Seminggu setelah kejadian berdarah di Kerajaan Wolf (serigala), aku mulai bekerja sama dengan mereka—Austin dan Helcia, untuk mencari pecahan kristal phoenix. Austin—Raja Werewolf Alpha—pimpinan bangsa serigala, telah menjadi teman, dan bersedia memberikan pecahan ke-empat kepadaku.
Sebelumnya, aku tidak menyangka dapat bekerja sama dengan Austin. Ya, pertemuan awal kami memang tidak berjalan baik. Serangan di gua hari itu, masih terukir jelas di ingatanku. Aku sangat berharap, kami dapat menjalin hubungan pertemanan, hingga kami sama-sama menikah, di suatu hari nanti.Mereka memberikan kesempatan kedua, dan aku telah berjanji untuk tidak menyia-nyiakannya. Ada banyak harapan besar yang belum terwujud. Semuanya seakan hanya bisa nyata di dalam mimpi. Darah keluarga murni Bonaventura yang telah berkorban, harus kubalas dengan cara mengalahkan Kaisar Harvey.Aku akan melakukan apa pun untuk meraih tujuanku. Baik itu pertarungan tanpa kemenangan, maupun pengorbanan tiada akhir. Bagaimana pun akhirnya, aku harus menjadi raja di Kerajaan Sorcgard, yang didirikan oleh para leluhur sebelum Raja Eric—ayahku, memerintah.Ayah mungkin tidak memilihku untuk naik tahta, lantaran magic Allyn lebih kuat. Namun, aku yakin ayah salah dalam memilih penerus. Banyak hak yang telah direnggut oleh saudari tiriku itu. Aku tidak bisa memberikannya lebih banyak peluang lagi."Kita telah sampai di Argos, Achilio, Kak Austin. Pecahan ke-lima harusnya ada di sekitar sini." Helcia membaca peta, untuk memastikan keakuratan wilayah itu.Aku melihat Daerah Argos—sarang iblis di wilayah pertengahan Darkiles, dari atas tebing. Wilayah itu terlihat sangat gersang. Di sana hanya di tumbuhi kaktus, dan semak belukar. Karena wilayah yang biasanya gelap, sinar rembulan adalah hal yang langka. Malam itu, bulan purnama di atas sana seakan bekerja sama."Gunakan kekuatan apimu, Achilio!" Austin berdiri di sampingku, bersamaan dengan Helcia.Aku mengeluarkan api biru di telapak tanganku, dan menerangi kegelapan sepanjang ngarai—yang minim cahaya—sinar bulan tidak mampu menembus kegelapan di sana. Kami menuju benteng milik bangsa iblis bawah—tangan kanan Kaisar Harvey."Aku ingin 'kau menyerahkan serpihan itu pada kami, Raja Cylnoz," ucap Helcia meminta pada iblis raksasa di depan kami."Hahaha. Apa aku tidak salah dengar? Apakah kalian sedang mengemis pada iblis?" Raja Cylnoz menyilangkan kakinya. Kemudian, dia meneguk segelas anggur, yang telah disediakan oleh pelayannya."Bukan mengemis. Kami hanya ingin meminta pertolongan. Ya, hanya itu," ujarku seraya menatap mata merah iblis itu dengan tajam."Aku dengar, manusia itu makhluk yang lebih tinggi daripada kami. Namun, ketika ada keinginan yang tidak bisa tercapai, mereka justru akan menurunkan harga diri pada bangsa iblis. Kalian benar-benar sangat menjijikkan!" Raja Cylnoz mengundang tawa pasukan iblis, yang berbaris rapi di belakang kami.Penolakan serta penghinaan dari raja iblis bawah itu, membuat kami bertarung melawannya. Ribuan pasukan iblis abadi menyerang dengan satu serbuan, sedangkan kami hanya mengandalkan tekad."Kita akan kehabisan energi, jika terus melawan mereka!" Austin menghabisi para iblis dengan cakar tajamnya. "Lakukan sesuatu atau setidaknya pikirkan suatu rencana, Achilio!""Aku sedang mencobanya, Austin!" timpalku tidak kalah kerasnya.Aku berusaha berpikir keras untuk menemukan solusi. Namun, tiba-tiba iblis raksasa dari arah kiri datang, dan menghempas tubuhku ke tanah.Brak!"Aku akan mempercepat kematian keduamu, Reinkarnasi Sean!" Iblis itu mengayunkan kapaknya. Kilauan