Semua Bab Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami : Bab 171 - Bab 180

195 Bab

Bab 171. Karma mulai berdatangan

Aku masih memegang kertas yang diberikan Sherly tadi. Membuka kembali lembaran kertas yang sudah aku remas menyerupai bola kecil.Kuulangi lagi, membaca dari awal hingga akhir tanpa terlewat satu kata pun. Di dalam surat ini, ada perbandingan DNA yang mengatakan ketidakcocokan aku dengan Amira. Apa-apaan ini? Bahkan aku sudah sangat yakin Amira benar dari benihku, Amira juga sangat dekat denganku ketimbang dengan ibunya, harusnya hanya dengan itu sudah menunjukkan kalau Amira memang anak kandungku.Tidak kupungkiri, aku sempat terkejut saat membacanya. Jantungku serasa ikut meledak, pun dengan kepala, terasa pening seketika. Aku masih bergeming di saat atasanku memanggil-manggil memintaku untuk kembali bekerja. Mataku masih tertumbuk pada dua kata yang dicetak dengan huruf kapital dan tebal. TIDAK COCOK.Aku bergegas menuju jalan raya, tanganku melambai-lambai ke arah pengkolan ojek yang berada di seberang jalan. Aku harus memastikan keaslian surat ini, bisa jadi, Sherly balas denda
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-22
Baca selengkapnya

Bab 172. Talak tiga

“Permisi, Pak.“Aku sigap menghampirinya. Perempuan itu memberikan kembali surat yang sudah lecek ke arahku.“Surat ini memang asli dan dikeluarkan dari rumah sakit ini. Tidak ada kepalsuan dalam surat ini. Semua sama seperti hasil yang tersimpan di data kami, Pak.“Aku menggenggam erat surat ini, kepala terasa berdenyut-denyut. Kakiku seperti tidak kuat menopang badan. Aku sedikit terhuyung ke belakang. Aku merepet ke tembok. Badanku luruh ke bawah. Aku terus mengedipkan kelopak mataku saat pandangan mulai buram.Tanganku menopang di senderan tempat duduk. Kepalaku bersender di atasnya. Wajah Sherly memenuhi isi kepala. Berjuta pertanyaan saling berkejaran berlomba meminta jawaban. Ya Allah. Kenangan demi kenangan berputar kembali layaknya sebuah film. Aku masih teringat jelas pertama kali aku membawa Clara ke rumah. Respon Sherly yang mendadak linglung. Bahkan aku dengan teganya tidak pernah membela Sherly saat dituding mandul yang berulangkali oleh ibu. Aku mengusap wajah kasar
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-22
Baca selengkapnya

Bab 173. Tentang Clara 1

“Mulai detik ini, hari ini, Aku talak kamu, Clara Inggrid. Talak tiga!“Aku terkesiap mendengar pernyataan Mas Pram yang baru sampai rumah, tidak ada angin atau hujan, tiba-tiba Mas Pram meludah dan menalakku. Aku menggeleng. ”Jangan katakan itu, Mas.“ Aku meraih tangannya. Niat hati mau mencium takdzim punggung tangannya, tapi tanganku dihempas begitu saja. “Jangan sentuh aku, Clara! Aku haramkan kulitku bersentuhan denganmu!“Deg! Entah kenapa hatiku terasa perih mendengar ucapan yang dilontarkan barusan.“Mas!“ pekikku dengan mendelik. Matanya yang memerah melotot ke arahku. Baru kali ini aku menyaksikan kemarahan Mas Pram. Terlihat sangat sadis. Kedua tangannya mengepal.Aku menunduk, Amira datang dengan langkah pendek lalu bergelayut di kaki Pram. “Singkirkan anak ini!“ desis Pram tanpa mau melihat Amira.Amira pun refleks menangis. Dia masih melentangkan tangannya ke arah Pram minta digendong. Aku mendongak, menggeleng tidak percaya, biasanya responnya jauh berbeda. Setiap
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-25
Baca selengkapnya

