Share

Era Kebangkitan

Author: Nona_El
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Mereka telah tidur untuk selamanya, dan tidak akan pernah merasakan sakit lagi." Aku memandang gelapnya langit seraya mengutuk diri, atas kebodohan yang kulakukan.

Empat hari sudah aku berkeliling, mencari jalan ke luar dari Hutan Ilusi. Namun, aku seakan hanya terus berputar, di antara rimbunnya pepohonan.

"Tolong! Siapa pun tolong aku di sini!"

Daun kuning keemasan yang gugur terinjak-injak, ketika aku mencari asal sumber suara itu. Sesampainya di sana, aku melihat seekor serigala tengah terhimpit pohon pinus.

Kudorong dahan besar itu dengan sekuat tenaga, lalu mengobati luka pada serigala malang itu. Pergelangan kaki hewan berbulu abu-abu itu, sepertinya mengalami cedera yang cukup serius. Ia mungkin tidak akan bisa berjalan untuk sementara waktu.

Bulir-bulir air hujan mulai turun. Awan hitam di atas sana menghasilkan kilatan cahaya, yang terlihat seperti sebuah lecutan. Aku dengan cepat menggendongnya, sebelum cuaca ekstrem semakin mengganas.

Ia berbisik, "Berjalanlah ke arah barat daya!"

Saat aku menoleh, ia telah berubah menjadi seorang wanita muda, yang sangat cantik.

Aku membatin, "Aku tidak menyangka akan bertemu dengan bangsa werewolf lagi." Rasa trauma setiap kali mengingat kejadian buruk di gua waktu itu, membuatku ragu untuk berbaik hati dengan bangsa serigala.

Atas instruksi yang ia berikan, kami akhirnya berteduh pada sebuah kerajaan yang telah runtuh. Sisi kanan istana itu penuh dengan tulang-belulang manusia. Tempat yang sangat misterius. Aku tidak tahu, jika di wilayah Autofalor ada kerajaan lain.

Dua minggu sudah kuhabiskan untuk merawat werewolf itu. Usahaku tidak sia-sia, kakinya sembuh, dan dapat berjalan seperti semula. Wanita serigala itu mengajariku kekuatan menstabilkan alam, sebagai bentuk balas budi.

Setiap malam tiba, aku selalu bermohon pada Dewa Naga—pemilik kekuatan paling tinggi yang sangat dihormati, untuk memberiku jalan ke luar dari tempat itu. Terjebak di hutan yang seakan memberikan candu untuk terus terpenjara, membuatku nekad untuk melakukan teknik peningkatan kekuatan secara paksa—menaikkan level magic dalam waktu yang sangat singkat.

Hanya itu satu-satunya jalan untuk membuka gerbang portal, yang bisa digunakan untuk bebas dengan cepat. Lagi pula, mungkin tidak ada jalan lain selain itu. Menghabiskan waktu berkeliling di tempat, yang menyesatkan juga akan membuang banyak waktu. Di samping itu, kristal phoenix harus kembali utuh, sebelum kekuatan kegelapan bangkit sepenuhnya.

Siang itu saat hujan gerimis melanda, aku datang untuk menemuinya. Dua hari sebelumnya, ia bilang ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting.

"Ada apa, Nona werewolf? Apa yang ingin kamu bicarakan?"

"Baiklah, aku yakin inilah saatnya kamu harus mengetahui segalanya. Ayo, ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu!" Wanita berambut pirang itu menggandeng tanganku, lalu mengajakku masuk ke dalam sebuah ruangan tanpa atap—sisi kiri reruntuhan istana.

Ia membawaku melihat sebuah lukisan anggota kerajaan. Pada lukisan itu, terdapat seorang pangeran yang sangat mirip denganku: manik abu-abu pekat bak kabut asap, rambut pirang yang bergelombang di bagian samping, dan rambut bagian bawah yang dipotong pendek. Dua orang yang ada di sampingnya juga seperti familiar.

"Siapa yang ada dilukisan ini?" tanyaku penasaran.

