Share

74. Pertarungan Besar

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kini, Tanaka dan Putra Mahkota sedang bertarung di hadapan gerbang istana itu. Mereka terlihat memiliki kekuatan yang sama. Tanaka dengan golok hitamnya, sementara Putra Mahkota dengan pedangnya. Golok dan pedang itu beradu mengeluarkan suara nyaring. Mereka berdua terbang di atas dua kubu prajurit yang sedang bertarung di bawahnya. Prajurit kerajaan Tala dengan tentara Iblis yang dikomandoi Roh Panglimanya.

Putra Mahkota tampak terdesak dan terdorong ke belakang karena tidak kuat lagi menahan serangan golok hitam dari tangan Tanaka. Kesempatan itu digunakan Tanaka untuk menendang perut Putra Mahkota hingga dia tersungkur ke belakang lalu terjatuh di tengah-tengah dua kubu yang bertarung itu. Saat Roh Panglima hendak menusukkan pedang kepada Putra Mahkota, tiba-tiba cahaya di tubuh Putra Mahkota keluar hingga membuat Roh Panglima terpental dan beberapa prajurit yang sedang bertarung di sekitarnya juga ikut terpantal jauh.

Raja Tala tampak terbelalak melihatnya.

“Bagaimana Putra Mahkot
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   75. Pengembaraan Selanjutnya

    Raja Tala tersungkur dengan pedang menancap di punggungnya. Semua orang terbelalak melihatnya. Saat itu juga Sang Ratu mencabut kembali pedang itu dengan penuh amarah.“Sekarang aku yang berkuasa!” teriak Sang Ratu pada para prajuritnya yang terdiam itu. “Aku tengah mengandung anak dari Yang Mulia Raja! Kalian semua harus tunduk padaku dan hentikan peperangan ini!”“Ampun, Yang Mulia!” teriak semua prajuritnya.Para prajurit itu langsung berlutut di tempat masing-masing sambil menghadap Sang Ratu. Pasukan Roh Panglima pun terdiam.Saat itu terjadi, Sang Ratu melempar pedangnya lalu berjalan dengan air mata ke arah Tanaka. Bimala dan Minun berdiri diam memandanginya. Dia tak percaya kalau Sang Ratu akan membunuh Sang Raja.“Anakku!” ucap Sang Ratu sambil berjalan menuju Tanaka.Tanaka bangkit dengan lemah. Luka di tangannya masih mengeluarkan darah. Tanaka pun tak tahan menahan air matanya. Dia pun berjalan mendekati Sang Ratu. Saat mereka sudah dekat, Sang Ratu langsung memeluk Tanaka

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   76. Kapal Setan

    Tanaka dan Roh Panglima pun memacukan kuda hitamnya menembus hutan menuju pelabuhan. Kepala kuda yang ditunggangi mereka tampak mengeluarkan kobaran api. Siapapun yang melihat mereka, semua langsung berlutut dan memberi hormat pada Tanaka. Mereka sudah tahu bahwa lelaki buruk rupa itu adalah Putra Mahkota yang sengaja meninggalkan istana.“Tuanku yakin ingin bertarung dengan Yang Mulia Baluku?” tanya Roh Panglima sekali lagi.“Jangan membuatku ragu!” bentak Tanaka. “Aku harus melepaskan kutukan itu.”“Apa Tuan ingin berubah menjadi tampan?” tanya Roh Panglima.“Kau pikir karena itu aku melakukan semuanya? Aku melakukan ini demi ibu dan adikku yang sedang dikandungnya, juga demi kerajaanku. Jika pun aku tak dapat berubah setelah berhasil membunuh Baluku, itu tidak masalah bagiku!”Roh Panglima pun terdiam. Mereka akhirnya kembali fokus memacukan kuda masing-masing. Setelah tiba di pelabuhan, mereka turun dari kuda masing-masing, lalu berdiri menatap lautan di hadapannya. Di tangannya p

