Home / Pendekar / Legenda Pendekar Buruk Rupa / Kabanata 71 - Kabanata 80

Lahat ng Kabanata ng Legenda Pendekar Buruk Rupa: Kabanata 71 - Kabanata 80

158 Kabanata

71. Dendam Penghalang

Pasukan Tanaka dan Bimala kini telah tiba di dekat air tejun itu. Roh Panglima dan tentara dari bangsa dedemitnya tampak berbaris rapi di atas kuda masing-masing, begitu pun pasukan Dewi Air air di belakang Bimala.Seketika cahaya terang benderang muncul di atas permukaan aliran air terjun terjun itu. Tanaka heran, siapa yang datang itu. Tak lama kemuidan cahaya itu mewujud menjadi Dewi Air yang cantik jelita. Roh Panglima gemetar melihatnya. Dia pernah memerangi Dewi itu saat menjadi Panglima tertinggi di kerajaan Iblis dulu. Begitupun para tentara dedemitnya, mereka semua ketakutan, teringat di hari yang paling menyedihkan itu.“Jangan takut padaku,” ucap Dewi Air pada Roh Panglima dan tentaranya. Dia tahu isi hati makhluk-makhluk itu.Roh Panglima dan tentara dedemitnya pun menunduk, tak berani menatap wajah cantiknya. Sementara Tanaka dan Bimala terdiam menatapnya. Bimala menunggu apa yang ingin disampaikan Dewi Air padanya.Dewi Air pun menatap Bimala dengan lekat.“Masih ada den
Magbasa pa

72. Pedang Itu Kembali

Sementara itu, Pedang Perak Cahaya Merah yang sedang dipegang Putra Mahkota itu tiba-tiba mengambang ke atas kepalanya. Putra Mahkota heran melihatnya.“Apa yang sedang terjadi? Apa Bimala berhasil menarik kembali benda pusaka itu?” tanya Putra Mahkota dalam hatinya.Tak lama kemudian Putra Mahkota tidak melihat lagi dinding pembatas tak terlihat di atas langit istana. Dia tampak terkejut dan terbelalak melihatnya.“Kenapa ini bisa terjadi?”Seketika Pedang Perak Cahaya Merah itu melesat jauh ke atas langit. Benda pusaka itu pergi meninggalkannya. Putra Mahkota hanya bisa ternganga melihatnya. Dia tahu tak akan bisa mengejar benda pusaka itu. Dia pernah melakukannya dan tidak dapat mengejarnya. Yang hanya bisa dia lakukan hanya menatap para prajuritnya.“Jaga ketat istana ini!” teriak Putra Mahkota.Sekarang dia semakin khawatir jika pasukan Bimala dan Tanaka akan kembali ke istana dan menyerang mereka.Sementara itu, seketika Pedang Perak Cahaya Merah itu melesat menuju air terjun. B
Magbasa pa

73. Pertemuan

Prajurit itu datang menghadap Raja Tala dengan gemetar ketakutan.“Ampun, Yang Mulia. Pasukan Iblis itu kembali datang dan sekarang Putra Mahkota sedang bertarung melawan pimpinan tentara iblis itu,” ucap Prajurit itu.Raja Tala terbelalak mendengarnya. Dia pun bergegas pergi menuju gerbang istana. Sesampainya dia di atas benteng istana itu, dia terbelalak melihat lelaki buruk rupa yang tengah bertarung dengan Putra Mahkota. Dia terkejut saat melihat kalung yang digunakan Tanaka mirip dengan kalung yang digunakan Putra Mahkota. Hanya Putra Mahkota yang dapat mengenakan kalung seperti itu.“Apakah dia masih hidup? Apakah pejabat istana menyembunyikannya dariku bahwa anak buruk rupa itu masih hidup?” ucap Raja Tala dengan geramnya.Tanaka pun berhasil mendendang perut Putra Mahkota hingga dia tersungkur ke atas tanah. Tanaka berdiri dengan geramnya. Roh Panglima dan tentara dedemitnya masih menunggu di atas kuda masing-masing. Mereka menunggu perintah Tanaka.Tanaka terdiam saat menatap
Magbasa pa

