Home / Romansa / MENIKAHI MANTAN SUAMI / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of MENIKAHI MANTAN SUAMI: Chapter 71 - Chapter 80

105 Chapters

BAB 71. Jadi, Aku yang Salah karena Cemburu?

Sakha tiba di rumah saat sudah hampir tengah malam membawa mobilnya. Sendirian. Tidak dengan Ranis atau dengan siapa pun. Tabitha menolak dipeluk saat laki-laki itu masuk ke dalam rumah dan mengucap rindu kepada sang istri. "Aku bau, ya? Kenapa nggak mau dipeluk?" "Langsung mandi aja, Kha." Tabitha bergeser dari hadapan sang suami untuk menutup dan mengunci pintu. "Kamu udah makan?" tanyanya kemudian saat Sakha menatapnya dengan intens. "Belum. Tadi cuma nyemil aja di jalan. Kamu masak apa?" Tabitha menjauh dari pintu ruang tamu dan masuk lebih dalam ke rumah. "Aku beli sop buntut tadi." "Wah, enak. Kamu tahu aja aku lagi pengen makan sop buntut." Sakha langsung semangat. Tanpa melihat langsung pun Tabitha bisa membayangkan ekspresi laki-laki itu. "Tapi udah dingin sekarang. Kamu sih, katanya pulang sore, tapi jam sebelas baru nyampe rumah," balas Tabitha tak bisa menahan kesal. "Maaf, Sayang." Sakha melepas jaket dan mengikuti langkah Tabitha masuk ke kamar. Laki-laki itu menya
Read more

BAB 72. Tingkah Mencurigakan Sakha

Malam yang penuh drama itu berakhir dengan kepergian Sakha dari kamar utama karena terlalu marah dan sakit hati atas keputusan sang istri di masa lalu. Ia sama sekali tidak pernah menyangka jika ia diceraikan dengan begitu kejam hanya karena Tabitha salah paham akan satu hal yang sesungguhnya bisa diselesaikan dengan baik-baik, tak perlu sampai bercerai dan saling menanggung rasa sakit dalam kesendirian. Sakha berusaha keras untuk mengerti bahwa saat itu Tabitha terluka dan yang diinginkannya adalah bebas dari rasa sakit. Namun, hingga menjelang pagi, Sakha masih tidak bisa paham apa yang mendasari Tabitha memendam masalah itu sendirian. Bagaimana bisa tabitha tidak membagi gelisahnya pada suaminya hingga memilih jalan ekstrem dengan melayangkan gugatan cerai? "Kamu mau ke mana?" "Bukan urusan kamu," sahut Tabitha dingin seraya menyeret koper. Sakha menahan koper Tabitha. Menghentikan langkah wanita itu. "Jangan kekanakan, Tabitha. Kamu ini sudah dewasa. Kalau ada masalah ya disele
Read more

BAB 73. Pelarian

Rencana yang sudah Tabitha susun sejak minggu lalu hancur berantakan. Ia sudah membayangkan akan melakukan banyak hal di Bali bersama sang suami tercinta dan membayar lunas utang honeymoon yang tertunda karena Tabitha tak dapat jatah cuti yang cukup panjang saat menikah bulan lalu. Jatah cutinya sudah habis saat ia absen karena kecelakaan beberapa bulan lalu. Tabitha menghapus itenerary liburan selama beberapa hari yang sudah ia buat di ponsel begitu kakinya menginjak tanah pasir di Pantai Sanur yang sangat ramai sore menjelang malam itu. Di antara riuhnya orang-orang yang datang ke sana bersama keluarga, pasangan, dan juga teman, Tabitha di sana sendirian. Matahari berwarna oranye yang sebentar lagi kembali ke peraduan itu tampak sangat indah, membuat Tabitha ingin menggapainya dan ikut menghilang bersama cahaya itu. 'Aku harus bagaimana, Sakha? Aku ternyata nggak sepercaya diri itu untuk tetap bersanding bersamamu di saat ada Ranis di antara kita,' adu Tabitha dalam hati. Keindah
Read more

