Semua Bab Susahnya Jadi Mas Joko: Bab 211 - Bab 220

231 Bab

Bab 211: You Are My Everything

Bab 211: You Are My Everything  Eh, eh, setelah kupandang, kupikir dan kuingat, “Kok sepertinya aku kenal dengan driver ojek ini ya,” kataku dalam hati.“Maaf, nama Abang siapa?” Tanyaku setelah dia sampai di depanku.“Abdul Jabar, kenapa, Mas?” jawab si tukang ojek dengan tanya pula.Aku berusaha mengingat seseorang yang pernah aku kenal dengan nama Abdul Jabar. Mungkin teman SMA dulu, atau mungkin sesama pemain voli. Ternyata, tidak, aku tidak pernah memiliki teman atau kenalan dengan nama itu. Atau, nama lainnya..,“Nama panggilan Abang?”Driver ojek menjawab, “Biasa saya dipanggil dengan nama Aje.”Aje? A-Je? Ah, aku juga tidak punya teman dengan nama Aje.“Begini, Bang..,” kataku selanjutnya. “Abang tidak keberatan kalau aku minta tolong untuk mengantarkan pesanan lagi?”Driver oje
Baca selengkapnya

Bab 212: Mawar 1 VVIP

Bab 212: Mawar 1 VVIP  “Waalaikum salam,” sahutku di sini.“Ini.., siapa?” Tanyaku dengan hati yang sontak berdebar.“Ini aku Mas.., Bastian.”Bastian? Tanyaku dalam hati. Oh iya, aku ingat. Bastian ini adalah adik laki-laki dari Angel, si bungsu dari tiga bersaudara yang usianya sendiri sebaya denganku. Artinya, dia adalah calon adik iparku. Ketika acara lamaran tempo hari kami telah bertemu dan berkenalan.“Oh, kamu Bas. Aku kira siapa tadi.”“Iya, kebetulan, hape Kak Joyce sedang aku pegang.”  “Ngomong-ngomong, Kakak kamu ada, Bas? Dia sudah tidur?” Tanyaku.“Emmh, sebentar, emmh, ini, emmmh..,”Aneh! Tiba-tiba saja suara Bastian terdengar gugup. Selanjutnya, aku tidak mendengar suara apa-apa lagi selain kresek-kresek, dan sedikit suara bisik-bisik.“Halo? Bas?&rdq
Baca selengkapnya

Bab 213: Tidur Cantik

Bab 213: Tidur Cantik  Pelan-pelan, aku melangkahkan kakiku lagi untuk mendekati pintu, lalu mengetuk.Tok! Tok!Tidak berapa lama pintu segera terbuka. Menyambut aku, adalah ibunda Angel yang telah aku panggil juga dengan sebutan Mama.“Angel kenapa, Ma?” Tanyaku dengan suara lirih, sembari melangkah masuk ruangan.“Dia pingsan.”“Pingsan? Sejak kapan?”“Sejak lepas Maghrib tadi.”“Kenapa, Ma? Kenapa dia bisa pingsan?” Kejarku lagi, dengan kecemasan yang telah kubawa sejak tadi.Mama menghela nafas yang terdengar berat, mengalihkan pandangannya pada Papa yang baru saja bangkit dari sofa. Aku lalu mengedarkan pandangan ke seantero ruang perawatan di mana Angel berada ini. Ia tengah berbaring di sebuah brankar. Tubuhnya tertutup selimut, dan di hidungnya terjepit selang oksigen.Papa mendekat ke arahku d
Baca selengkapnya