"Merekalah 'sang penakluk kegelapan' yang mengalahkan Kaisar Harvey. Aku, Austin, dan Sean adalah pahlawan perang." Wanita itu memegang pundakku, lalu tersenyum. Ya, senyum itu terlihat tidak asing.

"Di mana dua saudaramu sekarang?" Aku menatapnya. "Apakah mereka tinggal di sini?"

"Austin mendiami Blood Forest, dan menjadi Raja Wolf Alpha. Sedangkan Sean, dia bunuh diri. Oh iya, aku belum pernah mengatakan siapa namaku padamu. Aku adalah Putri Helcia yang terpenjara di Hutan Ilusi ini."

"Jadi, Helcia, kamu bisa membantuku mengalahkan Kaisar Harvey?" Aku menunggu jawabannya, menaruh harapan yang besar di sana.

"Ya, tentu saja bisa. Bahkan, aku tau di mana pecahan ke-empat berada. Sebelum itu, kamu harus membuka kunci portal terlebih dahulu, untuk dapat ke luar dari sini." Helcia berkata sambil melihat ke arah lain. Tidak lama setelahnya, dia pun berjalan ke luar ruangan.

Entah apa yang dipikirkan gadis berambut pendek itu. Mata ambernya—oranye kecoklatan, sebelumnya terlihat memerah. Apakah dia sengaja mengakhiri percakapan, agar bisa menghindari pertanyaan-pertanyaan dariku?

Aku yakin, Helcia sangat terluka, karena aku bertanya tentang masa lalunya. Ya, tidak ada yang lebih menyakitkan dari rasa trauma. Berpisah dan hidup tanpa saudara memang sangat menyedihkan.

Semenjak hari itu, aku semakin giat berlatih mengasah kemampuan portal. Sebenarnya, aku tidak terlalu yakin, kekuatan magic-ku akan cukup untuk melakukan transformasi. Namun, keadaan terus mendesak.

Aku gagal, dan terus gagal. Entah mengapa portalku selalu tidak bisa diaktifkan. Padahal, aku telah berusaha cukup keras menggunakan semua kekuatanku.

Musim gugur pun akhirnya tiba. Aku telah memasuki bulan ke-dua, setelah pengakuan identitas oleh Helcia, di hari itu. Setiap hari, aku seakan hanya berlatih hal yang sia-sia.

Helcia selalu menyemangati, meski aku terus-menerus mengalami kegagalan. Akhirnya, tiga hari sebelum musim gugur berakhir, aku berhasil membuka gerbang portalku.

*

"Jangan harap kamu bisa mengalahkanku, Achilio!" Austin berubah menjadi serigala yang buas, lalu menyerang secepat kilat. Aku tak menyangka, ternyata dia adalah wolf yang kutemui di gua waktu itu.

Serangan bertubi-tubi darinya, kuhindari dengan cepat. Ketika terdapat celah untuk berbicara, aku pun bertanya, "Kenapa kamu sangat membenci Zay, Austin?"

Akan tetapi, Austin tidak menjawab pertanyaanku. Duel yang kami lakukan sepertinya tidak akan berujung damai. Ingin rasanya mengakhiri semuanya dengan sekali tebasan, tetapi aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama—seperti di Hutan Ilusi.

"Wah, kamu begitu peduli padanya, ya!? Sayang sekali, itu tidak akan berarti apa-apa baginya!" Austin mencengkram kuat leherku, membuat nafasku tersengal-sengal.

"Ke ... kepedulian tidak mengharapkan timbal balik!" Aku mencoba melepaskan cengkraman itu dengan sekuat tenaga.

"Dialah yang membuat ibu meninggalkan ayah! Semuanya gara-gara dia ... perang berdarah, dan terbunuhnya saudaraku. Aku sangat membencinya!" Dia membanting tubuhku ke lantai, dan berhasil membuatku meringis kesakitan.

