Share

Bab 22

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
POV AUTHOR

Mia sudah selesai tanda tangan akad. Mulai hari ini, Mia sudah memiliki kewajiban untuk membayar cicilan atas cluster yang diambil itu. Meski belum closing lagi, akan tetapi uang tabungan Mia masih cukup untuk menjadi dana cadangan jika suatu hari dia keteteran.

Dengan dana yang ada, Mia menyewa satu lokasi lagi. Dibukanya warteg di lokasi lain. Keberadaan Mbak Finah cukup membantu. Jadi setiap hari, kini Hafid memboyong masakan dari kontrakan sempitnya menuju tempat baru. Dia yang jaga wartegnya di sana dia sendirian, sedangkan Mbak Finah menjaga di tempat lama bersama Mia.

[Menerima pesanan catering untuk acara syukuran, khitananan, pernikahan.]

Satu banner dipasang di depan wartegnya disertai foto-foto yang menarik sehingga membuat orang lebih tertarik. Sudah beberapa orang yang pesan catering mereka untuk acara syukuran. Testimoninya cukup memuaskan dan dipajang juga di jejaring sosial media online.

Mia yang sesekali melihat f******k tidak mengacuhkan berita berseliw
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 23

    Kita tidak perlu bersusah payah membuktikan apapun pada siapapun. Cukup fokus pada tujuan dan impian. Abaikan orang-orang yang dengki dan iri, tidak perlu sibuk memikirkan caranya balas dendam karena setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan. ***Selamat Membaca! Hafid menoleh pada Mia. Ada rasa tidak enak di hatinya. Bagaimanapun hubungan Mia tidaklah harmonis dengan Bu Romsih dan Mbak Winda. “Dek, gimana?” Hafid menoleh setelah panggilan itu ditutupnya.Mia terdiam. Dia menarik napas kasar.“Berikan aku waktu, Mas. Kalau hanya Ibu, aku gak masalah dia bisa ikut bareng kita atau bisa menempati rumah kontrakan kita ini. Namun menampung Mbak Winda? Jujur hati ini bukan terbuat dari air yang begitu tergores lalu seperti tidak ada apa-apa. Aku bukan wanita berhati mulia seperti Sayyidah Khadijah, Mas. Aku Mia yang memiliki keegoisan sendiri dan cara sendiri menjalani semua ini.” Mia melempar pandang ke sembarang.Hafid menunduk mendengarkan penuturan Mia. Benar, terkadang hati tidak

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 24

    “Mbak Winda!”“Winda!”Hafid dan Bu Romsih memekik bersamaan. Keduanya memburu sosok yang tergeletak di lantai itu. Ada darah mengalir yang membuat Hafid dan Bu Romsih memekik ketakutan. Hafid mencari kain untuk mengikat pergelangan tangan Mbak Winda agar darah yang keluar tidak terlalu banyak. Lalu dia menggendong dan manaikannya ke atas sepeda motor, diikatnya tubuh Mbak Winda menggunakan kain ke perutnya. Hafid mengajak Bu Romsih untuk memegangi Mbak Winda di belakang.Bian, yang sedang bermain dikunci dari luar oleh Bu Romsih. Ditutup juga pintu arah ke dapur agar balita itu tidak pergi ke mana-mana. Terpaksa, tidak ada pilihan. Dengan susah payah akhirnya motor yang ditumpangi Hafid tiba di klinik terdekat. Bu Romsih berteriak-teriak panik meminta pertolongan. Beberapa orang petugas medis berlari berhamburan ke arah mereka. “Astagfirulloh!” pekik para petugas medis melihat darah yang mengalir di pergelangan tangan Mbak Winda.Semuanya tampak kalang kabut dan tergesa membawa Mb

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 25

    Mereka baru saja masuk ke mall ketika sekilas Mia melihat sosok yang dia kenal. “Mas, bentar. Itu bukannya Bibi, ya?” Hafid menoleh ke arah yang ditunjuk Mia. Benar ada wanita paruh baya yang sedang menenteng paper bag belanjaan dengan seorang perempuan muda. “Iya, Dek! Bibi sepertinya, tapi sama siapa?” Hafid menyipitkan netra memfokuskan pandang. “Bibi sama Saskia, Mas. Kita samperin dulu, yuk! Mau tanya kabar Paman.” Mia mengajak Hafid menghampiri mereka. Hafid menurut saja. Mereka berjalan santai menuju Bibi Itin dan Saskia yang tampak sedang memilih pakaian. Mereka tampak tersenyum riang sambil mengambil beberapa set pakaian yang dipajang. “Bibi!” sapa Mia. Sontak Bi Itin menoleh. Seketika wajahnya terkesiap. Tangannya yang sedang memilah pakaian spontan disembunyikan ke belakang seperti layaknya maling yang ketahuan.“Eh, Mia. Belanja?” sapa Saskia pada kakak sepupunya itu.“Iya, Kia. Paman gimana? Hari itu katanya kritis? Sudah sembuh?” Mia langsung menanyakan duduk perm

