Semua Bab MENIKAHI MANTAN SUAMI: Bab 81 - Bab 90

105 Bab

BAB 81. Rasa Curiga yang Merusak

Saat kesetiaan dan rasa percaya dibalas pengkhianatan, tidak ada pilihan yang lebih baik selain memutus ikatan sebelum segalanya menjadi semakin pelik. Tabitha tahu bahwa ia tidak boleh langsung percaya atas setiap ucapan Riley. Ia perlu mengonfirmasi secara langsung kepada Sakha atas apa yang sesungguhnya terjadi. Namun, foto-foto kebersamaan Sakha dan Ranis yang ditunjukkan Riley membuat Tabitha makan hati. Terutama karena foto-foto itu sangat kecil kemungkinannya untuk dipalsukan. Tabitha mengenal baju-baju yang dikenakan Sakha di foto-foto itu. Tabitha kembali ke rumah dalam keadaan kacau. Keadaannya saat ini rasanya jauh lebih buruk ketimbang saat ia melihatSakha berpelukan mesra dengan Ranis secara langsung beberapa tahun lalu. Sebab, saat itu, Tabitha langsung membuat pertahanan diri dengan melepaskan sumber rasa sakitnya. Sekarang, Tabitha menyesal karena dulu pergi tanpa menyelesaikan masalah. Jika saja dulu ia menuntaskannya, apakah sekarang akan jadi begini? "Kamu ngapa
Baca selengkapnya

BAB 82. Yang Kedua Kalinya

Sakha meremas foto-foto dalam genggamannya, melemparkannya ke dalam tempat sampah yang sudah setengah penuh, lalu meninggalkan dapur tanpa berkata apa-apa. Laki-laki itu masuk ke kamar untuk mengambil ponsel yang sedang ia isi dayanya. Sakha terlalu emosi hingga tak peduli saat kabel pengisi daya ikut tertarik hingga terjatuh di lantai. Ia kembali ke dapur tak lama kemudian dan mendapati Tabitha masih berada di posisi yang sama. "Kamu bisa baca chat dari Alex," tukas Sakha seraya menyodorkan ponselnya ke hadapan Tabitha. "Di situ kamu bisa tahu semua kegiatanku selama beberapa minggu terakhir. Aku ke toko perhiasan itu nggak hanya dengan Ranis, tapi dengan Alex juga," terangnya dengan nada ketus. Tabitha menerima sodoran ponsel itu dan menatap layar ponsel Sakha yang menampilkan halaman chat antara laki-laki itu dan Alex. "Siang itu, aku chat kamu kalau Alex ada rencana mau ngelamar pacarnya dalam waktu dekat, kan?" Sakha mengingatkan Tabitha pada obrolan mereka saat makan siang ber
Baca selengkapnya

Pengumuman dan Info Cerita Baru!!!

(Bab ini gratis karena isinya hanya pengumuman) Halo, teman-teman pembaca yang masih setia mengikuti kisah Sakha dan Tabitha yang isinya cuma drama tak berkesudahan :D Di kesempatan ini aku mau mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada kalian yang mendukungku sampai di titik ini. Aku juga mau minta maaf karena sering malas update, sampai bikin kalian lupa jalan cerita ini >,
Baca selengkapnya

BAB 83. Mengusut Masalah Satu per Satu

"Lo gila, ya?!" bentak Alex setelah mendengar keseluruhan cerita Sakha. Satu jam yang lalu, Sakha muncul di depan pintu apartemen Alex dengan wajah kusut. Si tuan rumah semakin kebingungan saat Sakha berkata akan menginap selama beberapa malam. Sakha tak punya pilihan selain menceritakan pertengkarannya dengan Tabitha. "Untuk sementara, ini yang terbaik buat kami," balas Sakha datar meski hatinya mengatakan hal lain. "Yang terbaik my ass!" umpat Alex kesal. "Gue udah peringatin lo soal ini kan? Tabitha pasti mikir yang enggak-enggak begitu tahu lo sibuk ke sana kemari bantuin Ranis kabur dari Riley." Sakha mengembuskan napas kencang. "Tabitha nggak tahu kalau kita berdua juga baru tahu soal Riley KDRT kalau bukan gara-gara kita nggak sengaja lihat Ranis dipukulin si berengsek itu di jalan. Dia sama sekali nggak mau dengar penjelasan gue." "Kalau lo bisa lebih sabar ngadepin Tabitha yang lagi emosi, gue yakin Tabitha bisa mengerti. Dan lo nggak harus sampai kabur ke tempat gue," c
Baca selengkapnya