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   77. Samudera

    Tanaka sudah berdiri di atas kapal layar itu. Dia memperhatikan lautan di hadapannya. Langit tampak cerah. Awan-awannya membetuk gumpalan kapas. Di punggungnya Golok Hitam dan Pedang Perak Cahaya Merah.Nahkoda itu mendekat ke Roh Panglima. Dia pensaran kenapa mereka hendak membunuh Baluku, padahal dialah yang memberi kekuatan pada Pemuda Buruk Rupa itu.“Apa yang membuat Tuan ingin membunuh Yang Mulia Baluku?” bisik Nahkoda itu pada Roh Panglima.“Kau tak pantas bertanya begitu padaku,” jawab Roh Panglima dengan geram.“Memangnya kenapa, Tuanku. Aku ini hambamu. Aku setia padamu, seperti kesetiaanmu pada manusia itu,” protes Nahkoda itu.“Jika sekarang aku menyuruhmu terjun dari atas kapal layar ini, apakah kau akan menuruti perintahku?”“Tentu, meskipun itu tanpa alasan, Tuanku. Bagaimana aku bisa keluar dari kuasamu, jika nyawaku sudah berada di dalam genggamanmu. Darahku telah kujadikan sebagai saksi sumpahku untuk mengikutimu dan setia padamu, begitupun dengan para tentaramu yang

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   78. Negeri Makhluk Raksasa

    Pedang Perak Cahaya Merah itu melesat sempurna. Bimala yang masih duduk di depan air terjun itu tanpa terkejut melihat sebuah cahaya yang terang benderang. Saat dia menangkap bahwa itu Pedang Perak Cahaya Merah miliknya, Bimala langsung melompat lalu menangkap benda pusaka itu dan mendarat kembali ke atas batu.Bimala memandangi benda pusaka itu dengan lekat. Wajahnya tampak sedih.“Maafkan aku Tanaka,” gumam Bimala.Seketika Dewi Air muncul kembali di atas air terjun itu.“Sekarang jagalah benda pusaka itu. Kelak benda pusaka itu akan dimiliki Chandaka Uddhiharta yang diutus para Dewa. Mungkin akan dilahirkan seratus tahun lagi. Aku sudah melihat pemuda yang akan mendapatkan itu, dia berasal dari Nusantara, negeri keluarga angkat Tanaka. Dia pincang tapi rupawan. Kelak benda pusaka itu akan tiba ke Nusantara dengan caranya. Sekarang, kau harus menggunakannya untuk menjaga negeri Manggala dari keangkara murkaan para Iblis itu,” ucap Dewi Air padanya.“Baik, Maha Dewi.”Dewi Air pun ke

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   79. Babatama

    Kapal layar itupun mengarungi samudera dengan cepat. Tanaka berpegangan ke tiang layar dengan kuat. Angin menyapu rambutnya.“Parak awakku! Kerahkan seluruh kemampuan kalian!” teriak Sang Nahkoda itu. “Kita akan menuju negeri Babatama! Negeri yang hanya bisa dilihat oleh makhluk seperti kita!”“Apa aku tidak bisa melihat negeri itu?!” tanya Tanaka dengan heran. “Kalau aku tidak dapat melihatnya, kenapa aku harus pergi ke negeri itu?!”“Tidak, Tuanku!” jawab Roh Panglima. “Engkau dapat melihat negeri itu dan makhluk di dalamnya. Engkau telah mendapatkan kekuatan dari Baluku. Manusia manapun yang dapat melihat kekuatan dari Baluku, dia akan dapat memilhat sebuah alam yang tidak dapat dilihat oleh manusia biasa!”“Kalau begitu, kenapa Sang Nahkoda bicara begitu?!” tanya Tanaka dengan geram sambil melihat ke arah Sang Nahkoda.Sang Nahkoda itu tampak ketakutan.“Ampun, Tuanku! Tadi aku belum selesai bicara! Aku ingin mengatakan kecuali Tuan Tanaka. Aku ingin mengatakan seperti yang Roh Pa

