Home / Romansa / Dilangkahi Adik / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Dilangkahi Adik : Chapter 51 - Chapter 60

106 Chapters

Sepecundang Itu Ternyata

Alia dan Lira terlihat saling pandang satu sama lain. Entah sedang saling melempar tuduhan atau masing-masing saling menyalahkan, aku tak mengerti. Namun, yang jelas kulihat, wajah keduanya terlihat pucat kali ini. Persis bunga yang layu di musim kemarau.Suasana hening menjeda, sampai akhirnya adikku mengeluarkan suara terlebih dulu."Mungkin … Darren yang—." Terlihat Lira mengurungkan niat untuk berbicara saat mungkin merasa dirinya takut salah kata. Padahal, boleh saja, 'kan, dia berprasangka demikian jika nyatanya dua gadis licik ini bukanlah pelakunya?"Ya, bisa jadi. Oke, mari kita buktikan sekarang," sambar Resti kemudian. Setelahnya, terlihat dia sibuk dengan ponsel yang baru dia keluarkan dari tas selempang kecil miliknya.Resti berdecak berulang kali saat mungkin panggilannya tak mendapatkan respon dari seseorang yang kuperkirakan adalah Darren."Dasar, Playboy!" umpatnya geram dengan mata menyala merah saat akhirnya memilih menyerah untuk menyudahi usaha memanggil lelaki ya
Read more

Mendekamlah di Penjara!

Tak lama kemudian, seseorang yang rasanya sudah menantikan momen sedari tadi, buru-buru mengetuk pintu saat semua orang—terkecuali diriku, sudah pergi dari kamar ini."Makan siang, ya, Non."Aku cukup terkejut saat menyadari Bik Minah ternyata sudah membawa nampan berisi nasi beserta lauk di tangannya."Aku nggak lapar, Bik." Lagi-lagi aku menolak halus apa yang Bik Minah tawarkan.Aku memang tak merasa lapar saat hatiku bergejolak dan menerka-nerka siapa sebenarnya yang menaruh obat perangsang di minuman atau makanan ku saat itu.Meski berulang kali aku menolak, Bik Minah tak berputus asa untuk membujuk diriku makan siang.Akhirnya, aku luluh dan memakan makan siang yang dibawakan olehnya. Ya, Bik Minah memang paling tahu bagaimana cara membuatku luluh dan tunduk.***Pukul 16.00, aku yang baru keluar dari kamar mandi setelah mandi sore, dibuat terkejut saat menyadari suami yang menurutku masih menyimpan banyak misteri, duduk di sofa kamar sambil menatapku tanpa henti. Bukannya tersa
Read more

Bukankah Aku Korban?

Mata suamiku tampak berkaca sebelum dirinya mengambil waktu dan berucap sesuatu. Menanggapi apa yang menjadi pintaku belum lama ini."Baik, aku terima syarat yang kau berikan, tapi jangan pernah menyesal jika anak itu sampai tak tahu siapa ibunya." Meski pelan, ucapan Darren yang terdengar dingin, entah kenapa efeknya terasa menusuk dan menembus sampai ke tulang. Membuat tubuhku sontak bergetar mendengarnya.Seketika, terjadi perang batin dalam diriku. Antara ingin mencoba acuh tak acuh atau ambil peduli akan ucapan lelaki 25 tahun yang baru beberapa hari ini menjadi suamiku.Ah, tidak masalah, Indah. Bukankah anak ini cuma aib yang tak pantas untuk kau pikirkan? Bukankah anak ini cuma beban yang akan membuatmu terlihat hina di mata orang? Pikiran jahat dalam diriku berbisik demikian."Baik." Aku berusaha untuk tetap terlihat tegar meski tak bisa menafikan diri jika ada sudut hatiku yang terluka mendengar ucapannya.Ya Allah.Benarkah anak yang disebut dengan sebutan anak haram ini ba
Read more