"Jika terus seperti ini, aku bisa terbunuh. Sedangkan, jika aku melakukan perlawanan, Austin pasti akan terluka. Di lain sisi, aku tidak mungkin membunuh saudara Helcia," pikirku dalam hati.

"Kenapa kamu juga harus mewarisi sifat seperti ibu? Rela memberikan semuanya hanya untuk vampir sialan itu!" Mata tajamnya membelalak, mendelik beringas.

"Sudah cukup, Kak!" Helcia menghalangi Austin yang hendak menerkamku.

"Dia tau Sean akan bereinkarnasi, karena dia bisa melihat masa depan. Sekarang sudah terlambat, Naga Matahari telah terbunuh. Dunia telah kehilangan cahaya ... para vampir kini bebas dari segelnya." Austin kembali berubah menjadi wujud manusia. Air mata tampak mengalir deras di pipinya.

"Belum sepenuhnya terlambat ... masih ada harapan. Kita bertiga akan mendapatkan semua pecahan itu sebelum mereka." Helcia membantuku berdiri. "Ini adalah era kebangkitan kita. Ayo, kita ulangi masa kejayaan seperti di masa lalu!"

Aku mengangguk pelan. "Austin, aku mohon, beri aku satu kesempatan lagi untuk merubah sejarah kelam ini. Aku bukanlah apa-apa, tanpa adanya kalian."

Pria itu mematung. Tampaknya dia sedang berpikir keras, untuk mencari keputusan yang tepat untuknya.

"Kak, dia berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua darimu." Helcia sepertinya mencoba untuk melelehkan kerasnya hati Austin. "Kepercayaan yang kita acuhkan selama ini, harus kita bayar, kan?"

Austin menghela napas panjang, sebelum akhirnya berkata, "Achilio, aku memaafkan kesalahanmu, baik di masa kini maupun di masa depan. Bergegaslah, karena kita akan segera menoreh tinta baru, di dalam sejarah revolusi!"

Related chapters

  • The Seven Phoenix Shards    Argos

    Seminggu setelah kejadian berdarah di Kerajaan Wolf (serigala), aku mulai bekerja sama dengan mereka—Austin dan Helcia, untuk mencari pecahan kristal phoenix. Austin—Raja Werewolf Alpha—pimpinan bangsa serigala, telah menjadi teman, dan bersedia memberikan pecahan ke-empat kepadaku. Sebelumnya, aku tidak menyangka dapat bekerja sama dengan Austin. Ya, pertemuan awal kami memang tidak berjalan baik. Serangan di gua hari itu, masih terukir jelas di ingatanku. Aku sangat berharap, kami dapat menjalin hubungan pertemanan, hingga kami sama-sama menikah, di suatu hari nanti.Mereka memberikan kesempatan kedua, dan aku telah berjanji untuk tidak menyia-nyiakannya. Ada banyak harapan besar yang belum terwujud. Semuanya seakan hanya bisa nyata di dalam mimpi. Darah keluarga murni Bonaventura yang telah berkorban, harus kubalas dengan cara mengalahkan Kaisar Harvey.Aku akan melakukan apa pun untuk meraih tujuanku. Baik itu pertarungan tanpa kemenangan, maupun pengorbanan tiada akhir. Bagaiman

  • The Seven Phoenix Shards    Persiapan Perang

    Kubuka mata dengan pelan. Kemudian, melihat ke sekeliling. Ruangan itu hanya diterangi oleh empat lilin, yang tinggal setengah lagi akan mencapai dasar candle holder. Lilin di atas meja itu ada di samping rak buku; beberapa buku tergeletak acak di lantai; Helcia nampak tertidur pulas di pinggir ranjangku. "Di mana aku? Kenapa aku ada di sini?" gumamku seorang diri. Aku bingung, karena itu bukan di Kerajaan Wolf. Seingatku, tidak ada ruangan berdinding batu bata dengan penerangan yang minim, di sana.Tempat itu sangat kecil. Beberapa alat perang seperti: pedang, tombak, dan busur panah, tertumpuk di antara buku-buku kuno. Beberapa sampul buku itu berwarna hijau, sepertinya berisi tentang pengendalian kekuatan alam. Semuanya terlihat berantakan; berbagai benda berserakan di mana-mana.Aku pernah membaca buku hijau itu di akademi. Kitab magic semacam itu, biasanya digunakan untuk setingkat elf dua—kekuatan peri yang bisa menyembuhkan dengan cepat, tetapi tidak berefek pada serangan mem