BAB 74. Rindu

"Tabitha nggak nanya apa-apa waktu lo berangkat ke sini? Atau lo bohong sama dia dan ngarang alasan entah apa itu?" Sakha menghindari tatapan tajam yang Alex tujukan padanya sejak tadi. Laki-laki itu menatap lorong masuk menuju kamar inap yang ditempati Ranis dengan kekhawatiran yang masih tersisa. Saat mendapat telepon dari Ranis satu jam yang lalu, Sakha sudah berniat mengabaikannya karena memikirkan masalah rumah tangganya dengan Tabitha yang masih menggantung. Ia sudah menghindari Ranis sejak keberangkatan Tabitha ke Bali dua hari lalu, tetapi telepon berulang dari wanita itu membuat Sakha tak punya pilihan selain menjawabnya. Betapa kagetnya saat ia mendengar suara tangis pilu dari Ranis. Tidak perlu diminta dua kali, Sakha langsung mendatangi apartemen wanita itu karena nada putus asa Ranis yang memintanya untuk datang. Tiba di sana dua puluh menit kemudian, Sakha menemukan Ranis terbaring di atas lantai dengan darah yang menggenang di bagian bawah tubuh wanita itu. Dengan geme
Read more

BAB 75. Kita Ini... Sebenarnya Kenapa, Bee?

Sakha hanya mengepak dua pasang baju--tiga jika baju yang ia kenakan juga dihitung--untuk dibawa ke Bali menyusul sang istri. Keberangkatannya ke Pulau Dewata itu tidak diketahui oleh Tabitha. Sakha hanya berbekal informasi tentang nama hotel tempat Tabitha menginap dan tempat diadakannya seminar yang diberitahu oleh Jona. Rekan kerja Tabitha itu yang paling semangat saat Sakha memberitahukan niatnya untuk memberikan kejutan kepada sang istri dengan datang ke Bali. Pesawat Sakha tiba pukul setengah tiga sore. Laki-laki itu langsung menyambangi hotel tempat Tabitha seminar hari ini. Sakha melihat standee banner di luar aula hotel dan begitu yakin bahwa ia datang ke tempat yang benar, langkahnya ia belokkan ke resto hotel yang dibuka untuk umum. Sakha menyantap makan siang yang sudah telat di resto itu dengan lahap. Ia tadi melewatkan makan siangnya di pesawat karena tidur lelap setelah meminum antimo. Turun dari pesawat, badannya sudah lebih segar dibanding sebelumnya. Energinya yang
Read more

BAB 76. Harga Sebuah Kepercayaan

"Nggak ada yang perlu kamu cemburuin dari Haga," ucap Tabitha setelah menyusul Sakha yang langsung masuk kamar tanpa mau repot berbasa-basi. "Oke," gumam Sakha seraya memasukkan pakaian kotornya ke dalam tas dengan asal. "Kamu mau ke mana—" "Pulang," tukas Sakha. "Aku nggak seharusnya mengganggu kamu di sini." Tabitha menahan Sakha. Menghentikan gerakan tangan suaminya yang sudah akan mencangklong tas ranselnya. "Sekarang gantian kamu yang mau kabur gitu aja?" Sakha menoleh dan hanya memberikan tatapan datar. Kecemburuan yang tadi tersorot jelas dari matanya sudah hilang. "Seharusnya kamu berterima kasih karena aku berbaik hati kasih kamu waktu untuk bersenang-senang dengan laki-laki itu." Mulut Tabitha ternganga. Apakah Sakha baru saja menuduhnya selingkuh dengan Haga? Benar-benar tak bisa dipercaya. Jika ia memang tertarik dengan Haga, sejak awal ia tidak akan menerima ajakan Sakha untuk menikah lagi. Baginya, Haga itu seperti Albert. Selain berbeda keyakinan, Haga hanya cocok
Read more

BAB 77. Kabar dari Jakarta

"Kenapa Ranis nggak pernah cerita sama aku?" Pertanyaan itu terucap begitu saja oleh Tabitha ketika mengingat pertemanannya dulu dengan Ranis. Wanita itu tidak pernah menyebut-nyebut tentang kedekatannya dengan seorang laki-laki mana pun. "Aku baru sadar sekarang," gumam Sakha disertai helaan napas. "Saat itu kamu tiba-tiba sibuk menghindari kami semua, Bee. Kamu menjaga jarak. Ranis berkali-kali mengajak kamu bertemu saat itu, tapi kamu selalu saja punya alasan untuk menolak. Dan sebagian itu salahku, kan? Karena aku sama sekali nggak menyadari perubahan sikap kamu itu. Aku bodoh sekali karena menganggap semuanya baik-baik saja." Sakha tidak mampu menatap Tabitha ketika menambahkan, "Sampai kamu tiba-tiba memberikan surat gugatan cerai... yang nggak bisa aku tolak karena kamu menginginkan kebahagiaan yang bukan sama aku lagi." Tabitha menunduk. Ia menginginkan kejujuran Sakha agar beban pikirannya selama beberapa hari ini bisa terangkat. Namun, nyatanya fakta demi fakta yang baru
Read more