74. Pertarungan Besar

Kini, Tanaka dan Putra Mahkota sedang bertarung di hadapan gerbang istana itu. Mereka terlihat memiliki kekuatan yang sama. Tanaka dengan golok hitamnya, sementara Putra Mahkota dengan pedangnya. Golok dan pedang itu beradu mengeluarkan suara nyaring. Mereka berdua terbang di atas dua kubu prajurit yang sedang bertarung di bawahnya. Prajurit kerajaan Tala dengan tentara Iblis yang dikomandoi Roh Panglimanya.Putra Mahkota tampak terdesak dan terdorong ke belakang karena tidak kuat lagi menahan serangan golok hitam dari tangan Tanaka. Kesempatan itu digunakan Tanaka untuk menendang perut Putra Mahkota hingga dia tersungkur ke belakang lalu terjatuh di tengah-tengah dua kubu yang bertarung itu. Saat Roh Panglima hendak menusukkan pedang kepada Putra Mahkota, tiba-tiba cahaya di tubuh Putra Mahkota keluar hingga membuat Roh Panglima terpental dan beberapa prajurit yang sedang bertarung di sekitarnya juga ikut terpantal jauh.Raja Tala tampak terbelalak melihatnya.“Bagaimana Putra Mahkot
Magbasa pa

75. Pengembaraan Selanjutnya

Raja Tala tersungkur dengan pedang menancap di punggungnya. Semua orang terbelalak melihatnya. Saat itu juga Sang Ratu mencabut kembali pedang itu dengan penuh amarah.“Sekarang aku yang berkuasa!” teriak Sang Ratu pada para prajuritnya yang terdiam itu. “Aku tengah mengandung anak dari Yang Mulia Raja! Kalian semua harus tunduk padaku dan hentikan peperangan ini!”“Ampun, Yang Mulia!” teriak semua prajuritnya.Para prajurit itu langsung berlutut di tempat masing-masing sambil menghadap Sang Ratu. Pasukan Roh Panglima pun terdiam.Saat itu terjadi, Sang Ratu melempar pedangnya lalu berjalan dengan air mata ke arah Tanaka. Bimala dan Minun berdiri diam memandanginya. Dia tak percaya kalau Sang Ratu akan membunuh Sang Raja.“Anakku!” ucap Sang Ratu sambil berjalan menuju Tanaka.Tanaka bangkit dengan lemah. Luka di tangannya masih mengeluarkan darah. Tanaka pun tak tahan menahan air matanya. Dia pun berjalan mendekati Sang Ratu. Saat mereka sudah dekat, Sang Ratu langsung memeluk Tanaka
Magbasa pa

76. Kapal Setan

Tanaka dan Roh Panglima pun memacukan kuda hitamnya menembus hutan menuju pelabuhan. Kepala kuda yang ditunggangi mereka tampak mengeluarkan kobaran api. Siapapun yang melihat mereka, semua langsung berlutut dan memberi hormat pada Tanaka. Mereka sudah tahu bahwa lelaki buruk rupa itu adalah Putra Mahkota yang sengaja meninggalkan istana.“Tuanku yakin ingin bertarung dengan Yang Mulia Baluku?” tanya Roh Panglima sekali lagi.“Jangan membuatku ragu!” bentak Tanaka. “Aku harus melepaskan kutukan itu.”“Apa Tuan ingin berubah menjadi tampan?” tanya Roh Panglima.“Kau pikir karena itu aku melakukan semuanya? Aku melakukan ini demi ibu dan adikku yang sedang dikandungnya, juga demi kerajaanku. Jika pun aku tak dapat berubah setelah berhasil membunuh Baluku, itu tidak masalah bagiku!”Roh Panglima pun terdiam. Mereka akhirnya kembali fokus memacukan kuda masing-masing. Setelah tiba di pelabuhan, mereka turun dari kuda masing-masing, lalu berdiri menatap lautan di hadapannya. Di tangannya p
Magbasa pa

77. Samudera

Tanaka sudah berdiri di atas kapal layar itu. Dia memperhatikan lautan di hadapannya. Langit tampak cerah. Awan-awannya membetuk gumpalan kapas. Di punggungnya Golok Hitam dan Pedang Perak Cahaya Merah.Nahkoda itu mendekat ke Roh Panglima. Dia pensaran kenapa mereka hendak membunuh Baluku, padahal dialah yang memberi kekuatan pada Pemuda Buruk Rupa itu.“Apa yang membuat Tuan ingin membunuh Yang Mulia Baluku?” bisik Nahkoda itu pada Roh Panglima.“Kau tak pantas bertanya begitu padaku,” jawab Roh Panglima dengan geram.“Memangnya kenapa, Tuanku. Aku ini hambamu. Aku setia padamu, seperti kesetiaanmu pada manusia itu,” protes Nahkoda itu.“Jika sekarang aku menyuruhmu terjun dari atas kapal layar ini, apakah kau akan menuruti perintahku?”“Tentu, meskipun itu tanpa alasan, Tuanku. Bagaimana aku bisa keluar dari kuasamu, jika nyawaku sudah berada di dalam genggamanmu. Darahku telah kujadikan sebagai saksi sumpahku untuk mengikutimu dan setia padamu, begitupun dengan para tentaramu yang
Magbasa pa

