Home / Romansa / Susahnya Jadi Mas Joko / Chapter 201 - Chapter 210

All Chapters of Susahnya Jadi Mas Joko: Chapter 201 - Chapter 210

231 Chapters

Bab 201: Persetimbangan Energi

Bab 201: Persetimbangan Energi  “To the point saja, Joko. Saya sedang ada keperluan lain. Apa yang kamu inginkan dari saya?” Tanya Joyce tanpa tedeng aling-aling.“Begini, Bu..,”Serentak saja Joyce Angelique menarik nafas yang dalam. Dipasangnya juga konsentrasi penuh untuk menyimak penuturan seorang lelaki yang pernah membuat hatinya kisruh. Masih, sampai sekarang juga masih membuatnya kisruh.Menyahuti suara Joko dari seberang sana, Joyce pun berkata-kata dengan sangat antusias. Tampak raut cantik manisnya yang terkejut. Tampak pula parasnya yang pias dan gugup. Sesekali ia mendebat, menolak dan tak jarang ia terpaksa harus menyahut dengan sedikit sarkastik.Saking seriusnya, Joyce bahkan sampai berjalan hilir-mudik di dalam kamarnya. Sebentar ia berdiri di depan jendela, sebentar kemudian ia duduk di meja rias. Menyusul kemudian ia bangkit dan berjalan hilir-m
Read more

Bab 202: Sebelum Berubah Pikiran

Bab 202: Sebelum Berubah Pikiran  Hening.., bisu..,Joyce menundukkan kepala. Matanya yang berlinang menatap lekat pada sampul depan novel Eternal Love yang kini ia pegang dengan tangan yang gemetaran. Lalu, seiring dengan jarinya yang menekan tepian buku sehingga setiap helai kertasnya berbalikan dari kanan ke kiri, ia pun terlempar pada masa lalunya yang telah tersembunyi di lipatan waktu.Benar, Joyce memang pernah mencintai Joko, dan ia telah mengakui itu. Tetapi, itu dulu, sebelum ia berhijrah pada kehidupannya sebagai muslimah sekarang ini. Segala polemik hatinya yang disebabkan asmara durjana pada orang yang dulu adalah bawahannya, telah ia buang jauh-jauh.Demi Allah, dan demi apa pun, Joyce tidak lagi mencintai lelaki bernama Joko ini. Settingan hatinya sekarang berada pada posisi ‘default’, tidak ingin memiliki dan tidak ingin dimiliki oleh siapa pun. Itu sebabnya, ketika
Read more

Bab 203: Segenting Buka Tiga

Bab 203: Segenting Buka Tiga “Assalamu alaikum.” Itu adalah salam pamit dariku.“Waalaikum salam.” Dan itu adalah sahutan Angel dari seberang sana.Panggilan pun berakhir, meninggalkan sensasi dahsyat yang luar biasa tak terkira-kira di dalam hatiku ini. Rasa bahagiaku begitu membuncah, senangku tak terbilang, dan gembiraku tak cukup termuati oleh sebanyak-banyak kata pun yang ada di dunia ini. Beberapa saat aku masih menunduk, memandangi layar ponselku sambil tersenyum. Hingga berselang lima menit kemudian, aku masih saja belum melepaskan pandanganku dari nama Angel di layar ponsel beserta rincian durasi panggilan telepon yang tadi aku lakukan.Aku seperti orang linglung, tapi linglung ini dari jenis yang menyenangkan. Aku serupa orang bermimpi yang mendapatkan segantang emas dalam genggaman tangan, lalu ketika terbangun emas yang segantang itu ada di tanganku.Wuih! Mimpikah ini? Tanyaku dalam hati. Ya Allah, apakah aku bermimpi? Tanyaku lagi, masih tidak percaya dengan hasil pe
Read more

Bab 204: Dag-dig-dug!