BAB 78. Meet The Devil

Tabitha masih belum pulih dari keterkejutannya setelah Albert menyudahi sambungan telepon mereka beberapa menit yang lalu. Kabar yang ia dengar terlalu sulit dicerna sehingga ia sejak tadi hanya menatap kosong dan bingung pada layar ponselnya yang sudah tak menyala. Tabitha merasa bodoh karena tidak mengetahui bahwa Ranis sedang mengalami masa-masa sulit. Sebab, belakangan ini sosok itu hanya menjadi topik pembahasan panas antara Tabitha dan Sakha sejak wanita itu pulang dari Jerman. Istri Sakha itu terlalu sibuk memupuk benci karena dendam di masa lalu hingga tidak mau repot-repot peduli pada Ranis. Tabitha bahkan tidak pernah mau sekadar basa-basi menanyakan kabar Ranis setelah lama tak bertemu. "Bee, kita kembali ke Jakarta besok pagi, nggak papa kan?" Sakha memecah keheningan. "Aku benar-benar nggak mengerti," gumam Tabitha. Tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang suami. Dalam diamnya, Tabitha bertanya-tanya sejak tadi. Apa yang sesungguhnya telah dialami Ranis hingga w
Read more

BAB 79. Mengurai Benang Kusut

"Kamu... benar-benar selingkuh dengan Ranis?" tanya Tabitha saat mereka meninggalkan rumah sakit satu jam kemudian. Sakha melirik sang istri yang duduk di kursi penumpang. "Maksud kamu?" "Jauh sebelum kita ketemu lagi, kamu pernah main-main dengan istri orang?" Lagi-lagi, Sakha harus mendengar nada sarat tuduhan dari Tabitha. Istri Sakha itu bahkan tidak mau repot-repot melihat sang suami saat bertanya demikian. "Ya Tuhan," Sakha tersenyum kecut. Sisi wajahnya yang bagian kiri, terutama dari ujung bibir hingga ke pipi masih terasa nyeri karena bogem mentah Riley tadi, laki-laki yang merupakan suami Ranis. "Bagaimana bisa kamu dengan mudahnya terpengaruh omongan orang gila itu, Bee?" "Aku tanya, Sakha. Kamu tinggal jawab 'iya' atau 'enggak'." Sakha hanya perlu menjawab 'tidak' dan Tabitha bisa lega. Namun, Sakha diam saja karena kesal dicurigai terus-menerus. Ia mungkin akan lebih bisa diajak kompromi jika Tabitha menanyakannya dengan cara yang lebih baik dan tidak melukai egonya
Read more

BAB 80. Pelik

Sakha baru keluar dari mobil setelah selesai berteleponan dengan Alex saat terlihat Tabitha sudah mau pergi lagi. Wanita itu tampak serius mengetikkan sesuatu di ponselnya sambil berjalan menuju rak sepatu dan sandal yang berada di dekat pintu yang mengarah ke garasi. "Kamu mau ke mana, Bee?" Tabitha mendongak sekilas, bertatapan dengan Sakha yang tampak bingung. "Aku ada urusan sebentar di luar," jawabnya, lalu kembali berkutat dengan ponselnya. "Urusan apa? Sama siapa?" desak Sakha. Seraya memasukkan ponsel ke dalam tas dan mengenakan alas kaki, Tabitha menjawab, "Kamu di rumah aja, kita bicara nanti." "Tabitha," geram Sakha. Ia kesal karena pertanyaannya tak diindahkan. "Aku mau menjernihkan pikiran sebelum ngobrol sama kamu," jelas Tabitha. Sakha tidak percaya. Istrinya telah mengganti pakaian yang tadinya kasual dengan celana jeans dan kaus menjadi sama sekali berbeda. Ia mengenakan dress berwarna merah maroon dan menggerai rambut panjangnya. Ada polesan make up tipis di w
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status