“Bu, uangnya lebihin sedikit saja gak apa. Yang penting ada tambah buat beli obat penenang si Winda.” Mbak Wilda sudah duduk di kursi plastik. Sesekali dia melirik ke arah dalam. Sepagi itu, Mbak Finah masih sedang memasak di dapur.“Kamu itu, ya! Memang uang dua puluh jutanya belum cair juga?” Bu Romsih tampak enggan. Dia merasa tidak enak juga pada Hafid sebetulnya.“Belum lah, Bu. Ibu adanya berapa sekarang duitnya?” Mbak Wilda menatap Bu Romsih. Tangannya sudah gatal ingin segera menerima uang jatah mingguan. Bu Romsih terdiam. Dia melirik ke arah Mbak Finah yang masih ada di dapur. Lalu berbicara setengah berbisik. Tiba-tiba ada rasa tak nyaman jika Mbak Finah mendengar obrolan mereka. “Ibu kasih lima ratus ribu saja, ya! Kasihan si Hafid. Nanti wartegnya bangkrut,” bisiknya. Sementara itu, sudut netranya mengawasi Mbak Finah yang tampak masih sibuk saja. “Yah, dikit banget sih, Bu! Dua juta, deh!” Mbak Wilda merengut. Dia sudah berencana membeli skin care mahal padahal. “Ban
Baca selengkapnya