Bab 214: Seutas Tali

Bab 214: Seutas Tali  “Kanker apa?”“Kanker otak.”Kabar yang aku dengar dari ayah Angel ini seperti petir yang menggelegar di samping telingaku. Aku terkejut bukan kepalang, dan serasa aku terlempar tiba-tiba ke dalam jurang. Beberapa saat aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya termangu memandang wajah Papa yang juga tengah menatapku dengan sorotnya yang meredup dan tua.Duh, Ya Allah, padahal pernikahan kami hanya tinggal beberapa hari saja!Tiba-tiba aku teringat pada satu momen yang pernah aku lalui bersama Angel dulu, ketika aku masih bekerja di Sinergi Laras dan Angel masih memegang urusan manajerial di perusahaan itu. Sewaktu menemui Angel di ruangannya untuk mempertanyakan perihal pemotongan gajiku, aku sempat melihat dia memegangi kepalanya. Mimik wajahnya seperti sedang menahan sakit. Jahatnya aku ketika itu, berkata di dalam hati; “Jangan sembuh-sembuh ya B
Baca selengkapnya

Bab 215: Seandainya

Bab 215: Seandainya  “Untuk apa kamu membawa tali-tali ini, Mas?”“Aku sedang mencicil,” jawabku sambil tersenyum.“Mencicil? Mencicil apa?” Angel sontak heran.“Kamu ingat, waktu kamu bertanya ke aku. Apa yang akan aku lakukan untuk membahagiakan kamu. Kamu masih ingat dengan jawabanku, kan?”Aku lalu mendekatkan wajahku ke Angel, meraih tangannya yang terpasang infus dan membawanya ke dadaku.“Itu adalah janjiku, Angel, di mana sekarang ini aku sedang mencicilnya. Potongan tali ini aku kumpulkan di sini. Nanti, kalau jumlahnya sudah cukup dan kamu sudah sembuh, tali-tali ini akan aku rangkai, aku jalin dan aku anyam menjadi ayunan pantai.”Angel tersenyum lagi, dengan caranya kini yang paling aku sukai, yaitu menarik bagian bawah bibirnya terlebih dulu baru mengulum. Aku pun balas tersenyum.Mengapa aku membawa tal
Baca selengkapnya

Bab 216: Bersama Sebuket Bunga

Bab 216: Bersama Sebuket Bunga  Beberapa hari kemudian..,Hari Minggu, pukul tujuh pagi, aku sedang berada di balkon lantai dua rukoku, duduk pada sebuah kursi plastik dan melemparkan pandanganku ke arah jalan. Alex, yang sejak semalam menginap di rukoku ini duduk di sampingku, juga melemparkan pandangan ke arah yang sama.Lepas subuh tadi aku pulang dari rumah sakit, disambut Alex yang membukakan pintu ruko. Kami berdua lantas duduk di balkon ini dan berbincang panjang lebar. Dia yang memang telah mengetahui kabar tentang sakitnya Angel sejak dari pertama, tampak begitu prihatin dengan apa yang aku alami.Sewaktu kubercerita semua hal tentang Angel tadi, tidak sedikit pun ia bergerak dari kursinya. Ia mematung dan bergeming. Rokok yang sudah ia sulut tidak sekali pun ia isap. Perhatiannya benar-benar tertuju kepadaku. Namun sekarang, setelah usai kubercerita, ia menyulut rokoknya lagi yang baru dan men
Baca selengkapnya

Bab 217: Hadiah Terbaik

Bab 217: Hadiah Terbaik “Mas..,” Angel menangis.Mama dan sang perawat juga ikut menangis. Mereka begitu tersentuh dengan suasana haru yang tengah berlangsung di ruang Mawar 1 ini. Lalu, apakah aku menangis? Tidak!Aku malah tertawa lepas, meskipun sesungguhnya betapa jiwaku ingin menangis meraung dan mengiba. Aku pertahankan air mataku supaya tidak tumpah. Berhasil, meskipun juga aku tidak sanggup menahannya ketika berlinang-linang.Setelah selesai membotaki kepalaku sendiri, aku lalu meletakkan alat pemotong rambut kembali ke atas troli. Setelah itu aku berjalan ke satu pojok dalam ruangan, lantas berbalik kembali ke posisi semula.Aku berjalan lagi dari satu sisi ke sisi yang lain dalam ruangan ini, dan beraksi seperti model atau peragawan di atas catwalk. Ketika aku sampai di sisi ranjang Angel, aku balikkan badanku dengan satu gaya yang seakan baru dipanggil dan terkejut. Persis seorang model.“Bagaimana?” Tanyaku pada Angel, dengan satu senyum yang perih.“Botak-botak begini ak
Baca selengkapnya