benda tajam itu membuatku bergidik. Rasanya keringat mengalir deras di dahiku."Aku tidak akan pernah mati lagi, Iblis menyebalkan! Jadi, jangan terlalu berharap lebih pada ekspektasi bodohmu itu!" Aku menahan benda tajam itu dengan pedangku. Celaka! Iblis itu ternyata lebih kuat dari pemikiranku sebelumnya."Sepertinya kau cukup yakin dengan ucapan payahmu itu, Pangeran Sorcgard. Tapi sangat disayangkan, akulah yang akan membunuhmu, sebelum kau bertemu lagi dengan Kaisar Harvey. Musnahlah dari dunia ini, Guardian!""Aku ... aku tidak akan kalah di sini! Apa pun yang terjadi, aku akan menang dengan caraku sendiri!" Aku berteriak dengan sangat keras, hingga menggema ke seluruh sisi benteng.Tiba-tiba, sesuatu yang aneh terjadi. Pedangku mengeluarkan cahaya seperti di dalam mimpi. Kilauan itu membentuk seekor phoenix raksasa. Burung api keemasan itu melahap semua iblis, dan menghancurkan benteng mereka. Tak lama setelahnya, ia masuk kembali ke dalam pedang.Aku berusaha untuk mengingat semuanya dengan jelas. Namun, peristiwa saat itu terjadi dengan sangat cepat—tidak dapat dihitung dengan satuan waktu. Seakan baru berkedip, semuanya telah usai."Sang phoenix telah bangun dari tidur panjangnya. Bagaimana bisa kamu memanggilnya?" Austin menatapku seakan tak percaya."Apa yang sebenarnya telah terjadi, Kak?" Helcia menghampiri kami. "Achilio, katakan sesuatu padaku!""Aku bisa merasakan keberadaan Sean yang sedang melindungi kita, Helcia. Kita masih beruntung, karena masih diberikan hidup yang lebih panjang." Austin memungut pecahan ke-lima di dekatnya, dan memberikan benda itu padaku.Tempat itu seakan hangus begitu saja. Ya, tidak ada yang tersisa dari iblis-iblis sombong itu. Aku menoleh ke sekeliling, tetapi semuanya masih tetap terlihat sama. Tidak ada siapa pun di sana, selain kami."Terima ka ...." Ucapanku terpotong, ketika pecahan ke-lima mendadak bercahaya. Setelah itu, aku merasakan sakit yang teramat, ketika memegangnya. Perlahan-lahan, pandanganku pun memudar."Achilio!" Teriakan mereka sayup-sayup menghilang, di tengah kegelapan.*Gerbang yang dipenuhi dengan ribuan tombak emas, singgasana dari permata biru, dan lukisan diriku yang terpajang di atasnya. Tempat itu sangat mewah, dengan tujuh tangga indah yang melingkar ke atas. Aku tidak tahu sedang berada di kerajaan mana. Semuanya terlihat sangat asing."Kenapa aku ada di sini? Apa yang sebenarnya telah terjadi? Di mana Helcia dan Austin?" Aku bertanya-tanya di dalam hati.Tujuh patung naga raksasa menghiasi tujuh pilar. Aku berjalan mengitari luasnya istana berlantaikan kaca itu. Di bawah sana, hanya diselimuti awan putih yang sangat tebal. Langkahku terhenti ketika sayup-sayup suara mulai muncul, di seberang sana."Kamu memiliki kekuatan yang sangat sempurna, melebihi Sang Dewa Naga berkepala tujuh, Reinkarnasi Sean. Semua ingatan itu akan segera kembali. Malaikat pelindung yang ditunggu-tunggu, akhirnya berdiri tegap dengan keadilan di tangannya." Suara itu terdengar menggema, memekakkan telingaku."Si ... siapa kamu?" Aku mencoba untuk mencari keberadaan orang itu. Namun, aku tidak kunjung menemukannya."Kamu tidak perlu tau tentang siapa, dan dari mana asalku, Guardian. Ada kalanya, kamu lebih baik tidak mengetahui segalanya. Aku telah memilihmu, Achilio, dan tidak semua orang dapat menempati posisimu itu. Jangan pernah menyia-nyiakan hidupmu lagi!" Sosok bayangan merah itu mendekat. Entah dari mana asalnya, ia datang secara tiba-tiba."Jangan pernah mendekatiku!" Aku memperingatkannya. Namun sepertinya, apa pun yang kukatakan, itu tidak