Home / Fantasi / The Seven Phoenix Shards / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of The Seven Phoenix Shards : Chapter 1 - Chapter 10

100 Chapters

Ambisi

"Saya Achillio Isacco Bonaventura bersumpah akan menjaga kestabilan alam, dengan jiwa, dan seluruh darah yang saya miliki."Hari itu, pengangkatanku sebagai guardian—malaikat pelindung, atas perintah Dewa Naga berkepala tujuh, disaksikan oleh seluruh rakyat Sorcgard. Namun, aku tidak tahu harus bahagia atau bersedih, karena di hari yang selalu kutunggu itu, Allyn—saudari tiriku yang lebih tua lima tahun, juga diangkat menjadi pewaris tahta."Berhentilah bersikap seperti orang bodoh, Achilio!" Ratu Elena—ibu tiriku, setengah berbisik padaku. Wanita yang memakai gaun khas Kerajaan Sorcgard itu menatapku tajam. Kemudian, dia memberikan sebilah pedang di depanku.Aku pun mengambil pedang—pertanda bahwa seseorang telah resmi menjadi guardian, itu tanpa berkata apa pun pada Ratu Elena."Aku tidak akan membiarkanmu hidup lebih lama lagi," ucapku dalam hati. Seulas senyum sinis kutampilkan di depan wanita, yang mirip dengan mendiang Ratu Felicia—ibuku, itu.Suara riuh tepuk tangan memenuhi ru
Read more

Awal Dari Perubahan

Brak!Aku membanting pintu berlapis emas, seketika gema memenuhi seluruh ruang. Saat melangkah masuk, aku melihat seorang pria berkulit putih pucat, dengan tubuh terikat rantai besi. Ia memiliki mata merah gelap, dan taring tajam yang mencuat keluar."Aku telah menantikanmu selama delapan belas abad di sini, Achilio." Pria itu menatapku dengan sorot yang menakutkan. "Akhirnya, kamu datang menemuiku," lanjutnya kemudian."Dari mana kamu tau namaku?" Aku menghunuskan pedang ke lehernya. "Siapa sebenarnya kamu?"Pria itu terkekeh, lalu berkata, "Reinkarnasi telah menghilangkan ingatanmu, ya? Aku adalah Zay! Orang-orang menyebutku sebagai sang pembunuh hebat!" Sungguh, bertemu dengannya adalah sebuah keberuntungan! Dengan begitu, aku tidak perlu repot untuk mencarinya."Aku membutuhkan bantuanmu, Zay. Nanti, aku akan menceritakan semuanya padamu. Tolong, ikutlah denganku!" ucapku meminta padanya seraya menjauhkan pedang dari lehernya."Ya, aku akan menolongmu, Achilio. Tapi, setelah kamu
Read more

Bertemu Kembali

"Tolong, angkat aku menjadi muridmu, Tuan Lian!" Aku berlutut pada pertapa tua di depanku. Aku membaca selebaran tentang Tuan Lian—guru magic legendaris dari Middleside, di tiang Kota Wateras. Penduduk di sana seringkali membicarakan kehebatannya. Aku pun berniat untuk mempelajari kekuatan magic (kemampuan mengendalikan sihir), agar bisa mengalahkan Kaisar Harvey. "Jika bukan karena wajahmu yang tampan, aku tidak akan mau menjadi gurumu, Bocah ingusan!" Pria tua dengan rambut putih sepunggung itu berdiri, lalu menghujamkan sebuah pedang, yang memiliki simbol berwarna merah—pertanda diterimanya menjadi seorang murid, di hadapanku."Dih, guru yang aneh! Huh, di dunia ini seakan selalu mengedepankan fisik, dibandingkan hal lain!" ucapku menggerutu di dalam hati. Penduduk Wateras bilang, masuk perguruan itu sangatlah susah, karena Tuan Lian hanya akan memilih orang-orang hebat. Namun ternyata, jauh lebih mudah dari yang kubayangkan. Aku bersyukur bisa diterima menjadi muridnya tanpa se
Read more

