"Tentu saja tidak," jawabku penuh dusta. "Sudah, ah, aku mau pulang. Takutnya, mertuaku sudah di rumah, dan dia pasti akan mencurigaiku.""Oke, tapi ingat satu hal, Aruna. Kamu, musuh Aldi Wiratmadja. Rebut hartanya, buat dia sengsara."Aku mengangguk lemah. Saat akan pulang, Damar menghentikanku. Dia menyuruhku untuk menunggu, sedangkan dia masuk ke kamarnya. "Kak Damar ngapain, Kak?" tanya Luna melirikku. Aku mengedikkan bahu tidak tahu. Beberapa saat kemudian, Damar kembali dengan membawa ... seperti obat. Ah, iya benar. Itu obat. Untuk apa dia memberikan itu padaku, sedangkan aku baik-baik saja. "Ini obat apa?" tanyaku kemudian. "Bukankah kamu menginginkan sentuhan dari Aldi? Ini akan membantumu.""Ini obat—""Yes, tidak usah diperjelas. Larutkan satu tablet obat itu ke dalam minuman suamimu, dan nikmati hasilnya," ujar Damar dengan seringai percaya diri. Aku ikut tersenyum. Tangan ini meraba tablet berwarna putih yang ada di dalam plastik bening. Jika dengan obat ini aku b
Read more