Bab 204: Dag-dig-dug!  Walaupun aku bisa dan berani melamar Angel seorang diri saja, akan tetapi menurut pertimbangan moralku itu tidak etis. Betul, bukan? Seyogyanya aku memang membawa pendamping, baik itu keluarga, kerabat, atau sahabat, pokoknya siapa pun yang mempunyai hubungan dekat denganku. Untuk menunjukkan bahwa aku adalah orang yang baik, berasal dari suatu komunitas sosial yang baik, dan aku diterima dengan baik di lingkungan sosial itu. Begitu, bukan?Beres menelepon si Alexander alias Alex keriting itu, aku pun menelepon Mas Yadin. Aku butuh seseorang seperti dia untuk memperkuat mentalku. Dalam hal ini, katakanlah, aku menganggap dia sebagai kakak laki-lakiku. Namun sayang, ia tidak bisa menemani aku untuk melamar Angel nanti malam. Dia bilang, sedang berdinas di luar kota. Intinya, itu adalah tugas negara. Baiklah, aku mengerti, kedaulatan NKRI memang harga mati.Aku kemudian menelepon.., aduh, siapa
Read more

Bab 205: Aku Cinta Kamu, Bu

Bab 205: Aku Cinta Kamu, Bu “Joyce Angelique putriku.., apakah kamu bersedia menerima Joko sebagai suamimu?”Angel diam. Beberapa detik tetap diam. Membuat jantungku dag-dig-dug tak keruan!Maka, di sinilah berlangsung sebuah momen yang hening. Para orang-orang tua yang ada di ruangan tamu ini rupanya sudah sama-sama mafhum pada satu kondisi, di mana etika dan keluhuran budi pekerti bahkan dapat dimengerti hanya dengan berdiam diri. Diamnya seorang gadis ketika dikhitbah atau dilamar, maka itu berarti kerelaannya, atau persetujuannya, atau dengan kata lain, dia menerima. Lalu bagaimana dengan Angel yang notabene adalah seorang janda? Ia punya hak untuk berbicara. Namun, kendatipun ia punya hak untuk menentukan sikap, jika ia hanya diam, maka itu juga berarti kerelaannya!Angel yang sudah kenyang mengikuti kajian-kajian agama itu cukup mengerti akan hal itu. Maka, ia tak perlu bersuara untuk menyatakan kesediaannya. Akan tetapi, lihatlah di situ, ia menunduk, dan pelan-pelan mengang
Read more

Bab 206: Kisah Dari Pelarian

Bab 206: Kisah Dari Pelarian  “Kamu masih ingat aku, Mas?” Tanya wanita itu dengan suara dan bibirnya yang bergetar, dengan matanya yang berlinangan, dan dengan paras wajahnya yang mengurai kesedihan.Aku terkejut bukan kepalang. Sungguh aku tidak menyangka bahwa wanita yang telah aku lupakan ini akan hadir di hadapanku. Beberapa saat aku tercekat dan tak mampu bereaksi untuk menyambutnya secara wajar. Aku berdiam diri pada beberapa detik yang memberiku banyak pilihan. Mengusirnya? Atau menyambutnya? Mendampratnya? Atau menyanjungnya?Aku juga berpikir pada banyaknya skenario hidup yang bisa menunjukkan, dan membawa pula wanita ini datang ke rukoku. Bagaimana dia bisa tahu alamatku di sini? Lalu bagaimana pula dia mampu menebal-nebalkan mukanya supaya sanggup menahan coretan aib, bagaimana dia bisa memotong urat malu di lehernya dan bagaimana mungkin dia bisa sanggup untuk berdiri di hadapanku? Men
Read more

Bab 207: Gugur

Bab 207: Gugur  “Mas Joko, Pangeran Kodokku.., aku tidak tahu di mana kamu berada, dan aku tidak tahu sedikit pun kabar tentang kamu. Pastinya, aku terus saja memikirkan kamu setelah ibuku menceritakan kisah yang sebenarnya tentang kamu.”“Maafkan aku Mas Joko. Aku mohon, maafkanlah aku karena telah berusaha untuk membenci kamu. Kamu tahu kan, Mas, bahwa aku tak pernah berhasil melakukannya? Sumpah demi janin yang ada di rahimku ini, aku tak pernah berhasil membenci kamu. Yang ada adalah.., aku semakin rindu!”“Mas Joko.., cobaan datang silih berganti, seperti tidak mau berhenti. Hal-hal yang terjadi belakangan ini dalam kehidupanku benar-benar telah membuatku depresi. Terkait kamu, itu ada di sisi neraca hatiku yang berbeda dan betul, itu amat menyiksaku.””Kemudian terkait ibuku, itu benar-benar melahirkan semacam, atau sesuatu.., oh, apakah namanya perasaan ini? A
Read more

Bab 208: Kesempatan Kedua?