akan menghentikan langkahnya."Takdir yang datang, tidak bisa terelakkan lagi. Kamu tetaplah guardian, dan kamu harus menepati sumpah yang pernah kamu ucapkan." Bayangan itu menarik tanganku, lalu mengalirkan cahaya merah terang ke sekeliling tubuhku."A apa yang akan kamu lakukan padaku? Lepaskan aku!" Aku memberontak sekuat tenaga. Namun, apa yang kulakukan sepertinya tidak lebih dari, menguras energi secara sia-sia.Genggamannya semakin kuat. "Aku akan memberikan separuh kekuatanku, untuk menemani perjalanan panjangmu, Achilio. Satu hal lagi, aku bukanlah orang jahat seperti mereka, yang pernah mengkhianatimu. Ingatlah aku selalu di setiap hembusan napasmu, Guardian!""Hentikan!" Aku berteriak saat merasakan panas, yang membakar sekujur tubuh. Aliran cahaya itu benar-benar sangat menyiksa.Kubuka mata dengan pelan. Kemudian, melihat ke sekeliling. Ruangan itu hanya diterangi oleh empat lilin, yang tinggal setengah lagi akan mencapai dasar candle holder. Lilin di atas meja itu ada di samping rak buku; beberapa buku tergeletak acak di lantai; Helcia nampak tertidur pulas di pinggir ranjangku. "Di mana aku? Kenapa aku ada di sini?" gumamku seorang diri. Aku bingung, karena itu bukan di Kerajaan Wolf. Seingatku, tidak ada ruangan berdinding batu bata dengan penerangan yang minim, di sana.Tempat itu sangat kecil. Beberapa alat perang seperti: pedang, tombak, dan busur panah, tertumpuk di antara buku-buku kuno. Beberapa sampul buku itu berwarna hijau, sepertinya berisi tentang pengendalian kekuatan alam. Semuanya terlihat berantakan; berbagai benda berserakan di mana-mana.Aku pernah membaca buku hijau itu di akademi. Kitab magic semacam itu, biasanya digunakan untuk setingkat elf dua—kekuatan peri yang bisa menyembuhkan dengan cepat, tetapi tidak berefek pada serangan mem
Pada pertengahan musim semi, peperangan itu pun akhirnya dimulai. Aku tidak tahu siapa, yang akan kalah dalam pertempuran besar itu. Semuanya terlihat sama-sama hebat dan tangguh. Sulit untuk menentukan pemenang, saat kekuatan itu imbang.Sekitar dua puluh langkah dari tempatku berdiri, pasukan Darkiles berbaris rapi dengan kapaknya. Mereka seakan siap membunuh bangsa wolf tanpa belas kasihan. Barisan bangsa vampir menjadi penyerang utama, lalu di belakangnya terdapat iblis-iblis yang memakai tameng."Celaka! Sepertinya tidak akan ada yang selamat dalam perang ini!" Aku menjerit di dalam hati.Rasa takut kian meningkat. Jika hanya mengandalkan tekad, kurasa kami tidak akan bisa menang. Pasukan mereka jauh lebih banyak, daripada kelompok bangsa serigala—pasukan Austin."Mereka mungkin pasukan yang terlihat kuat, tetapi kita mempunyai prinsip 'kalah sampai mati daripada tunduk pada Harvey'! Perang besar ini akan menjadi hadiah balas dendam, untuk masa sekarang, dan untuk kekalahan di ma
"Kamu telah dibutakan oleh cinta, Zay!" Aku melepaskan cekikan itu, dan mengibaskan pedang ke arahnya. "Jangan bodoh dalam bertindak hanya karena ambisi!""Padahal, kamu juga jatuh cinta dengan Felicia. Mirisnya, kamu malah menyia-nyiakan Alea yang paling mencintaimu. Nah, lebih bodoh mana? Aku atau kamu, Achilio?" Zay menghindar, dan menerjang perutku.Ingatan itu kembali terputar, kebersamaanku dengan Alea terekam berulang-ulang. Ya, Alea selalu ada saat aku membutuhkannya. Dia bukanlah seorang wanita, yang memiliki kegengsian setinggi langit seperti Felicia.Pernikahan yang menjadi impian terbesarnya, justru kuhancurkan di malam tragis itu. Ah, penyesalan selalu datang terlambat! Kenapa aku malah bunuh diri, dan membiarkannya menderita selama ini? Benar-benar perbuatan paling naif. Zay mungkin ada benarnya juga. Aku adalah pria terbodoh yang menyia-nyiakan ketulusan cinta, dari seorang wanita. Seharusnya, aku adalah salah satu orang paling beruntung di dunia, karena cinta sejati s