Siapa pun Bisa Menjadi Pengkhianat

Sejak saat itu, aku melanjutkan perjalanan bersama Ratu Alea. Meskipun, aku tidak tahu, apakah dia punya rencana jahat atau tidak? Lima bulan sudah kami berdua memecahkan banyak misteri. Akhirnya, setengah surat ibu sudah dapat diterjemahkan. "Tersatunya tujuh kristal ... tingkatan tertinggi tidak akan mampu mengalahkannya. Jahat tidak selamanya jahat, dan baik tidak selamanya baik. Satu pesan terakhirku, tolong, jangan pernah berkorban nyawa lagi!" Tanganku menutup lembaran surat yang nampak usang itu, lalu menatap putus asa pada deru ombak.Dulu, aku sangat menginginkan kebahagiaan, dan kebebasan untuk melihat dunia luar. Namun, ayah selalu melarang dengan berbagai alasan. "Di luar sana tidak menerima orang lemah," ujarnya saat itu. Aku membatin, "Sekarang aku baru mengerti, ternyata dunia ini teramat menyakitkan untukku.""Kita telah sampai di Autofalor. Bersiaplah turun dari kapal, Pangeran!" Suara Ratu Alea menyadarkanku dari lamunan. Aku melirik wanita yang telah memakai juba
Read more

Era Kebangkitan

"Mereka telah tidur untuk selamanya, dan tidak akan pernah merasakan sakit lagi." Aku memandang gelapnya langit seraya mengutuk diri, atas kebodohan yang kulakukan.Empat hari sudah aku berkeliling, mencari jalan ke luar dari Hutan Ilusi. Namun, aku seakan hanya terus berputar, di antara rimbunnya pepohonan."Tolong! Siapa pun tolong aku di sini!" Daun kuning keemasan yang gugur terinjak-injak, ketika aku mencari asal sumber suara itu. Sesampainya di sana, aku melihat seekor serigala tengah terhimpit pohon pinus. Kudorong dahan besar itu dengan sekuat tenaga, lalu mengobati luka pada serigala malang itu. Pergelangan kaki hewan berbulu abu-abu itu, sepertinya mengalami cedera yang cukup serius. Ia mungkin tidak akan bisa berjalan untuk sementara waktu.Bulir-bulir air hujan mulai turun. Awan hitam di atas sana menghasilkan kilatan cahaya, yang terlihat seperti sebuah lecutan. Aku dengan cepat menggendongnya, sebelum cuaca ekstrem semakin mengganas.Ia berbisik, "Berjalanlah ke arah b
Read more

Argos

Seminggu setelah kejadian berdarah di Kerajaan Wolf (serigala), aku mulai bekerja sama dengan mereka—Austin dan Helcia, untuk mencari pecahan kristal phoenix. Austin—Raja Werewolf Alpha—pimpinan bangsa serigala, telah menjadi teman, dan bersedia memberikan pecahan ke-empat kepadaku. Sebelumnya, aku tidak menyangka dapat bekerja sama dengan Austin. Ya, pertemuan awal kami memang tidak berjalan baik. Serangan di gua hari itu, masih terukir jelas di ingatanku. Aku sangat berharap, kami dapat menjalin hubungan pertemanan, hingga kami sama-sama menikah, di suatu hari nanti.Mereka memberikan kesempatan kedua, dan aku telah berjanji untuk tidak menyia-nyiakannya. Ada banyak harapan besar yang belum terwujud. Semuanya seakan hanya bisa nyata di dalam mimpi. Darah keluarga murni Bonaventura yang telah berkorban, harus kubalas dengan cara mengalahkan Kaisar Harvey.Aku akan melakukan apa pun untuk meraih tujuanku. Baik itu pertarungan tanpa kemenangan, maupun pengorbanan tiada akhir. Bagaiman
Read more

Persiapan Perang

Kubuka mata dengan pelan. Kemudian, melihat ke sekeliling. Ruangan itu hanya diterangi oleh empat lilin, yang tinggal setengah lagi akan mencapai dasar candle holder. Lilin di atas meja itu ada di samping rak buku; beberapa buku tergeletak acak di lantai; Helcia nampak tertidur pulas di pinggir ranjangku. "Di mana aku? Kenapa aku ada di sini?" gumamku seorang diri. Aku bingung, karena itu bukan di Kerajaan Wolf. Seingatku, tidak ada ruangan berdinding batu bata dengan penerangan yang minim, di sana.Tempat itu sangat kecil. Beberapa alat perang seperti: pedang, tombak, dan busur panah, tertumpuk di antara buku-buku kuno. Beberapa sampul buku itu berwarna hijau, sepertinya berisi tentang pengendalian kekuatan alam. Semuanya terlihat berantakan; berbagai benda berserakan di mana-mana.Aku pernah membaca buku hijau itu di akademi. Kitab magic semacam itu, biasanya digunakan untuk setingkat elf dua—kekuatan peri yang bisa menyembuhkan dengan cepat, tetapi tidak berefek pada serangan mem
Read more