Bab 218: Pertama Melihatmu

Bab 218: Pertama Melihatmu  “Datang dan pergi.., begitukah hidup ini, Mas Joko? Hidup ini hanyalah sebuah persinggahan, benarkah demikian? Anugerah dan musibah, apakah itu ketentuan dari Allah?”  “Hihihi.., aku tertawa, Mas Joko. Benar, aku tertawa. Bukan karena geli, tetapi karena aku sudah tidak mampu lagi melampiaskan semua kepedihanku ini dengan kata-kata. Aku lelah, aku letih.., karena telah dipermainkan oleh cinta yang durjana.”   “Mas Joko.., keguguran yang aku alami beberapa waktu yang lalu membuat aku merasa kehilangan kesempatan untuk menebus dosaku. Benar, aku telah melakukan dosa zina yang suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, aku lakukan itu sebagai pelampiasan atas kekecewaanku padamu. Selain, aku yang memang ketika itu sedang berada di dalam hasutan.”  “Apa pun yang telah terjadi, aku telah menerima itu sebagi sebuah s
Baca selengkapnya

Bab 219: Malam Pertama

Bab 219: Malam Pertama Aku bahkan sudah tidak ingat, kapan persisnya Angel jatuh sakit hingga selanjutnya dirawat di rumah sakit Harapan Asih ini. Sama juga dengan tidak ingatnya aku, berapa kali Angel bolak-balik masuk ke ruang ICU dan kembali lagi ke ruangan Mawar 1.Semuanya terasa menjadi begitu cepat bagiku. Hari-hariku yang dimulai saat bertemu dengan Angel di tokoku dulu, sampai hari ini ketika ia telah sah menjadi istriku, seperti sebuah ruang waktu yang dimampatkan oleh Tuhan. Kemarin dan hari ini, terasa menjadi satu. Maka, ketika nanti akhirnya Angel akan pergi meninggalkan aku, apakah itu juga akan terasa satu? Sebagai sebuah rangkuman penderitaan?Demi Allah, atas nama cintaku pada Angel, aku telah mengikhlaskan kepergian dia nantinya. Walaupun itu akan terasa sangat berat, aku telah mempersiapkan mentalku sendiri untuk kehilangan orang yang aku cintai.Dua puluh hari, itulah sisa umur Angel jika dihitung dari sekarang. Dua puluh hari itu pula, yang akan aku hitung
Baca selengkapnya

Bab 220: Suami Satu Malam

Bab 220: Suami Satu Malam             Mengapa secepat ini Ya Allah?? Dua puluh hari lagi! Bukankah umur Angel masih tersisa dua puluh hari lagi??“Angeeeeeell…!!!” Pekikku lagi sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.Dengan panik aku memeriksa nafasnya, juga denyut nadinya. Masih tidak yakin aku bergeser lalu menempelkan telingaku ke dadanya. Sungguh aku tidak percaya bahwa Angel telah tiada.Dadaku menggemuruh, jantungku berdegup bertalu-talu dan darahku mendesar-desir seiring dengan harapan yang aku gaungkan di depan wajah Angel.“Angel?? Kamu belum pergi kan?? Kamu masih bersama aku kan??”“Kamu masih hidup kan??”“Dua puluh hari lagi, Angel! Kita akan bersama sampai dua puluh hari lagi!”“Angel-ku Sayang?? Kamu bercanda kan??”“J
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
192021222324
DMCA.com Protection Status