Hancur

Aku terpaksa turun ke ruang makan, saat jam makan malam tiba dan Bik Minah memaksaku untuk bergabung bersama anggota keluarga yang lain—yang telah berkumpul di meja makan terlebih dahulu.Tak ada pembahasan apa pun di meja makan. Cuma satu yang terasa menusuk dan mengiris kalbu. Mama. Jelas sekali beliau enggan bertatapan denganku saat tanpa sengaja mata kami beradu.Ya Allah, kenapa rasanya jadi sesakit ini?Tak pantaskah seorang Indah mengharapkan keadilan dan membalaskan rasa sakit hati? Benarkah orang sepertiku cuma ditakdirkan untuk kalah dan mengalah?Benarkah?Sampai jam 21.00, tak ada tanda-tanda Darren pulang. Membuatku merasakan sesuatu yang … entah.Apakah aku merasa bersalah padanya?Aku tidak tahu.Aku yang belum berniat untuk tidur cepat, kembali turun dan memilih duduk di sofa panjang ruang keluarga pada pukul 21.30 malam.Aku yang sedang berdiam diri masih sambil menimang-nimang langkah apa yang harus aku ambil setelah ini, dibuat tersentak ketika menyadari Ayah tiba-t
Read more

Kenangan Hari Itu

Bukan cuma air mata yang menetes, tapi, tangis pilu pun turut menyertai. Membuatku merasa diriku tak ubahnya manusia bodoh yang dengan mudahnya menaruh rasa simpati terhadap penjahat.Ya, memang benar, kan kalau dia itu penjahat?Lantas, kenapa aku harus merasakan kepedihan ini saat melihatnya hancur?Kenapa?Kuusap dengan kasar air mata yang menetes di pipi. Sambil bertanya pada diri, perlukah aku menangisinya? Lelaki yang telah membuat hidupku hancur.Perlukah?Aku menyesal saat lagi-lagi tanpa diminta, air mataku menetes kembali ketika jari tanganku secara refleks memutar kembali video yang Arman kirimkan belum lama ini.Aku merasakan kepalaku terasa berat ketika dihadapkan dengan situasi yang benar-benar sulit seperti ini.Kenapa semua orang justru memanipulasi diriku?Bukankah di sini aku adalah korban? Lantas, kenapa justru seolah-olah aku yang bersalah? Sisi hatiku yang lain bergejolak saat rasa bersalah itu kembali muncul.Buang pikiran tak jelas ini, Indah!Buang segera!Tak
Read more

Gugurkan Saja!

"Aku dengar, Darren mabuk berat tadi malam," ucap Resti saat meneleponku di jam sarapan. Aku memang sengaja membawa ponsel ketika turun ke meja makan pagi ini."Ya, aku tahu," balasku dingin dan tanpa berniat melihat bagaimana kedua orang tua dan adikku bereaksi."Lalu, apa rencanamu?""Aku akan memenjarakan mereka semua," ucapku tanpa keraguan. Membuat Lira dan Mama yang duduk berdampingan di depan meja makan, terkejut bukan main."Apa kamu serius?" Resti bertanya, seperti tak terlalu yakin dengan apa yang baru saja aku ungkapkan."Ya, aku serius," balasku tanpa ragu. Lagi.Kulihat Ayah menatapku dengan tatapan tak percaya."Oke, apa pun yang menjadi pilihanmu, aku akan mendukungnya. Penjahat-penjahat seperti mereka memang pantas mendapatkan ganjaran, agar tak semudah itu mempermainkan hidup orang lain di masa depan," ucap Resti terdengar tegas.Aku mendesah singkat mendengar hasil pemikirannya."Ya, aku sependapat denganmu, Resti."Percakapan berakhir.Membuat suasana sarapan kali i
Read more

Semudah Itukah?