78. Negeri Makhluk Raksasa

Pedang Perak Cahaya Merah itu melesat sempurna. Bimala yang masih duduk di depan air terjun itu tanpa terkejut melihat sebuah cahaya yang terang benderang. Saat dia menangkap bahwa itu Pedang Perak Cahaya Merah miliknya, Bimala langsung melompat lalu menangkap benda pusaka itu dan mendarat kembali ke atas batu.Bimala memandangi benda pusaka itu dengan lekat. Wajahnya tampak sedih.“Maafkan aku Tanaka,” gumam Bimala.Seketika Dewi Air muncul kembali di atas air terjun itu.“Sekarang jagalah benda pusaka itu. Kelak benda pusaka itu akan dimiliki Chandaka Uddhiharta yang diutus para Dewa. Mungkin akan dilahirkan seratus tahun lagi. Aku sudah melihat pemuda yang akan mendapatkan itu, dia berasal dari Nusantara, negeri keluarga angkat Tanaka. Dia pincang tapi rupawan. Kelak benda pusaka itu akan tiba ke Nusantara dengan caranya. Sekarang, kau harus menggunakannya untuk menjaga negeri Manggala dari keangkara murkaan para Iblis itu,” ucap Dewi Air padanya.“Baik, Maha Dewi.”Dewi Air pun ke
Magbasa pa

79. Babatama

Kapal layar itupun mengarungi samudera dengan cepat. Tanaka berpegangan ke tiang layar dengan kuat. Angin menyapu rambutnya.“Parak awakku! Kerahkan seluruh kemampuan kalian!” teriak Sang Nahkoda itu. “Kita akan menuju negeri Babatama! Negeri yang hanya bisa dilihat oleh makhluk seperti kita!”“Apa aku tidak bisa melihat negeri itu?!” tanya Tanaka dengan heran. “Kalau aku tidak dapat melihatnya, kenapa aku harus pergi ke negeri itu?!”“Tidak, Tuanku!” jawab Roh Panglima. “Engkau dapat melihat negeri itu dan makhluk di dalamnya. Engkau telah mendapatkan kekuatan dari Baluku. Manusia manapun yang dapat melihat kekuatan dari Baluku, dia akan dapat memilhat sebuah alam yang tidak dapat dilihat oleh manusia biasa!”“Kalau begitu, kenapa Sang Nahkoda bicara begitu?!” tanya Tanaka dengan geram sambil melihat ke arah Sang Nahkoda.Sang Nahkoda itu tampak ketakutan.“Ampun, Tuanku! Tadi aku belum selesai bicara! Aku ingin mengatakan kecuali Tuan Tanaka. Aku ingin mengatakan seperti yang Roh Pa
Magbasa pa

80. Burung Raksasa

“Tuan Tanaka! Bagunlah!”Tanaka terbangun saat mendengar teriakan Roh Panglima di luar kamarnya.“Ada apa?” tanya Tanaka lalu duduk dengan mengantuk di sisi kasurnya. Dia masih berada di dalam perut kapal itu.“Sebentar lagi kita akan sampai!” jawab Roh Panglima.Tanaka terkejut mendengar itu. Dia pun bergegas turun dari atas kasur lalu berjalan menuju pintu. Saat berhasil membuka pintu, dia melihat ruangan di dalam perut kapal itu tampak terang terkena sorot matahari dari celah tangga di atas sana.“Apakah kabutnya sudah menghilang?” tanya Tanaka dengan penasaran.“Iya, Tuanku. Sekarang negeri Babatama sudah terlihat di ujung sana. Ayo segera ke atas. Kita akan tiba,” ajak Roh Panglima.Tanaka pun bergegas naik ke atas kapal, diikuti oleh Roh Panglima. Matanya terbelalak ketika melihat di hadapannya tampak daratan luas yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa. Mereka bagai seekor semut yang berada di atas daun di pinggir sungai.“Apakah kita mengecil?” tanya Tanaka tak percaya.“Bukan kita
Magbasa pa
PREV
1
...
678910
...
16
DMCA.com Protection Status