Bab 208: Kesempatan Kedua? “Maafkan aku, Mas.., aku mohooon.., maafkan aku..,”Tangisan yang mengiba, meratap lagi nestapa Resti ini, tidak bisa tidak, telah membuat hatiku bergetar! Aku tersentuh. Entah apakah ini kekuatan magis dari tangisan seorang wanita, aku pun terdiam menyimaknya, lalu menekur.Alam pikiranku kemudian terbang secepat peluru ke masa lalu. Tiba-tiba aku terkenang pada bagaimana dulu aku dan Resti bertemu, berkenalan, kemudian berpacaran, lalu.., huh! Aku menepis semua bayangan yang menggoda itu dengan menggeleng-gelengkan kepalaku.Demi Tuhan, aku tetap menghormati Tante Resmi yang di kesempatan ini pun tetap aku panggil dengan sebutan ‘mama’. Maka, maksud dari kata-kataku berikutnya bukanlah untuk membuat ia tersinggung ataupun sakit hati. Akan tetapi, lebih kepada menunjukkan betapa berlapang dadanya aku sebagai laki-laki.Terlebih dulu memandang wajah Tante Resmi, a
Read more

Bab 209: Mamah Papah

Bab 209: Mamah Papah  Sudah, sudah. Aku lupakan saja si Resti similikiti itu. Aku berharap, semoga dia mendapat pencerahan di dalam hidupnya, sekaligus menemukan mukanya yang dulu sempat hilang. Mohon maaf kalau aku menjadi sarkas. Aku menganggap ini sebagai reaksi psikologis yang normal sebagai korban yang telah disakiti. Mau bagaimana lagi? Aku bukan nabi, bukan orang suci, bukan pula begawan atau pertapa yang dilempar batu membalas dengan roti.Nah, hal yang selanjutnya harus aku pikirkan adalah bagaimana semestinya aku bersikap terhadap Menuk dan Yana? Bagaimana aku mengatakan kepada mereka berdua, bahwa aku tidak bisa menerima mereka? Apakah aku akan tega? Ini kali yang kedua lho!Beberapa hari kemudian.., ******** Sudah, sudah. Aku lupakan saja Menuk dan Yana itu. Ganjalan yang mengganjal perasaanku.., hemm, ganjalan yang mengganjal? Sepertinya kata itu memang su
Read more

Bab 210: Sampai Maut Memisahkan

Bab 210: Sampai Maut Memisahkan  Aku tidak sanggup membayangkan, kira-kira apa yang dirasakan oleh Menuk dan Yana setelah mengetahui story wa yang aku buat. Tidak lama setelah aku memposting foto tanganku dan tangan Angel yang sedang bergenggaman itu, mereka berdua segera mereaksi dengan pertanyaan-pertanyaan investigatif.“Itu tangan siapa, Ko?” Tanya Yana lewat pesan chatnya.“Siapa yang bertunangan, Mas?” Tanya Menuk pula.Aku membalas dengan jawaban yang jujur, sejujur-jujurnya. Setelah mengetahui jawaban dariku, mereka masih menanyakan lagi status keabsahan jawaban yang aku beri itu.“Serius?” Tanya Menuk.“Kamu bercanda ya?” Tanya Menuk pula.Maka, sembari menahan rasa ngilu di dalam hati, aku pun menceritakan sekilas kisah pertunanganku dengan Angel. Satu pesan aku kirim pada Menuk. Setelahnya, aku meng-copy pesan itu dan mengirimkannya pula pad
Read more
PREV
1
...
192021222324
DMCA.com Protection Status