  • The Seven Phoenix Shards    Dia Adalah Aku Di Masa Lalu

    Pada pertengahan musim semi, peperangan itu pun akhirnya dimulai. Aku tidak tahu siapa, yang akan kalah dalam pertempuran besar itu. Semuanya terlihat sama-sama hebat dan tangguh. Sulit untuk menentukan pemenang, saat kekuatan itu imbang.Sekitar dua puluh langkah dari tempatku berdiri, pasukan Darkiles berbaris rapi dengan kapaknya. Mereka seakan siap membunuh bangsa wolf tanpa belas kasihan. Barisan bangsa vampir menjadi penyerang utama, lalu di belakangnya terdapat iblis-iblis yang memakai tameng."Celaka! Sepertinya tidak akan ada yang selamat dalam perang ini!" Aku menjerit di dalam hati.Rasa takut kian meningkat. Jika hanya mengandalkan tekad, kurasa kami tidak akan bisa menang. Pasukan mereka jauh lebih banyak, daripada kelompok bangsa serigala—pasukan Austin."Mereka mungkin pasukan yang terlihat kuat, tetapi kita mempunyai prinsip 'kalah sampai mati daripada tunduk pada Harvey'! Perang besar ini akan menjadi hadiah balas dendam, untuk masa sekarang, dan untuk kekalahan di ma

  • The Seven Phoenix Shards    Akhir Dari Peperangan Besar

    "Kamu telah dibutakan oleh cinta, Zay!" Aku melepaskan cekikan itu, dan mengibaskan pedang ke arahnya. "Jangan bodoh dalam bertindak hanya karena ambisi!""Padahal, kamu juga jatuh cinta dengan Felicia. Mirisnya, kamu malah menyia-nyiakan Alea yang paling mencintaimu. Nah, lebih bodoh mana? Aku atau kamu, Achilio?" Zay menghindar, dan menerjang perutku.Ingatan itu kembali terputar, kebersamaanku dengan Alea terekam berulang-ulang. Ya, Alea selalu ada saat aku membutuhkannya. Dia bukanlah seorang wanita, yang memiliki kegengsian setinggi langit seperti Felicia.Pernikahan yang menjadi impian terbesarnya, justru kuhancurkan di malam tragis itu. Ah, penyesalan selalu datang terlambat! Kenapa aku malah bunuh diri, dan membiarkannya menderita selama ini? Benar-benar perbuatan paling naif. Zay mungkin ada benarnya juga. Aku adalah pria terbodoh yang menyia-nyiakan ketulusan cinta, dari seorang wanita. Seharusnya, aku adalah salah satu orang paling beruntung di dunia, karena cinta sejati s

  • The Seven Phoenix Shards    Kesalahan Yang Harus Dibayar

    Aku terjatuh di sebuah tempat yang mirip dengan taman. Bunga kaca piring tampak berjajar rapi nan elok. Semuanya terlihat sangat asing. Tempat itu dikelilingi dinding penghalang yang sangat tinggi, dan beberapa cahaya bulat yang menggantung di tiang. Rumah besar yang ada di depan sana juga sangatlah aneh. Tidak jauh dari tempatku berdiri, terdapat sebuah kolam yang luas, dengan sepasang patung cupid—penghias halaman. Beberapa dedaunan terkumpul dalam benda kotak berwarna hijau. Ukiran tujuh naga yang melingkar di air mancur itu, mengingatkanku pada lambang milik Kerajaan Sorcgard.Prang!Sebuah patung kaca berbentuk cinta jatuh, dan pecah menjadi dua bagian. Karena sibuk memperhatikan lentera bersimbol phoenix di depanku, tanpa sengaja aku menjatuhkan hiasan kaca itu."Hei, lu apain patung kesayangan gue!?" Seorang wanita setinggi bahuku berjalan mendekat, dengan gaun birunya yang indah.Senyumanku terukir ketika melihatnya. Tanpa pikir panjang, aku merentangkan tangan lebar-lebar.

