "Lagi nemenin dia, Tan."Deg, jantung Ajeng rasanya berhenti berdetak saat itu juga. Mengapa harus Jelita? Mengapa bukan orang lain, Rista mungkin, atau gadis lain yang sepadan dengan keluarga Mahesa. "Oh," jawab Ajeng cuek, "Tante mau nemui ommu dulu, ya." Baru berbalik, suaminya itu sudah tersenyum di sampingnya."Aku sudah di sini, Ma," kata Pambudi, "lho, Sa. Kamu kenal sama Pak Kabag juga?"Mahesa menggelengkan kepala. "Esa cuma nganterin gadis cantik di sebelah
Read more

47. Berdikari

Happy Reading*****Ajeng menutup sambungan teleponnya secara sepihak. Raut wajahnya seketika berubah menakutkan, dia menatap suaminya galak. "Ayo pulang, Pa. Nyesel aku telpon Candini. Status sosial seseorang emang nggak pernah bisa berubah. Sekaya apa pun Candini sekarang, nggak merubah masa lalunya. Tetap rendahan bahkan selera calon menantu saja nyaris sama seperti dirinya."Pambudi melihat sang istri yang mengomel, penuh pertanyaan. "Acara belum selesai, Ma. Tidak enak kalau ditinggal pulang.""Sudah biarin saja, Pa. Mama yang akan pamit. Kali ini, Mama akan tegas sama Rista, masak dia kalah sama Jelita yang anak orang miskin. Rista kudu lebih agresif sama Mahesa. Mama nggak mau dia kalah dengan gadis kampungan itu."Terpaksa menuruti ajakan sang istri, Pambudi mengikuti langkah perempuan itu meninggalkan acara ulang tahun pernikahan rekan kerjanya. *****Candini diam mematung saat Ajeng memutuskan panggilan sepihaknya. Namun, dia tak mau tinggal diam. Dihubunginya si sulung."M
Read more

48. Bujukan Wandra

Happy Reading*****"Sa, lagi sibuk, nggak?" tanya Wandra melalui chat sekitar pukul sebelas. Dia yakin sahabatnya itu tengah santai di jam-jam mendekati istirahat makan siang. Benar saja, detik berikutnya, Mahesa sudah membalas chat-nya. "Agak senggang, Ndra. Kenapa, sih? Tumben banget pakek tanya-tanya gitu." "Aku telpon, ya. Ada yang mau aku omongin.""Oke." Setelah membaca balasan sahabatnya, Wandra segera melakukan panggilan. Begitu terangkat, suara Mahesa terdengar ceria. "Penting beneran kayaknya. Ono opo?" tanya Mahesa dengan logat jawanya. "Sa, cewek yang kamu taksir belum ngasih kepastian sampai saat ini? Boleh kalau aku ngasih saran?" Walau di depan Pambudi dan Ajeng, Wandra mengatakan tak ingin membujuk sahabatnya untuk membuka hati pada Rista. Nyatanya, Wandra cemas juga tentang masa depan saudara satu-satunya yang dia punya."Tumben bahas masalah pribadi. Kena angin apa, nih?""Sa, serius, nih. Aku cuma nyaranin agar kamu bisa buka hati buat perempuan lain. Misal a
Read more

49. Lebih Unggul

Happy Reading*****Jelita menaikkan garis bibirnya. Walau perempuan paruh baya itu tak membalas bahkan dia melengos pergi saat tahu MUA acara itu adalah dirinya. Si gadis juga terpaksa taj melanjutkan untuk menyapa karena takut akan memperburuk keadaan. "Mbak, bisa kita mulai, ya," ucap Jelita pada gadis yang sebentar lagi akan dilamar oleh kekasihnya.Tangan terampil Jelita mulai membubuhkan tahap demi tahap urutan make up sebelum membubuhkan bedak dan menghiasi wajah cantik si putri kepala desa. Kulit yang memang bersih dan terawat memudahkan Jelita merias.Sapuan lipstik warna nude pada bibir si gadis menjadi penanda bahwa riasannya sudah sempurna. Jelita meminta sang pemilik hajat untuk mengoreksi riasannya jika ada yang tidak sesuai keinginan. "Masya Allah. Ini beneran aku, Mbak?" tanyanya pada pantulan cermin di depan. "Iya, dong. Masak orang lain, sih," goda Jelita."Kok, aku bisa secantik ini, Mbak? Bener-bener jemari Mbak Lita memiliki keajaiban. Aku bisa secantik ini, lh
Read more

50. Pertemuan Jelita dengan Rista

Happy Reading*****"Tumben, Mbak. Ada masalah penting apa sampai nyariin saya ke sini?" kata Jelita, ramah pada gadis di depannya. Dia mulai menggeser dongkrak motor untuk melajukan kendaraan itu. "Aku jelaskan di tempat yang nyaman. Ikuti mobilku!" perintah Rista tanpa mau dibantah lagi. Jelita mengangguk, walau bagaimanapun gadis itu adalah kakak kelasnya. Artinya, Jelita harus tetap menghormati, meskipun tahu watak serta perangainya tak jauh berbeda dengan Ajeng. Suka menghina orang lain yang tak sederajat dengan keluarga mereka. Di sebuah restoran yang terbilang cukup mewah di kota itu, keduanya berhenti. Rista meminta pelayan untuk menunjukkan meja yang sedikit tertutup bagi mereka. Setelah itu, Rista memesan menu tanpa bertanya pada perempuan di depannya. Setelah selesai, dia menyuruh pelayan restoran untuk segera mengantar pesanannya. "Aku malas sebenarnya ngobrolin ini, nggak level banget bersaing sama gadis macam dirimu." Rista memulai perkataannya dengan sinis setelah t
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status