Dia Adalah Aku Di Masa Lalu

Pada pertengahan musim semi, peperangan itu pun akhirnya dimulai. Aku tidak tahu siapa, yang akan kalah dalam pertempuran besar itu. Semuanya terlihat sama-sama hebat dan tangguh. Sulit untuk menentukan pemenang, saat kekuatan itu imbang.Sekitar dua puluh langkah dari tempatku berdiri, pasukan Darkiles berbaris rapi dengan kapaknya. Mereka seakan siap membunuh bangsa wolf tanpa belas kasihan. Barisan bangsa vampir menjadi penyerang utama, lalu di belakangnya terdapat iblis-iblis yang memakai tameng."Celaka! Sepertinya tidak akan ada yang selamat dalam perang ini!" Aku menjerit di dalam hati.Rasa takut kian meningkat. Jika hanya mengandalkan tekad, kurasa kami tidak akan bisa menang. Pasukan mereka jauh lebih banyak, daripada kelompok bangsa serigala—pasukan Austin."Mereka mungkin pasukan yang terlihat kuat, tetapi kita mempunyai prinsip 'kalah sampai mati daripada tunduk pada Harvey'! Perang besar ini akan menjadi hadiah balas dendam, untuk masa sekarang, dan untuk kekalahan di ma
Read more

Akhir Dari Peperangan Besar

"Kamu telah dibutakan oleh cinta, Zay!" Aku melepaskan cekikan itu, dan mengibaskan pedang ke arahnya. "Jangan bodoh dalam bertindak hanya karena ambisi!""Padahal, kamu juga jatuh cinta dengan Felicia. Mirisnya, kamu malah menyia-nyiakan Alea yang paling mencintaimu. Nah, lebih bodoh mana? Aku atau kamu, Achilio?" Zay menghindar, dan menerjang perutku.Ingatan itu kembali terputar, kebersamaanku dengan Alea terekam berulang-ulang. Ya, Alea selalu ada saat aku membutuhkannya. Dia bukanlah seorang wanita, yang memiliki kegengsian setinggi langit seperti Felicia.Pernikahan yang menjadi impian terbesarnya, justru kuhancurkan di malam tragis itu. Ah, penyesalan selalu datang terlambat! Kenapa aku malah bunuh diri, dan membiarkannya menderita selama ini? Benar-benar perbuatan paling naif. Zay mungkin ada benarnya juga. Aku adalah pria terbodoh yang menyia-nyiakan ketulusan cinta, dari seorang wanita. Seharusnya, aku adalah salah satu orang paling beruntung di dunia, karena cinta sejati s
Read more

Kesalahan Yang Harus Dibayar

Aku terjatuh di sebuah tempat yang mirip dengan taman. Bunga kaca piring tampak berjajar rapi nan elok. Semuanya terlihat sangat asing. Tempat itu dikelilingi dinding penghalang yang sangat tinggi, dan beberapa cahaya bulat yang menggantung di tiang. Rumah besar yang ada di depan sana juga sangatlah aneh. Tidak jauh dari tempatku berdiri, terdapat sebuah kolam yang luas, dengan sepasang patung cupid—penghias halaman. Beberapa dedaunan terkumpul dalam benda kotak berwarna hijau. Ukiran tujuh naga yang melingkar di air mancur itu, mengingatkanku pada lambang milik Kerajaan Sorcgard.Prang!Sebuah patung kaca berbentuk cinta jatuh, dan pecah menjadi dua bagian. Karena sibuk memperhatikan lentera bersimbol phoenix di depanku, tanpa sengaja aku menjatuhkan hiasan kaca itu."Hei, lu apain patung kesayangan gue!?" Seorang wanita setinggi bahuku berjalan mendekat, dengan gaun birunya yang indah.Senyumanku terukir ketika melihatnya. Tanpa pikir panjang, aku merentangkan tangan lebar-lebar.
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status