  • The Seven Phoenix Shards    Kutukan Kematian

    "Acara pernikahannya akan diadakan dua bulan lagi. Saya harap kalian bisa mempersiapkannya dengan baik." Lelaki yang memakai setelan hitam di depanku, menyilangkan tangannya; bahunya bersandar pada sofa."Kami sudah tau apa yang harus dilakukan, Ayah." Eunoia membawa beberapa berkas, lalu memberikannya padaku. "Achilio pasti akan menyelesaikan semuanya tepat waktu."Sejak acara makan malam dua minggu sebelumnya, aku telah diberikan kekuasaan atas Perusahaan SMM (Saint, Machine and Money)—pusat keuangan dan bisnis nomor satu di Scramble. Setiap hari, aku selalu disibukkan dengan layar monitor, dan tidak punya waktu untuk keluar mencari kristal.Beberapa hari belakangan, phoenix seringkali muncul dalam mimpiku. Kekhawatiran akan penyalahgunaan kristal, membuatku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bayang-bayang Kaisar Harvey, dan Ratu Elena seakan selalu memenuhi isi kepala. "Nyonya Sophia telah mengembuskan nafas terakhirnya," ucap Veronica—pelayan keluarga Selenic, lirih. Wanita seumura

  • The Seven Phoenix Shards    Sisi Gelap Keluarga Selenic

    Aku memasuki rumah bak istana, yang dipenuhi dengan barang mewah berharga fantastis. Eunoia dan mendiang Nyonya Sophia memiliki hobi yang sama, yaitu mengoleksi ribuan ornamen dari berlian. Setiap hari, koleksi itu bertambah satu per satu. Aku sering membantu Veronica membersihkan debu, pada benda-benda kesayangan Eunoia itu.Eunoia adalah seorang gadis yang berlimpah harta, dan reputasi yang tinggi. Hal itu membuatnya sangat dihormati banyak orang, termasuk diriku. Dia sepertinya memiliki kesamaan takdir dengan Alea, yang juga mempunyai kedudukan tertinggi di Middleside—ratu yang terkenal di tiga wilayah.Saat mencapai lantai tiga, dua puluh pembantu, lima orang supir, dan sepuluh bodyguard berbaris memenuhi ruangan itu. Aku mempercepat langkah untuk menemui Eunoia, melewati mereka yang terlalu hormat dengan keluarga Selenic.Jantungku berdebar kencang, tatkala melihat seluruh keluarga gadis yang kucintai itu, telah berkumpul di depan kamar Eunoia. Sial! Aku terlambat lagi!Aku henda

  • The Seven Phoenix Shards    Iblis Di Dalam Raga Eunoia

    Tiga hari setelah peristiwa itu, aku mulai mencari tahu diam-diam tentang keluarga Selenic. Berbagai kegiatan pengumpulan bukti, dan penyelidikan kulakukan demi menyelamatkan nyawa Eunoia. Mr. Robert mungkin termasuk sebagai pelaku utama. Di lain sisi, aku juga menaruh rasa curiga pada Nyonya Flora.Akan tetapi, semua itu masih tidak lebih dari asumsi belaka. Aku belum bisa menyimpulkan, siapa saja yang termasuk biang masalah di keluarga Selenic. Menyelidiki semuanya sendirian, memakan waktu yang cukup lama. Hasilnya juga belum tentu sesuai dengan harapan.Untuk saat itu, aku lebih memilih untuk fokus dalam tiga hal sekaligus. Pekerjaan multitasking yang kukerjakan tidaklah mudah. Waktuku habis untuk bekerja pada SSM, menyelidiki kasus Selenic, dan mencari keberadaan kristal phoenix. Ya, menjadi seseorang yang berguna memiliki konsekuensi tersendiri.Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, aku mulai menjaga jarak dengan Ayah Eunoia, serta anggota keluarga Selenic yang lainnya. Oran

Latest chapter

  • The Seven Phoenix Shards    Semoga Bahagia!