Bab 174. Tentang Clara 2

***“Bu, alhamdulillah sudah sadar.“ Aku membuka mata perlahan lalu mengedipkan beberapa kali, lalu aku menoleh, ruangan yang bercat putih dengan kain korden warna biru. Aku menoleh lagi ke samping kanan. Ada selang infus yang terpasang di tanganku. Aku menelan ludah saat terasa tenggorokanku sangat kering. Kini aku menyadari, aku berada di ruangan rumah sakit. Aku langsung meraba perutku, saat menyadari masih buncit aku menjadi lemas. Kukira rasa sakitku yang lalu adalah keguguran dan ternyata. Ah, sial.“Alhamdulillah, Bu. Janinnya masih bisa diselamatkan. Calon bayinya kuat sekali, Bu,” ujar wanita yang memakai baju putih itu dengan senyuman lebar. Aku berpaling. Sungguh kehamilan yang sekarang sangat tidak aku harapkan lagi dengan kelahirannya. Pun Amira. Semua adalah benalu bagiku. Aku memejamkan mata barang sebentar. Aku ingin terlepas dari pikiran yang terus menyerang. Pertanyaan bagaimana aku harus ke mana? Bagaimana aku harus membayar biaya rumah sakit, besok makan apa? S
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-25
Baca selengkapnya

Bab 175. Nantang maut

Sepulangnya dari rumah sakit, aku lekas naik taksi menuju ke rumah Bayu yang satu alamat dengan kontrakanku. Aku bukan wanita lemah yang akan pasrah begitu saja. Bila aku hancur, Bayu juga harus hancur.Aku mengetuk rumah perlahan, menatap ke rak sepatu di samping pintu depan rumah. Sepatu yang biasa digunakan Bayu tidak kelihatan. Pergikah?Ceklek!Aku menarik tangan kembali saat pintu sudah dibuka. Kepala wanita melongok keluar baru pintu dibuka lebar. “Clara?“ tanya wanita yang menggunakan daster itu dengan kening berkerut. Aku mengangguk, lalu menatap sebentar ke arah Ratna. “Saya hamil, Mbak,” ucapku kemudian. “La apa hubungannya dengan saya?“ Ratna mengedikkan bahu dengan alis menyatu. “Saya dihamili oleh Bayu.“Ratna memandangku dari atas ke bawah. Begitu terus. Lalu mengangguk. Tidak ada air mata yang mengalir di pipinya. Aneh. Harusnya dia tersedu dan melolong atau setidaknya menjambak teriak-teriak tidak terima, tapi ini kenapa? Kok responnya biasa saja. “Saya sudah ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-27
Baca selengkapnya

Bab 176. Karma berdatangan.

“Terus jajan di kamu?““Kok jajan? Ya enggak dong. Kami saling cinta, Mbak.“Aku mendengkus ke arahnya. Emang dia kira aku pelacur.“Owh, kalian saling cinta?““Iya, dong.““Kok lama Bayu enggak pulang-pulang. Aku jadi ngantuk ini,” keluhku dengan menguap berkali-kali. “Apa mau ditinggal tidur dulu? Kalau mau, biar saya antar ke kamar.““Ah, begitu juga bagus, Mbak.“Ratna langsung menghampiri dan memegang lenganku. Aku bangkit dengan sedikit terhuyung. Ngantuk ini kenapa terasa susah banget ditahan. Aku berjalan terseok-seok dengan dipapah Ratna. Lalu menghempaskan badan ini begitu saja sesampainya di dalam kamar.Aku langsung memejamkan kedua mata ini lalu tidur terlentang.***Rasa perih membuatku terpaksa bangun dari tidur. Wajahku terasa sangat panas dan berat. Aku langsung meraba bagian wajah. Ada cairan lembek dan kental menempel di seluruh wajahku. Aku langsung gusar kala rasa sakit ini tidak kunjung sembuh. Aku sibakkan selimut yang menutupi badanku lalu turun mencari kaca
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-27
Baca selengkapnya

Bab 177. Bundir

POV PRAM.Aku termangu di depan rel kereta api, malam begitu lengang, sepertinya sudah melebihi jam tengah malam. Suara bising kereta api yang lewat bergantian sangat memekakkan telinga. Kuhidupkan senter kecil yang menempel di korek api yang aku beli bersamaan dengan rokok satu bungkus tadi, lalu kuarahkan ke berbagai arah. Suasana begitu gelap terlihat ada banyak rumput yang bergorombol yang sudah menjuntai tinggi ikut melambai-lambai bersama embusan angin. Suara begitu sepi, sepertinya sudah tidak ada lagi orang yang akan melewati jalan ini. Jalan lintas yang menyebari rel kereta api.Aku tidak menyangka, langkahku akan sampai ke sini, aku hanya terus melangkah hingga aku terhenti saat sudah mendapatkan tempat yang pas untuk mengakhiri hidup.Aku menoleh ke arah kanan kiri, membayangkan tubuhku akan terpental ke arah mana. Aku memetakan segala kondisi di kepala. Membayangkan ketika nanti aku sudah yakin memutuskan berada di tengah rel kala rel lewat.Aku ingin memposisikan yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-08
Baca selengkapnya