Aku terjatuh di sebuah tempat yang mirip dengan taman. Bunga kaca piring tampak berjajar rapi nan elok. Semuanya terlihat sangat asing. Tempat itu dikelilingi dinding penghalang yang sangat tinggi, dan beberapa cahaya bulat yang menggantung di tiang. Rumah besar yang ada di depan sana juga sangatlah aneh. Tidak jauh dari tempatku berdiri, terdapat sebuah kolam yang luas, dengan sepasang patung cupid—penghias halaman. Beberapa dedaunan terkumpul dalam benda kotak berwarna hijau. Ukiran tujuh naga yang melingkar di air mancur itu, mengingatkanku pada lambang milik Kerajaan Sorcgard.Prang!Sebuah patung kaca berbentuk cinta jatuh, dan pecah menjadi dua bagian. Karena sibuk memperhatikan lentera bersimbol phoenix di depanku, tanpa sengaja aku menjatuhkan hiasan kaca itu."Hei, lu apain patung kesayangan gue!?" Seorang wanita setinggi bahuku berjalan mendekat, dengan gaun birunya yang indah.Senyumanku terukir ketika melihatnya. Tanpa pikir panjang, aku merentangkan tangan lebar-lebar.
"Acara pernikahannya akan diadakan dua bulan lagi. Saya harap kalian bisa mempersiapkannya dengan baik." Lelaki yang memakai setelan hitam di depanku, menyilangkan tangannya; bahunya bersandar pada sofa."Kami sudah tau apa yang harus dilakukan, Ayah." Eunoia membawa beberapa berkas, lalu memberikannya padaku. "Achilio pasti akan menyelesaikan semuanya tepat waktu."Sejak acara makan malam dua minggu sebelumnya, aku telah diberikan kekuasaan atas Perusahaan SMM (Saint, Machine and Money)—pusat keuangan dan bisnis nomor satu di Scramble. Setiap hari, aku selalu disibukkan dengan layar monitor, dan tidak punya waktu untuk keluar mencari kristal.Beberapa hari belakangan, phoenix seringkali muncul dalam mimpiku. Kekhawatiran akan penyalahgunaan kristal, membuatku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bayang-bayang Kaisar Harvey, dan Ratu Elena seakan selalu memenuhi isi kepala. "Nyonya Sophia telah mengembuskan nafas terakhirnya," ucap Veronica—pelayan keluarga Selenic, lirih. Wanita seumura
Aku memasuki rumah bak istana, yang dipenuhi dengan barang mewah berharga fantastis. Eunoia dan mendiang Nyonya Sophia memiliki hobi yang sama, yaitu mengoleksi ribuan ornamen dari berlian. Setiap hari, koleksi itu bertambah satu per satu. Aku sering membantu Veronica membersihkan debu, pada benda-benda kesayangan Eunoia itu.Eunoia adalah seorang gadis yang berlimpah harta, dan reputasi yang tinggi. Hal itu membuatnya sangat dihormati banyak orang, termasuk diriku. Dia sepertinya memiliki kesamaan takdir dengan Alea, yang juga mempunyai kedudukan tertinggi di Middleside—ratu yang terkenal di tiga wilayah.Saat mencapai lantai tiga, dua puluh pembantu, lima orang supir, dan sepuluh bodyguard berbaris memenuhi ruangan itu. Aku mempercepat langkah untuk menemui Eunoia, melewati mereka yang terlalu hormat dengan keluarga Selenic.Jantungku berdebar kencang, tatkala melihat seluruh keluarga gadis yang kucintai itu, telah berkumpul di depan kamar Eunoia. Sial! Aku terlambat lagi!Aku henda