    Aku tersenyum manis, terpesona pada keahlian memasaknya. "Bagaimana kalo kita jalan-jalan minggu depan?" tawarku pada wanita yang sibuk menghitung takaran gula, di depan sana."Tumben ngajak jalan." Eunoia–yang mengenakan daster merah muda, tampak sibuk menyiapkan secangkir kopi hangat untukku. Toples kopi terlihat berantakan karenanya. Ya, namanya juga baru belajar masak, makanya seperti itu. Aku cukup memaklumi kondisinya–latar belakang sebagai orang kaya membuatnya manja.Kami berada di dapur berukuran luas, berdesain ala-ala restoran mahal. Sepertinya arsitek yang kurental tidak lagi memikirkan desainnya. Mereka selalu membuat ruangan luas di rumahku, dan itu bukan yang pertama kalinya. Untunglah, aku hanya perlu membayar, dan menikmati hasilnya. Lagian, menasehati mereka hanya membuang tenaga."Kamu nggak sibuk, kan? Lagian, jalan-jalannya di hari Minggu kok. Apa iya, kamu nggak bisa juga?" Aku menghentikan suapan nasi ke mulut. "Refreshing dong sekali-sekali juga." "Iya, boleh

  • The Seven Phoenix Shards    Reuni Para Pahlawan

    Sebuah meja makan yang di atasnya terdapat berbagai macam hidangan, tampak menggiurkan perut kosongku. Aku berdiri di antara orang-orang yang sibuk dengan santapannya. Memperhatikan mereka dengan tajam, sepertinya membuat Degree meningkatkan kewaspadaannya.Lampu kristal yang tergantung, di atas langit-langit ruangan interior klasik, terlihat begitu indah. Ada dua jenis kursi, yaitu sofa dengan bantalan empuk, dan kursi kayu berdesain batik. Lantai yang terbuat dari keramik mahal, membuat bibirku tak berhenti mengucapkan ketakjuban.Pandanganku berpindah ke sana kemari. Ya, ada seseorang yang ingin sekali kutemui. Sudah lama rasanya, semenjak peristiwa kehancuran alter ego. Rasa rindu ingin bertemu, dan bercengkerama memang ingin kulakukan, setelah lepas dari kesibukan menjadi seorang kepala negara.Masa jabatan yang baru setahun kujalani, dan masih terlalu cepat untuk lengser. Lagi pula, penduduk sudah memilih, dan mengembankan tugas penting itu padaku. Suatu amanah harus dilakukan,

  • The Seven Phoenix Shards    Kembalinya Kedamaian

    Apa yang telah berlalu, dijadikan sebagai pelajaran berharga. Aku menghirup udara segar Kota Scramble. Seluruh penduduk telah dibuat amnesia tentang kejadian di masa lalu. Biarlah, apa yang menjadi rahasia dunia, tetap seperti itu.Aku melepaskan jas hitam formal. Kemudian, meletakkannya di dekat meja kerja. Dokumen yang telah menumpuk seperti gunung kecil, kubiarkan saja. Menjadi pekerja keras, dan pemimpin Negara Erreala sungguh berat.Secangkir teh hangat dengan daun pandan yang dibentuk segi empat, kuminum perlahan. Menyeruput segelas teh adalah ketenangan yang sangat kurindukan. Di balik kaca, para karyawan muda tampak berlalu-lalang. Beberapa di antaranya saling bertegur sapa. Menu sarapan di pagi hari itu adalah telur dadar buatan Eunoia. Makanan yang dia buat sudah mampu menyaingi chef ternama, tetapi tidak dengan Sera.Hidup dengan bayangan masa lalu tidak akan habisnya. Aku mencoba untuk menjalani semuanya, tanpa adanya Aoi lagi. Kebisingan di istana kepresidenan sudah menj