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   80. Burung Raksasa

    “Tuan Tanaka! Bagunlah!”Tanaka terbangun saat mendengar teriakan Roh Panglima di luar kamarnya.“Ada apa?” tanya Tanaka lalu duduk dengan mengantuk di sisi kasurnya. Dia masih berada di dalam perut kapal itu.“Sebentar lagi kita akan sampai!” jawab Roh Panglima.Tanaka terkejut mendengar itu. Dia pun bergegas turun dari atas kasur lalu berjalan menuju pintu. Saat berhasil membuka pintu, dia melihat ruangan di dalam perut kapal itu tampak terang terkena sorot matahari dari celah tangga di atas sana.“Apakah kabutnya sudah menghilang?” tanya Tanaka dengan penasaran.“Iya, Tuanku. Sekarang negeri Babatama sudah terlihat di ujung sana. Ayo segera ke atas. Kita akan tiba,” ajak Roh Panglima.Tanaka pun bergegas naik ke atas kapal, diikuti oleh Roh Panglima. Matanya terbelalak ketika melihat di hadapannya tampak daratan luas yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa. Mereka bagai seekor semut yang berada di atas daun di pinggir sungai.“Apakah kita mengecil?” tanya Tanaka tak percaya.“Bukan kita

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   81. Daun Raksasa

    Bimala tampak terbangun di dalam kamarnya. Dia sekilas bermimpi melihat Tanaka diserang makhluk-makhluk raksasa. Sesaat kemudian pelayannya datang dengan heran melihat Tuannya terbangun tengah malam begitu.“Apa ada sesuatu yang bisa hamba bantu, Nona,” tawar pelayannya.Bimala duduk di tepi kasur dengan gelisah.“Tidak,” jawab Bimala.Pelayan itu lalu mengangguk, kemudian pergi dari sana. Bimala tampak memikirkan Tanaka, tanpa Pedang Perak Cahaya Merah itu pasti sangat kesusahan melawan Baluku.“Aku harus membantu Tanaka,” gumam Bimala.Bimala pun akhirnya berkemas dan bersiap pergi dari istana itu. Dia keluar dari kamarnya lalu berpesan pada prajurit penjaga dan pelayan di sana untuk menyampaikan kepada Sang Ratu bahwa dia harus pergi membantu Tanaka. Dia ingin menemui langsung Sang Ratu, namun di tengah malam begitu, itu pasti menganggunya, apalagi Sang Ratu tengah hamil tua. Dia butuh istirahat yang cukup.Akhirnya Bimala memacukan kudanya. Dia kembali ke mata air untuk pergi ke n

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   82. Alam Keabadian

    “Kalian siapa?” tanya yang paling tinggi dari kelima manusia itu pada Tanaka, Roh Panglima dan Jabali.“Kalian yang siapa?” tanya balik Tanaka. “Kenapa kalian ada di alam ini?”Kelima manusia itu saling menatap dengan bingung. Lalu yang paling tinggi dan paling kurus itu mendekat ke Tanaka.“Namaku, Tasir,” jawabnya. “Kami tersesat di negeri ini sudah sepuluh tahun lamanya dan kami belum menemukan jalan untuk kembali.”Tanaka, Roh Panglima dan Jabali terbelalak mendengarnya.“Apa tujuan kalian ke sini?” tanya Tanaka sekali lagi.Tasir dan keempat temannya kembali saling menatap dengan bingung. Sepertinya mereka tidak ingin menceritakan alasan sesungguhnya mereka terjebak ke sana pada Tanaka.“Jika ingin tahu ceritanya, ikutlah ke markas kami. Di sini tidak aman, kalian akan dimakan binatang raksasa jika mereka melihat,” jawab Tasir.Tanaka pun menoleh pada Roh Panglima.“Bagaimana?” tanya Tanaka.“Kita ikuti saja mereka, Tuanku,” jawab Roh Panglima.Tasir menatap heran ke Roh Panglima

Bab terbaru

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   158. Akhir Kisah

    Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   157. Tanaka VS Baluku

    Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   156. Tanaka VS Roh Hitam

    Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   155. Tanaka VS Karan

    “Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   154. Perang Satu Perguruan

    Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   153. Menuju Baluku

    “Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   152. Karan

    Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   151. Gerbang Peri

    Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   150. Tanaka Kembali

    “Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi

DMCA.com Protection Status