BAB 84. Waktu yang Salah?

"Sialan!" umpat Tabitha marah. Tabitha baru saja membuka bungkus pembalut dengan setengah emosi hingga isinya berceceran di lantai kamar mandi yang kering. Tanpa membereskan kekacauan yang dibuatnya, Tabitha hanya mengambil satu di antara bungkus-bungkus pembalut yang tercecer di lantai itu dan memasangnya di celana dalam. Emosinya kacau sejak semalam. Kepalanya berdenyut pusing karena terlalu banyak menangis. Diperparah dengan rasa sakit yang melilit perut tengah malam tadi. Tabitha sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Menghela napas panjang, Tabitha melepas handuk yang melilit tubuhnya lalu mengenakan bra dan celana dalamnya dengan malas-malasan. Ia sudah mandi dengan air dingin, tetapi badannya tetap lemas. Beban pikirannya-lah yang memengaruhi. Tabitha tidak berharap langsung hamil, tetapi melihat bercak merah mengotori celana dalamnya saat ia buang air kecil begitu bangun tidur subuh tadi, rasanya menyakitkan. Ia seolah kembali diingatkan pada usahanya selama bertahun-tahun un
Baca selengkapnya

BAB 85. Belum Selesai

Tabitha lupa kapan terakhir kali ia merasa canggung hanya untuk bertatapan dengan Sakha yang muncul di kamar inapnya satu jam kemudian. Pertengkaran semalam-lah yang menjadi penyebabnya. Tabitha merasa bodoh ketika mengingat aroma kebenciannya kepada Sakha semalam dan hari ini, mendadak benci itu lenyap tergantikan dengan perasaan rindu ingin direngkuh. "Kenapa, Bee?" Teguran itu membuat Tabitha berdeham gugup. "Kita... harus gimana sekarang?" Sakha mengernyit. Merasa aneh mendengar pertanyaan itu. Namun, ia tetap menanggapi dengan serius. "Mempersiapkan diri menjadi orang tua yang baik, itu yang paling penting." Sakha mendekat untuk merapikan selimut yang menutupi tubuh bagian bawah Tabitha. "Aku udah kabarin Mama sama Ibu juga soal keadaan kamu. Mereka akan datang besok." "Makasih. Maaf jadi ngerepotin kamu," balas Tabitha kaku. Kekehan meluncur dari bibir Sakha. "Kamu kenapa canggung gitu sih, Bee?" Pertanyaan yang terdengar mengejek itu membuat Tabitha melengos. "We had a big
Baca selengkapnya

BAB 86. I Wanna Eat You

"Kalian bicara apa aja tadi?" Tabitha tak bisa menahan diri untuk bertanya saat Sakha masuk ke rumah setengah jam kemudian. Wanita itu menghadang langkah sang suami yang menggumam mau ke kamar mandi untuk buang air kecil. Sakha tidak langsung menjawab. Laki-laki itu malah memandangi sang istri dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat wanita itu menggerutu kesal. "Jangan kabur, ya!" ancam Tabitha memelototi sang suami. "Aku jarang lihat kamu pakai daster. You look so sexy and pretty, I love it!" puji Sakha dengan sepenuh hati. Itu bukan jenis gombalan baru untuk mengalihkan perhatian Tabitha yang langsung mengulik soal pembicaraannya dengan Riley tadi. Sakha sungguh-sungguh dengan ucapannya itu. "Orang cantik mau dandan pakai baju apa aja juga pasti tetap cantik, Kha," celetuk Tabitha disertai tawa. Di rumah, Tabitha memang terbiasa mengenakan celana pendek dan kaus oblong tipis untuk tidur. Wanita itu punya beberapa lembar daster yang tersimpan rapi di lemari dan nyaris tidak
Baca selengkapnya