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 26

    Hafid sudah tiba di klinik. Tampak di depan ruangan Mbak Winda dirawat sudah ada Mbak Wilda dan Bu Romsih tengah berbincang. Sudah adzan maghrib ketika dia tiba di sana. Hafid bergegas melipir dulu ke mushola dan menunaikan tiga rakaat kewajiban. Usai shalat, Hafid kembali ke dalam klinik yang tidak terlalu besar itu. Mbak Wilda sudah mengenakan jaketnya dan tampak bersiap pulang.“Elaaah ... lama banget, sih, Fid baru datang? Mbak sudah kelar juga ngobrolnya sama Ibu. Kamu tuh apa-apa lelet.” Mbak Wilda melempar komplen.“Habis shalat dulu, Mbak. Tadi aku juga ketemu sama Mas Kama di mushola. Sudah ngobrol juga sedikit. Jadinya gimana? Kata Mas Kama ada dari Bank nelpon mau narik mobil, ya?” Hafid masih berdiri dan menatap Mbak Wilda.“Sudah Mbak ngobrol sama Ibu. Sudah beres. Kamu gak usah ikut campur lagi gak apa. Kebetulan ada sepupunya Mas Kama yang mau over kredit mobilnya. Katanya dulu Winda DP nya lima puluh juta, ya rugi setengahnya, sih. Sepupunya Mas Kama cuma siap uang d

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 27

    Namun tak sampai hati hendak mengintimidasi Mbak Finah yang tampak kikuk ketika menyerahkan uang setoran. “Sepi wartegnya, Fid. Ibu lihat sendiri kok pelanggan di sini gak terlalu ramai. Makanya wajar kalau cuma dapet segitu.” Bu Romsih membela Mbak Finah. Meskipun Hafid belum mengucapkan kalimat apapun juga.“Oh, sepi ya sekarang, Bu?” Akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulut Hafid. Mbak Finah mengangguk, tetapi dengan pandangan mata tertunduk. Mia mengerti, ada yang tidak beres sedang terjadi. “Mas, aku mau ajak Mbak Finah belanja sayuran dulu buat stock! Ini nitip Mesya, ya! Jaga di sini sama Ibu!” Mia menyodorkan Mesya ke pangkuan Hafid. “Masih banyak sayuran untuk dimasak, kok, Mia. Gak usah belanja dulu!” Bu Romsih melarang.“Gak apa, Bu. Aku mau ajarin Mbak Finah bikin menu baru buat narik pelanggan. Mau beli sayur untuk masakan spesial!” Mia berkilah.Dia benar-benar penasaran pada kemana larinya uang warung milik mereka yang dijaga oleh mertuanya dan Mbak Finah. “Ibu

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 28

    “Bu, uangnya lebihin sedikit saja gak apa. Yang penting ada tambah buat beli obat penenang si Winda.” Mbak Wilda sudah duduk di kursi plastik. Sesekali dia melirik ke arah dalam. Sepagi itu, Mbak Finah masih sedang memasak di dapur.“Kamu itu, ya! Memang uang dua puluh jutanya belum cair juga?” Bu Romsih tampak enggan. Dia merasa tidak enak juga pada Hafid sebetulnya.“Belum lah, Bu. Ibu adanya berapa sekarang duitnya?” Mbak Wilda menatap Bu Romsih. Tangannya sudah gatal ingin segera menerima uang jatah mingguan. Bu Romsih terdiam. Dia melirik ke arah Mbak Finah yang masih ada di dapur. Lalu berbicara setengah berbisik. Tiba-tiba ada rasa tak nyaman jika Mbak Finah mendengar obrolan mereka. “Ibu kasih lima ratus ribu saja, ya! Kasihan si Hafid. Nanti wartegnya bangkrut,” bisiknya. Sementara itu, sudut netranya mengawasi Mbak Finah yang tampak masih sibuk saja. “Yah, dikit banget sih, Bu! Dua juta, deh!” Mbak Wilda merengut. Dia sudah berencana membeli skin care mahal padahal. “Ban