Tiga hari setelah peristiwa itu, aku mulai mencari tahu diam-diam tentang keluarga Selenic. Berbagai kegiatan pengumpulan bukti, dan penyelidikan kulakukan demi menyelamatkan nyawa Eunoia. Mr. Robert mungkin termasuk sebagai pelaku utama. Di lain sisi, aku juga menaruh rasa curiga pada Nyonya Flora.Akan tetapi, semua itu masih tidak lebih dari asumsi belaka. Aku belum bisa menyimpulkan, siapa saja yang termasuk biang masalah di keluarga Selenic. Menyelidiki semuanya sendirian, memakan waktu yang cukup lama. Hasilnya juga belum tentu sesuai dengan harapan.Untuk saat itu, aku lebih memilih untuk fokus dalam tiga hal sekaligus. Pekerjaan multitasking yang kukerjakan tidaklah mudah. Waktuku habis untuk bekerja pada SSM, menyelidiki kasus Selenic, dan mencari keberadaan kristal phoenix. Ya, menjadi seseorang yang berguna memiliki konsekuensi tersendiri.Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, aku mulai menjaga jarak dengan Ayah Eunoia, serta anggota keluarga Selenic yang lainnya. Oran
Satu bulan setelahnya, aku disibukkan dengan penyelidikan, untuk mencari tahu tentang sisi gelap keluarga Selenic. Silsilah keluarga yang kutemukan pada album mereka menunjukkan bahwa, hampir tidak ada sosok "suami" di pohon keluarga. Cabang akar nenek moyang Selenic juga, hanya dipimpin oleh seorang wanita. Terkecuali Nyonya Jane—Tante Eunoia yang menghadiri pesta malam itu, dan Nyonya Flora yang memiliki pendamping hidup."Kenapa mereka tidak memiliki kakek moyang?" ucapku bertanya-tanya dalam hati.Eunoia tidak mungkin berbohong tentang sejarah, dan legenda di Scramble. Namun, itu tidak menutup kemungkinan bahwa, dia bisa saja melakukannya. Semakin lama, semuanya terasa semakin membingungkan. Hipotesis pertamaku menyatakan bahwa, keluarga Selenic adalah golongan penyihir hitam. Dalam legenda Sorcgard, pernah kutemukan sebuah fakta bahwa, mereka tidak bisa keluar di siang hari, dan sangat membenci lelaki. Namun, golongan magic tertinggi itu sudah lama punah, karena peperangan besar
Aku tersenyum manis, terpesona pada keahlian memasaknya. "Bagaimana kalo kita jalan-jalan minggu depan?" tawarku pada wanita yang sibuk menghitung takaran gula, di depan sana."Tumben ngajak jalan." Eunoia–yang mengenakan daster merah muda, tampak sibuk menyiapkan secangkir kopi hangat untukku. Toples kopi terlihat berantakan karenanya. Ya, namanya juga baru belajar masak, makanya seperti itu. Aku cukup memaklumi kondisinya–latar belakang sebagai orang kaya membuatnya manja.Kami berada di dapur berukuran luas, berdesain ala-ala restoran mahal. Sepertinya arsitek yang kurental tidak lagi memikirkan desainnya. Mereka selalu membuat ruangan luas di rumahku, dan itu bukan yang pertama kalinya. Untunglah, aku hanya perlu membayar, dan menikmati hasilnya. Lagian, menasehati mereka hanya membuang tenaga."Kamu nggak sibuk, kan? Lagian, jalan-jalannya di hari Minggu kok. Apa iya, kamu nggak bisa juga?" Aku menghentikan suapan nasi ke mulut. "Refreshing dong sekali-sekali juga." "Iya, boleh
Sebuah meja makan yang di atasnya terdapat berbagai macam hidangan, tampak menggiurkan perut kosongku. Aku berdiri di antara orang-orang yang sibuk dengan santapannya. Memperhatikan mereka dengan tajam, sepertinya membuat Degree meningkatkan kewaspadaannya.Lampu kristal yang tergantung, di atas langit-langit ruangan interior klasik, terlihat begitu indah. Ada dua jenis kursi, yaitu sofa dengan bantalan empuk, dan kursi kayu berdesain batik. Lantai yang terbuat dari keramik mahal, membuat bibirku tak berhenti mengucapkan ketakjuban.Pandanganku berpindah ke sana kemari. Ya, ada seseorang yang ingin sekali kutemui. Sudah lama rasanya, semenjak peristiwa kehancuran alter ego. Rasa rindu ingin bertemu, dan bercengkerama memang ingin kulakukan, setelah lepas dari kesibukan menjadi seorang kepala negara.Masa jabatan yang baru setahun kujalani, dan masih terlalu cepat untuk lengser. Lagi pula, penduduk sudah memilih, dan mengembankan tugas penting itu padaku. Suatu amanah harus dilakukan,