  • The Seven Phoenix Shards    Menghancurkan Alter Ego

    "ini demi kebaikan semua orang, dan untuk dunia yang akan kembali utuh. Tolong aku, Saudaraku! Aku berjanji akan memberikan peluang padamu." Aku berlari cepat ke arah Dewa Naga berkepala tujuh. "Tidak. Jangan lakukan hal sebodoh itu, Yang Mulia!"Pantulan bayangan hitam yang menyerupai Naga Neraka–dalam sejarah Sorcgard disebut alter ego negatif (kepribadian ganda bersifat jahat), mendekat, lalu melahap Dewa Ergonza. Aku gemetar, tetapi tetap melangkah maju.Pedang di tangan kanan, dan tameng pelindung di tangan kiri. Aku menendang cermin perjanjian itu dengan tendangan maut. Berharap akan menjadi lebih baik. Namun, malah sebaliknya. Ya, semuanya telah terlambat.Dinding kebaikan antara jiwa-jiwa orang hidup, dan mati tengah mengalami kehancuran. Semua catatan batas kematian berterbangan ke mana-mana. Bola-bola kristal kematian pecah. Kekacauan di ruangan tanpa atap itu membuat telingaku berdenging. Berisik sekali. Gendang telingaku rasanya ingin pecah. Di hadapan, Dewa Naga telah b

  • The Seven Phoenix Shards    Sebelas VS Satu Kekuatan OP

    Sebuah kerajaan yang dibangun bertingkat-tingkat tampak berantakan. Semua pasukan Aksa–para ksatria titisan anak Dewa, berkumpul memadati api pengorbanan. Kejadian serupa pernah terjadi juga di masa lalu. Entah apa yang membuat mereka se-naif itu.Aku memerintahkan Nona Filia, untuk mendaratkan pesawat lima belas meter dari pusat istana. Mengingat kegentingan tengah terjadi, aku membagi tim menjadi dua kelompok.Satu kelompok terbagi menjadi lima anggota, kecuali tim dua. Ya, Harvey tidak mungkin berpisah denganku. Mereka–anggota Tim D yang lainnya, takut Harvey malah berkhianat di tengah jalan. Oleh karena itulah, aku selaku kapten memutuskan sendiri pembagian tim.Benteng besar dengan tumpukan bebatuan dari permata, menjulang tinggi bak gunung terbesar di Scramble–Gunung Zu. Pintu gerbang yang telah terbuka, memungkinkan kami masuk, tanpa harus memecahkan sandi.Peradaban kuno masih terikat dengan dinding-dinding Kerajaan Aksa. Tiga patung besar di masa Azo telah dihancurkan. Dulu,

  • The Seven Phoenix Shards    Setelah Kepergiannya

    "Ya, bisa dibilang, aku dapat berubah wujud menjadi apa saja, dan menyamarkan identitasku sebagai Dewi Phoenix."Kalimat itu memenuhi alam pikiranku. Setelah Degree memberitahukan segalanya padaku, barulah kesadaran mencintai dengan tulus itu timbul. Penyesalan memang selalu di akhir, itulah yang mereka katakan padaku.Dia yang sudah pergi meninggalkan, mungkinkah 'kan kembali? Dewi Phoenix ingin mewujudkan dunia yang adil, dan penuh dengan kebahagiaan. Namun, akulah yang menghanguskan segala asanya itu.Abu yang sudah tertiup angin, melayang entah ke mana. Aku kehilangan belahan jiwa, yang selama ini tidak pernah mengecap kata, "dihargai". Mencintainya adalah keterlambatan yang paling disesalkan.Kusandarkan kepala ke sebuah dinding beton–penghalang antara daratan dan lautan, yang ada di dekat tempat terakhir kepergiannya. Aku lelah menghadapi segala hal, yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Kewajiban yang telah kuambil, terucap sumpah, hingga jiwa menjadi saksinya, berat. Kejadia