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 29

    Pov WindaRasa sakit setelah melaksanakan operasi secar membuatku tidak bisa bergerak bebas. Hanya tiduran sambil menatap bayi yang tergeletak tidak jauh dariku. Hari ini aku sudah pulang dan tinggal kembali di rumah Mbak Wilda. Tetesan air mata tiba-tiba tak bisa kutahan. Entah, menatap bayi itu aku menjadi sangat benci pada Mia. Kalau bukan gara-gara dia, aku dan Mas Ardi mungkin belum bercerai dan bayi itu masih memiliki ayah. Kini, semua menjadi tidak jelas, bayi ini anak siapa? Mas Akim atau Mas Ardi? “Mbak, ini beberapa pakaian waktu Mesya kecil dulu!” Mia menyodorkan satu plastik kantong berisi pakaian bayi sepertinya. Dia jadi sering sekali ke sini sepulangnya aku dari rumah sakit. Mungkin menebus perasaan bersalahnya atas nasibku. Tak ada keinginan untuk membalas ucapannya. Kulirik sekilas wajahnya yang kini tampak sedikit lebih bersih. Makin benci saja aku melihatnya. Mungkin hatinya kini tengah bersorak atas segala kekacauan yang kualami. Lihat saja Mia, aku akan membuat

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 30

    Sudah beberapa hari ini Mbak Winda mulai kerja di tempat Mince. Seperti halnya dulu, berangkat awal pagi dan pulang sudah larut. Terlebih tempat karaoke Mince itu terkenal dengan karaoke plus plusnya. Jadi banyak singer jadi-jadian yang sebetulnya memiliki profesi terselubung. Hanya namanya saja karaoke keluarga. Rencana Mbak Winda yang hendak membuang Putri ke panti asuhan dia tunda dulu. Hal ini tidak lain karena dia masih membutuhkan bayi itu untuk menarik simpatik dari Hafid. Seperti halnya hari itu, dia sudah menelpon Hafid meminta di jemput. Dengan berbagai alasan. Padahal tujuannya agar Hafid bertemu dengan Teta---seorang singer yang sudah terbiasa melayani Om-Om. Penampilannya tampak polos dan lugu akan tetapi sebetulnya Teta sudah sangat berpengalaman.“Fid, cepetan jemput ke sini! Kasihan Putri harus nungguin Mbak lama!” Mbak Winda berbicara pada Hafid memalui gawainya.“Iya bentar, Mbak! Aku masih di jalan habis jualan keliling!” ucap Hafid dari seberang telepon. Ya, kondi

Latest chapter

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 37 - End

    Istri Mas Akim yang sedang menunggu di kontrakan akhirnya mencari tahu keberadaan Mas Akim yang tidak pulang-pulang hingga pagi. Dia bertanya pada tetangga kontrakan tentang alamat kontrakan Teta. Namun semua tidak ada yang tahu. Via mencoba menghubungi ponsel Mas Akim juga tapi tidak ada yang mengangkatnya. Hingga pada pukul sepuluh pagi, ada seseorang yang mengetuk pintu. Ternyata pemilik kontrakan. Via langsung mendadak lemas ketika mendapat kabar dari pemilik kontrakan jika Mas Akim ditemukan tewas bersama Teta di kontrakan perempuan itu.Via---perempuan yang dibodohi cinta, akhirnya membawa pulang jenazah suami yang telah berkhianat itu. Tetap saja dia menangis histeris. Terlebih selama ini dia tidak tahu kelakuan Mas Akim di rantau. Baginya Mas Akim adalah suami baik dan bertanggung jawab. Hanya hari itu saja dia memergoki bersama Teta. Kehidupan Via sebetulnya terselamatkan. Mas Akim tidak bisa lagi melaksanakan niat busuknya untuk menguasai warisan Via dari orang tuanya. Nam

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 36

    Teta beberapa kali menciumi pipi Mas Akim. Sudah tidak sabar mereka akan melaksanakan rutinitas yang menyenangkan di dalam kontrakan Mas Akim. Terlebih baru saja mereka mendapatkan beberapa bungkus barang haram yang mereka candukan. Cup!Cup! Cup!Beberapa kali Teta mencium pipi lelaki berambut plontos itu ketika sepeda motor yang mereka tumpangi berhenti. Tangan Teta yang melingkar pada perut Mas Akim tak jua dilepasnya. “Sayang! Lepas, dong! Katanya mau buru-buru?” bisik Mas Akim sambil membelai pipi Teta. “Habisnya nyaman kalau peluk kamu, tuh!” ucap Teta sambil melepas pelukannya lalu turun dari sepeda motor. Begitu pun Mas Akim. Keduanya baru saja hendak membuka pintu kontrakan ketika terdengar ada suara yang memekik dari arah jalan.“Mas!” Suara seorang wanita memekik.Mas Akim dan Teta menoleh. Ada seorang wanita yang tampak memandang nyalang pada Mas Akim. Perempuan itu mendekat. Lalu menatap lekat wajah Teta yang memang masih terbilang muda itu dengan penuh kebencian. Pl