Apa yang telah berlalu, dijadikan sebagai pelajaran berharga. Aku menghirup udara segar Kota Scramble. Seluruh penduduk telah dibuat amnesia tentang kejadian di masa lalu. Biarlah, apa yang menjadi rahasia dunia, tetap seperti itu.Aku melepaskan jas hitam formal. Kemudian, meletakkannya di dekat meja kerja. Dokumen yang telah menumpuk seperti gunung kecil, kubiarkan saja. Menjadi pekerja keras, dan pemimpin Negara Erreala sungguh berat.Secangkir teh hangat dengan daun pandan yang dibentuk segi empat, kuminum perlahan. Menyeruput segelas teh adalah ketenangan yang sangat kurindukan. Di balik kaca, para karyawan muda tampak berlalu-lalang. Beberapa di antaranya saling bertegur sapa. Menu sarapan di pagi hari itu adalah telur dadar buatan Eunoia. Makanan yang dia buat sudah mampu menyaingi chef ternama, tetapi tidak dengan Sera.Hidup dengan bayangan masa lalu tidak akan habisnya. Aku mencoba untuk menjalani semuanya, tanpa adanya Aoi lagi. Kebisingan di istana kepresidenan sudah menj
"ini demi kebaikan semua orang, dan untuk dunia yang akan kembali utuh. Tolong aku, Saudaraku! Aku berjanji akan memberikan peluang padamu." Aku berlari cepat ke arah Dewa Naga berkepala tujuh. "Tidak. Jangan lakukan hal sebodoh itu, Yang Mulia!"Pantulan bayangan hitam yang menyerupai Naga Neraka–dalam sejarah Sorcgard disebut alter ego negatif (kepribadian ganda bersifat jahat), mendekat, lalu melahap Dewa Ergonza. Aku gemetar, tetapi tetap melangkah maju.Pedang di tangan kanan, dan tameng pelindung di tangan kiri. Aku menendang cermin perjanjian itu dengan tendangan maut. Berharap akan menjadi lebih baik. Namun, malah sebaliknya. Ya, semuanya telah terlambat.Dinding kebaikan antara jiwa-jiwa orang hidup, dan mati tengah mengalami kehancuran. Semua catatan batas kematian berterbangan ke mana-mana. Bola-bola kristal kematian pecah. Kekacauan di ruangan tanpa atap itu membuat telingaku berdenging. Berisik sekali. Gendang telingaku rasanya ingin pecah. Di hadapan, Dewa Naga telah b
Sebuah kerajaan yang dibangun bertingkat-tingkat tampak berantakan. Semua pasukan Aksa–para ksatria titisan anak Dewa, berkumpul memadati api pengorbanan. Kejadian serupa pernah terjadi juga di masa lalu. Entah apa yang membuat mereka se-naif itu.Aku memerintahkan Nona Filia, untuk mendaratkan pesawat lima belas meter dari pusat istana. Mengingat kegentingan tengah terjadi, aku membagi tim menjadi dua kelompok.Satu kelompok terbagi menjadi lima anggota, kecuali tim dua. Ya, Harvey tidak mungkin berpisah denganku. Mereka–anggota Tim D yang lainnya, takut Harvey malah berkhianat di tengah jalan. Oleh karena itulah, aku selaku kapten memutuskan sendiri pembagian tim.Benteng besar dengan tumpukan bebatuan dari permata, menjulang tinggi bak gunung terbesar di Scramble–Gunung Zu. Pintu gerbang yang telah terbuka, memungkinkan kami masuk, tanpa harus memecahkan sandi.Peradaban kuno masih terikat dengan dinding-dinding Kerajaan Aksa. Tiga patung besar di masa Azo telah dihancurkan. Dulu,