  • The Seven Phoenix Shards    Permintaan Terakhir Aoi

    Perjuanganku selama ini tidak ada gunanya lagi. Aku menghancurkan semua benda yang ada di sekitar sana. Kemarahanku sudah tak bisa ditampung. Dalam satu kali semburan api, aku membakar seluruh sisi lapangan.Harvey mencoba menghentikan, tetapi kekuatanku jauh lebih besar. Hanya menggunakan satu persen magis, anak Dewa Naga itu tak kuasa menahannya. Portal pelindung tingkat tinggi yang dia bangun, kuhancurkan dengan satu kali pukulan.Magis sempurnaku telah bangkit kembali. Kekuatan keseimbangan alam yang bercampur, dengan kristal phoenix telah menguasai seluruh universe. Jentikan jariku bisa mengalahkan siapa pun. Aku tidak takut tewas, karena keabadian telah menjadi milik.Kehancuran akibat magis tingkat tinggiku, menghantarkan Tim Treize ke lokasi. Aku menerbangkan diri menggunakan sayap guardian. Kemudian, memasang garis pembatas, agar mereka tidak terlibat.Degree bersama Bibi Naya mencoba untuk menghancurkan dinding tebal itu. Namun, tentu saja tidak akan bisa. Kekuatan rendahan

  • The Seven Phoenix Shards    Kristal Phoenix

    Kristal phoenix berhasil ditemukan. Nenek itu sangat baik hati, karena menyerahkan benda itu padaku. Aku bersama dengan Calvin berhasil mempersingkat kultivasi sempurna, hanya dalam dua hari. Kemajuan yang sangat luar biasa, bukan?Keberangkatan kami menuju Kota Linear membutuhkan waktu sekitar lima jam. Perjalanan termakan lama, lantaran macet di ibu kota. Setelah diceramahi oleh Calvin, aku kembali sadar tentang satu hal, yaitu bukan tentang bagaimana menjadi seorang guardian sejati, tetapi proses perjuangan selama ini.Aku membuka layar ponsel. Pesan di SC tampak menumpuk. Ada sekitar lima ribu chat dari gabungan grub, dan chatting personal. Tidak. Bukan itu yang kucari. Beberapa hari sebelumnya, sebuah nomor yang tidak dikenal memberikanku pesan bertuliskan,"Temui aku sendirian, Azo. Mari selesaikan ini tanpa menggunakan kekuatan sedikit pun. Aku berjanji tidak akan bertarung dengan curang. Kali ini, jika aku menang, maka kau harus bersumpah untuk membunuh dirimu sendiri. Tapi ji

  • The Seven Phoenix Shards    Salah Orang

    Sudah tiga hari aku gelisah. Tubuhku panas dingin. Kepalaku ingin pecah dari tempurung tengkorak. Sebuah pedang yang menancap di atas televisi, tidak bisa ditarik. Berat."Sebenarnya, apa sih, isi kotak kayu itu? Kok pedangku nggak bisa menembusnya, ya?" gumamku seorang diri, sambil memutari televisi yang sudah gosong itu. Di malam sebelum kejadian itu, aku sibuk menonton acara kesayangan—film romantis. Film yang berjudul, "Onze hope for your enemy", karya sutradara terkenal di Linear, memang patut diberi rate seribu dari per sepuluh. Film yang bercerita tentang kehidupan asmara Ceyda–seorang gadis remaja broken home, menuai banyak respon positif dari fansnya. Pertemuan Ceyda dengan seorang pria dingin–Atan, adalah kisah paling unik sepanjang sejarah. Tisuku habis hanya untuk menyeka air mata yang jatuh, ketika menyaksikan film itu di layar televisi.Dua jam setelahnya, aku memutuskan untuk tidur. Lamaran pekerjaanku menjadi asisten lab telah disetujui Tuan Clay—kepala laboratorium

DMCA.com Protection Status