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 35

    Mia menatap Mesya dan Lili yang tengah berlarian di taman depan. Fasilitas umum yang baru selesai dibangun oleh developer ini cukup efektif. Keduanya berteman semakin dekat semenjak Lili resmi diadopsi menjadi anak dari keluarga Mbak Nindi. Mendengar cerita Mia saat pulang dari panti waktu itu, Mbak Nindi langsung tertarik dengan sosok Lili. Setelah semua dokumen selesai diurus, akhirnya Lili kini resmi menjadi putri dari keluarganya. Mia dan Mbak Nindi tengah duduk di tepi lapang sambil memakan rujak petis. Mangga muda yang dibawa Mbak Nindi benar-benar segar. Meskipun hari sudah menjelang sore, akan tetapi rujak ini masih cukup bersahabat untuk dinikmati.Kini Mia lebih banyak memiliki waktu luang, semenjak Hafid meminta untuk tidak terlalu capek, Mia sudah membayar satu orang admin virtual untuk mengurusi setiap cabuy yang bertanya tentang property. Warteg dan catering akikah, sudah ada yang jaga juga. Jadi Mia hanya sesekali mengecheck mereka saja.Sore itu, Mia tengah menunggu H

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 34

    “Astagfirulloh, Mas! Itu kok mirip banget sama Mbak Winda, Mas?” gumam Mia sambil menatap para pelaku yang tengah digiring oleh pihak kepolisian. Hafid menoleh pada layar kaca. Begitupun Bu Romsih yang tengah bermain dengan Mesya. Keduanya memekik bersama. Benar, wajah dalam layar kaca itu sangat mirip sekali dengan Mbak Winda. Namun masa iya, Mbak Winda berada di Batam? Mia mencoba mencari tahu kontak stasiun televisi yang menayangkan berita itu. Dia hanya ingin mendapatkan kabar tentang para pelaku yang dibekuk tersebut. Namun ternyata Mia cukup kesulitan. Sambungan terhubung akan tetapi tidak juga ada yang mengangkat. “Apakah Mbak Winda ada yang menjual ke luar pulau, ya, Mas? Makanya dia gak balik-balik ke sini?” bisik Mia pada Hafid.“Astaghfirulloh, Dek! Apa iya, ya? Mas gak kepikiran kesitu, ya?” Hafid terpekik mendengar penuturan Mia. Bu Romsih tiba-tiba terisak. Usianya yang semakin renta membuat perasaannya semakin sensitif. Terlebih dia kembali teringat pada Putri---cuc

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 33

    Bu Romsih sudah menangis sejak semalam. Sepulang dari tempat kerja, Mbak Winda membawa paksa Putri. Alasannya mau dibawa ke dokter. Namun hingga pagi, Mbak Winda gak bisa dihubungi dan keberadaan Putri tidak diketahui. “Ibu kenapa juga ngasihin si Putri malem-malem dibawa Winda! Sudah jelas selama ini dia gak sayang sama anaknya itu!” Mbak Wilda malah menyalahkan Bu Romsih atas kehilangan bayi tersebut. Bu Romsih yang sejak malam menangis itu makin tersedu. Dia merasa sangat bersalah ketika tak mendapat kabar dari Mbak Winda. Hafid dan Mia baru saja tiba. Keduanya langsung masuk ke dalam rumah. Mas Kama sudah berangkat kerja. Hanya ada Bu Romsih dan Mbak Wilda di sana. “Putri belum ditemukan juga, Bu?” Hafid memburu Bu Romsih dengan pertanyaan. Wanita sepuh itu menggeleng sambil terisak. “Aku juga coba hubungi Mbak Winda berkali-kali tapi gak aktif. Nanti aku coba ke tempat kerjanya.” Hafid berusaha menenangkan. Mbak Wilda menatap sinis pada Hafid. Lalu melirik ke arah Mia. “Ka