"Ya, bisa dibilang, aku dapat berubah wujud menjadi apa saja, dan menyamarkan identitasku sebagai Dewi Phoenix."Kalimat itu memenuhi alam pikiranku. Setelah Degree memberitahukan segalanya padaku, barulah kesadaran mencintai dengan tulus itu timbul. Penyesalan memang selalu di akhir, itulah yang mereka katakan padaku.Dia yang sudah pergi meninggalkan, mungkinkah 'kan kembali? Dewi Phoenix ingin mewujudkan dunia yang adil, dan penuh dengan kebahagiaan. Namun, akulah yang menghanguskan segala asanya itu.Abu yang sudah tertiup angin, melayang entah ke mana. Aku kehilangan belahan jiwa, yang selama ini tidak pernah mengecap kata, "dihargai". Mencintainya adalah keterlambatan yang paling disesalkan.Kusandarkan kepala ke sebuah dinding beton–penghalang antara daratan dan lautan, yang ada di dekat tempat terakhir kepergiannya. Aku lelah menghadapi segala hal, yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Kewajiban yang telah kuambil, terucap sumpah, hingga jiwa menjadi saksinya, berat. Kejadia
Perjuanganku selama ini tidak ada gunanya lagi. Aku menghancurkan semua benda yang ada di sekitar sana. Kemarahanku sudah tak bisa ditampung. Dalam satu kali semburan api, aku membakar seluruh sisi lapangan.Harvey mencoba menghentikan, tetapi kekuatanku jauh lebih besar. Hanya menggunakan satu persen magis, anak Dewa Naga itu tak kuasa menahannya. Portal pelindung tingkat tinggi yang dia bangun, kuhancurkan dengan satu kali pukulan.Magis sempurnaku telah bangkit kembali. Kekuatan keseimbangan alam yang bercampur, dengan kristal phoenix telah menguasai seluruh universe. Jentikan jariku bisa mengalahkan siapa pun. Aku tidak takut tewas, karena keabadian telah menjadi milik.Kehancuran akibat magis tingkat tinggiku, menghantarkan Tim Treize ke lokasi. Aku menerbangkan diri menggunakan sayap guardian. Kemudian, memasang garis pembatas, agar mereka tidak terlibat.Degree bersama Bibi Naya mencoba untuk menghancurkan dinding tebal itu. Namun, tentu saja tidak akan bisa. Kekuatan rendahan
Kristal phoenix berhasil ditemukan. Nenek itu sangat baik hati, karena menyerahkan benda itu padaku. Aku bersama dengan Calvin berhasil mempersingkat kultivasi sempurna, hanya dalam dua hari. Kemajuan yang sangat luar biasa, bukan?Keberangkatan kami menuju Kota Linear membutuhkan waktu sekitar lima jam. Perjalanan termakan lama, lantaran macet di ibu kota. Setelah diceramahi oleh Calvin, aku kembali sadar tentang satu hal, yaitu bukan tentang bagaimana menjadi seorang guardian sejati, tetapi proses perjuangan selama ini.Aku membuka layar ponsel. Pesan di SC tampak menumpuk. Ada sekitar lima ribu chat dari gabungan grub, dan chatting personal. Tidak. Bukan itu yang kucari. Beberapa hari sebelumnya, sebuah nomor yang tidak dikenal memberikanku pesan bertuliskan,"Temui aku sendirian, Azo. Mari selesaikan ini tanpa menggunakan kekuatan sedikit pun. Aku berjanji tidak akan bertarung dengan curang. Kali ini, jika aku menang, maka kau harus bersumpah untuk membunuh dirimu sendiri. Tapi ji
Sudah tiga hari aku gelisah. Tubuhku panas dingin. Kepalaku ingin pecah dari tempurung tengkorak. Sebuah pedang yang menancap di atas televisi, tidak bisa ditarik. Berat."Sebenarnya, apa sih, isi kotak kayu itu? Kok pedangku nggak bisa menembusnya, ya?" gumamku seorang diri, sambil memutari televisi yang sudah gosong itu. Di malam sebelum kejadian itu, aku sibuk menonton acara kesayangan—film romantis. Film yang berjudul, "Onze hope for your enemy", karya sutradara terkenal di Linear, memang patut diberi rate seribu dari per sepuluh. Film yang bercerita tentang kehidupan asmara Ceyda–seorang gadis remaja broken home, menuai banyak respon positif dari fansnya. Pertemuan Ceyda dengan seorang pria dingin–Atan, adalah kisah paling unik sepanjang sejarah. Tisuku habis hanya untuk menyeka air mata yang jatuh, ketika menyaksikan film itu di layar televisi.Dua jam setelahnya, aku memutuskan untuk tidur. Lamaran pekerjaanku menjadi asisten lab telah disetujui Tuan Clay—kepala laboratorium