BAB 87. Ayah

"Seriously ini kita nggak jadi kangen-kangenan?!" Sakha mengerang frustrasi. Laki-laki itu sudah melepas seluruh pakaiannya dan hanya menyisakan boxer yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Namun, kegiatan menyenangkannya bersama Tabitha harus terhenti karena sang istri mendadak mual-mual ketika mereka berdua sudah siap ke menu utama. Tabitha yang hanya tinggal mengenakan celana dalam dan bra pun cepat-cepat ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perut. Meninggalkan Sakha merana di atas tempat tidur. Saat keluar dari kamar mandi, Tabitha menutupi tubuhnya dengan jubah mandi. Wanita itu sudah tidak tampak ingin melanjutkan apa yang tertunda karena janin di perutnya protes. "Aneh, tadi aku biasa aja kamu peluk-peluk," ucap Tabitha yang merasa bersalah karena gagal menyenangkan sang suami. Wanita itu berdiri menyandar di smaping pintu kamar mandi, enggan mendekat ke tempat tidur di mana sang suami duduk lesu. "Kayaknya untuk sementara kita nggak bisa tidur di ranjang yang sama, deh," cetu
Baca selengkapnya

BAB 88. Tekad

Meski sudah dipulangkan dari rumah sakit, Tabitha masih harus bed rest selama beberapa hari sehingga ia terpaksa membulatkan cutinya sampai lima hari karena Sakha rewel sekali. Tabitha sebenarnya sudah merasa sangat sehat. Entah karena istirahat total dan multivitamin yang diresepkan dokter kandungannya atau karena hubungannya dengan Sakha berangsur-angsur membaik. Mungkin berkat keduanya. Namun, mau bagaimanapun juga, ia mengerti bahwa kekhawatiran Sakha cukup beralasan. Tabitha menjadi lebih penurut kepada sang suami karena sadar bahwa membawa nyawa lain di perutnya adalah tanggung jawab yang sangat besar. Ia tidak ingin menjadi egois dan membuat bayi di perutnya stres. "Bee, anakku nggak pengen apa-apa?" tanya Sakha lewat telepon. "Coba pertanyaannya diganti 'Sayang, kamu nggak pengen apa-apa?' gitu," balas Tabitha dengan tatapan mata tertuju pada televisi yang menyala. Tangan kirinya memegang telepon yang menempel di telinga. Tangan kanannya sibuk mencomot makanan ringan dari top
Baca selengkapnya

BAB 89. Perkara Rumah Tangga

Keinginan Tabitha untuk merenovasi beberapa ruangan di rumahnya disetujui Sakha tanpa banyak protes. Suaminya itu memberikan dukungan sepenuhnya karena berpikir bahwa mereka juga butuh suasana baru yang lebih segar dan memanjakan mata. Rupanya, Sakha mengenal designer interior yang contact person-nya sudah Tabitha simpan tadi--dari hasil menyelam di internet. Banyak klien yang juga merekomendasikan kenalan Sakha ini. Tabitha pun tak langsung iya-iya saja saat Sakha langsung menghubungi designer interior itu lalu mengatur janji temu di rumah, sekaligus berdiskusi untuk proses renovasi itu. Beruntungnya Tabitha, designer interior kenalan Sakha itu sedang cukup senggang minggu itu. Dua hari kemudian Tabitha sudah bertemu dengan seorang wanita berusia pertengahan tiga puluhan bernama Shanty yang deskripsi tentang pekerjaan dan track record-nya sesuai dengan apa yang dikatakan orang-orang. Tabitha langsung merasa cocok dengan designer interior itu. Di pertemuan pertama, Tabitha sudah me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status