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 32

    “Mbak ngapain pagi-pagi ke sini?” Teta menyipit menatap Mbak Winda.“Aku mau barang itu, Ta!” Mbak Winda mendorong daun pintu yang Teta masih tahan. Namun sontak matanya membulat melihat sosok lelaki yang tengah terbaring di atas tempat tidur Teta. “Mas Akim?!” pekik Mbak Winda sambil berpegangan pada daun pintu. Kakinya mendadak gemetar. Hatinya berdentum-dentum hebat. Lelaki bertelanjang dada tersebut tampak kaget. Dia meraih kaosnya yang tergeletak lalu mengenakannya dengan cepat. Sementara itu, Mbak Winda berjalan cepat mendekat.Plak!Plak! Plak! Tamparan bertubi-tubi dihadiahkannya pada kedua pipi Mas Akim. Air mata Mbak Winda mengalir tak tertahan. Sedih, benci, marah bercampur kecewa membaur menjadi sesak. “Balikin uang aku, Mas! Balikin semuanya!” hardik Mbak Winda sambil mendorong tubuh lelaki yang baru saja hendak bangun itu. Tubuh Mas Akim terhuyung ke belakang karena tidak menyangka mendapatkan serangan dadakan sekuat tenaga dari Mbak Winda.Mbak Winda maju lagi mera

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 31

    Arman pemilik konter aksesoris ponsel itu menyetujui permintaan Mia. Dia segera memijit nomor yang Mia berikan. Tidak berapa lama panggilan terhubung, lalu terdengar suara seorang perempuan di seberang telepon.“Hallo, ini siapa?” sapanya. Mia mendengarkan dengan seksama. Memorinya mulai merangkai kemiripan suara itu dengan yang pernah dia dengar. Rasanya suara itu familiar. “Ini Ferdi, kamu Santi ‘kan?” ucap Arman dengan santai. Modelan pengguna telepon salah sambung yang professional. “Ferdi? Santi? Salah sambung kali, Mas?” ucap suara dari seberang telepon yang memang sengaja di loudspeaker oleh Arman. Terdengar jelas suara itu mirip dengan siapa. Mia mengisyaratkan agar Arman kembali memancing pembicaraan. Arman mengangguk sambil mengangkat satu alisnya. Menjadi seorang duda di usia muda memang membosankan. Karenanya ketika mendapat pekerjaan seperti ini baginya merupakan hiburan juga. “Masa kamu lupa sama aku, coba kamu tebak aku siapa? Aku orang yang dulu kamu cintai banget

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 30

    Sudah beberapa hari ini Mbak Winda mulai kerja di tempat Mince. Seperti halnya dulu, berangkat awal pagi dan pulang sudah larut. Terlebih tempat karaoke Mince itu terkenal dengan karaoke plus plusnya. Jadi banyak singer jadi-jadian yang sebetulnya memiliki profesi terselubung. Hanya namanya saja karaoke keluarga. Rencana Mbak Winda yang hendak membuang Putri ke panti asuhan dia tunda dulu. Hal ini tidak lain karena dia masih membutuhkan bayi itu untuk menarik simpatik dari Hafid. Seperti halnya hari itu, dia sudah menelpon Hafid meminta di jemput. Dengan berbagai alasan. Padahal tujuannya agar Hafid bertemu dengan Teta---seorang singer yang sudah terbiasa melayani Om-Om. Penampilannya tampak polos dan lugu akan tetapi sebetulnya Teta sudah sangat berpengalaman.“Fid, cepetan jemput ke sini! Kasihan Putri harus nungguin Mbak lama!” Mbak Winda berbicara pada Hafid memalui gawainya.“Iya bentar, Mbak! Aku masih di jalan habis jualan keliling!” ucap Hafid dari seberang telepon. Ya, kondi

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 29

    Pov WindaRasa sakit setelah melaksanakan operasi secar membuatku tidak bisa bergerak bebas. Hanya tiduran sambil menatap bayi yang tergeletak tidak jauh dariku. Hari ini aku sudah pulang dan tinggal kembali di rumah Mbak Wilda. Tetesan air mata tiba-tiba tak bisa kutahan. Entah, menatap bayi itu aku menjadi sangat benci pada Mia. Kalau bukan gara-gara dia, aku dan Mas Ardi mungkin belum bercerai dan bayi itu masih memiliki ayah. Kini, semua menjadi tidak jelas, bayi ini anak siapa? Mas Akim atau Mas Ardi? “Mbak, ini beberapa pakaian waktu Mesya kecil dulu!” Mia menyodorkan satu plastik kantong berisi pakaian bayi sepertinya. Dia jadi sering sekali ke sini sepulangnya aku dari rumah sakit. Mungkin menebus perasaan bersalahnya atas nasibku. Tak ada keinginan untuk membalas ucapannya. Kulirik sekilas wajahnya yang kini tampak sedikit lebih bersih. Makin benci saja aku melihatnya. Mungkin hatinya kini tengah bersorak atas segala kekacauan yang kualami. Lihat saja Mia, aku akan membuat

DMCA.com Protection Status