Bab 178. Puncak keputusasaan

'TINNN!'Aku menoleh ke belakang, ke arah suara klakson dibunyikan. Mobil putih melewati kami dengan laju yang sangat pelan, lalu seseorang membuka kaca mobil.“Mau ke mana?“ tanyanya dengan sedikit berteriak.“Ke rumah sakit terdekat.““Saya antarkan, ayo lekas naik!“ suruhnya dengan meminggirkan mobil.Aku pun mengangguk dan naik ke mobil dengan dibantu lelaki itu. “Kenapa?““Tadi jatuh kena batu kepalanya, Pak.“Bapak itu mengangguk lalu mengemudikan mobilnya kembali. Akupun menyenderkan badan ini dengan bernapas lega. Mengatur napas yang sedari tadi ngos-ngosan. “Sudah sampai, Mas.“Aku bangkit menoleh dibalik kaca. Suasana masih gelap tapi di depan sana terpampang jelas ada plang bertuliskan rumah sakit. Perlahan aku membuka pintu mobil, lalu membawa Bapak dan menggendongnya. Semoga saja ada dokter jaga kali ini.Beruntungnya saat sudah sampai depan lobby rumah sakit ada perawat yang menyambutku lalu mengambil alih Bapak dan memindahkan ke atas bangsal.Aku pun dengan langkah
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-08
Baca selengkapnya

Bab 179. Malaikat penolong

“Kenapa bisa di sini?“ tanyanya dengan raut tidak bersahabat.“Kamu apakan adikku?“ tanyanya lagi. “Pak, saya mohon undur diri, kebetulan beliau sudah sadarkan diri. Bapak bisa tanyakan sendiri ke beliau,” ujarku lalu mulai melangkah.“Hentikan dia, Mas! Jangan sampai dia bunuh diri lagi!“ ujar lelaki yang terbaring itu.“Pram! Berhenti di situ apa mau saya laporkan ke polisi!“ desis lelaki yang notabene menjadi bosku itu.Seketika langkahku terhenti dan tidak berani menoleh. Aku sangat tahu begitu banyak melakukan kesalahan saat bekerja, apalagi terakhir kali dengan beraninya memakai uang costumer.“Kamu harus ijin dulu kalau mau bunuh diri! Setidaknya utang kamu sudah terlunasi dulu.“Glek!Aku diam tidak berkutik. “Kenapa kamu bunuh diri?“ tanyanya dengan nada pelan.“Maaf, Pak. Saya telah gagal menjadi lelaki. Saya divonis tidak akan pernah punya anak. Saya bahkan telah membuang istri yang pernah menerima saya apa adanya.““Lantas kamu bebas bisa bunuh diri? Terus bagaimana deng
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-11
Baca selengkapnya

Bab 179. Semangat Kembali

**.“Bangun, Pram!“ Suara ketukan pintu yang keras membuatku terlonjak kaget dan langsung turun dari ranjang. Aku berjalan mendekat ke arah pintu dengan tangan mengucek kedua mata. Sedikit menyipit aku membuka pintu, nampak di sana. Atasanku sudah berdiri di hadapanku.“Cepat ambil wudhu, kita jama'ah salat subuh di masjid depan sana. Aku tunggu di depan. Ini sarung, kopiah, dan beberapa baju. Jangan lama-lama. Nanti tertinggal.“Aku mengangguk patuh sambil menerima pemberian atasanku itu, aku pun lekas menuju ke kamar mandi lalu berwudhu. Setelah itu, aku mengenakan baju Koko berwarna putih dan sarung lalu memakai kopiah. Jujur aku sudah lama tidak mengenakan stelan seperti ini, dan ini membuatku merasa bersemangat.“Sudah?“Aku mengangguk. Lalu atasanku itu mulai berjalan ke depan dan aku mengikuti dari belakang. Tidak lupa mengunci pintu kembali dari luar. “Pak, maaf. Saya mau tanya. Istri dan anak bapak ke mana, ya?“Bapak itu menghela napas panjang tanpa mau menjawab pertany
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status