Aku membeku tanpa suara.Mendengar bagaimana Nyonya Laura memperolok dan memojokkan diriku, serta foto di tangan yang belum terlepas dari genggaman, membuatku benar-benar terpukul detik ini.Benarkah?Benarkah aku sejahat itu? Menginginkan ayah dari janin dalam kandunganku mati?Aku terkelu dengan hati berkecamuk mendengar bagaimana Nyonya Laura terus-menerus mengkambinghitamkan diriku.Ya Allah.Apakah tuduhan itu memang layak dan pantas dilayangkan padaku? Bukankah aku hanya mengharapkan keadilan? Bukan kematian seperti yang mertuaku tuduhkan?"Satu yang perlu kau tahu, penyesalan terbesarku adalah … memberikan restu dan mengizinkan anakku menikah denganmu, Wanita Tak Tahu Diri!" ucapnya terdengar tajam dan mampu menggores hati yang memang sudah teriris sebelumnya.Aku terkelu dengan jantung berdegup kencang mendengar kejujuran mertua yang sebenarnya sudah bisa kuperkirakan sebelumnya."Berani sekali kau mempermainkan dan menyia-nyiakan anak semata wayang yang butuh waktu bertahun-t
Read more

Aku Iri Padamu

Sore hari.Aku yang tengah menangis sendiri di dalam kamar, dibuat tersentak saat mendengar pintu kamarku diketuk pelan."Nduk." Terdengar suara seorang wanita yang amat kukenali, memenuhi rongga pendengaranku.Aku terkesiap saat menyadari jika si pemilik suara itu adalah ….Mbah Uti? Kapan beliau datang dari kampung?Aku membelalak lebar saat menyadari jika satu-satunya orang tua mama yang masih ada, pasti tengah berdiri di balik pintu kamarku saat ini.Buru-buru kuusap air mata yang sedari tadi menetes. Tak ingin menunjukkan secara terang-terangan jika aku baru saja menangis di depan Mbah Uti."Nduk," ulangnya pelan. Membuatku benar-benar salah tingkah.Gegas aku bangkit dan berniat membukakan pintu untuk nenek yang amat menyayangiku sedari dulu. Bagaimana tidak, aku cucu pertama untuknya. Wajar, kan, kalau beliau sesayang itu padaku? Bahkan, Tante Rina—Tante yang usianya cuma berjarak delapan tahun dariku, yang notabene merupakan anak bungsu Mbah Uti, kerap dibuat kesal sekaligus
Read more

Hentikan Kekonyolan Ini!

Semua terdiam tanpa kata, sampai akhirnya Cecilia bersuara kembali. Membuat perbedaan situasi."Kau tahu, mati-matian aku mencoba ikhlas untuk melepasnya saat dia memutuskanku dan bilang ingin menikahimu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," ujarnya sambil menatapku dan Darren secara bergantian.What?Apa dia bilang barusan? Putus? Rasanya … gadis yang bertemu denganku dan Resti saat di restoran Jepang hari itu … bukan dia, kan? Tapi, orang lain yang bukan seorang wanita Chinese seperti dirinya.Ah, iya. Wajar saja. Bukankah suamiku memang seorang buaya darat sebelum menikah denganku? Bukankah dia playboy yang tak cukup memiliki satu wanita dalam sekali waktu?Dan mirisnya … anakku adalah benih yang berasal darinya? Dan satu lagi, playboy satu itu bahkan sudah menjadikanku pasangannya yang sah di mata agama dan negara. Bukankah ini seperti mimpi buruk?Memandangkan Cecilia yang terlihat masih ingin menyampaikan isi hatinya, aku memilih diam. Ya … meski ingin sekali mengatakan ka
Read more

Self Healing

Mendengar seruan itu, aku dan Darren yang sebelumnya tengah larut dalam ciuman tak terencana, sontak menarik bibir dan mengakhiri hal tak terduga ini dengan sangat gugup. Kami saling menjauhkan wajah dengan perasaan campur aduk saat menyadari ada sepasang mata yang memergoki adegan mesra yang terjadi di luar kendali. Adegan mesra pasangan suami istri yang sebenarnya sangat tidak pantas disaksikan oleh seorang wanita bergelar mertua."Hentikan, Darren! Tolong jangan bertindak bodoh lagi! Tolong, jangan menyia-nyiakan berlian hanya demi batu kerikil yang cuma bisa menjadi sandungan dalam hidupmu, Darren!" ucap Nyonya Laura ketus saat sepasang matanya menatapku dengan tatapan nyalang sebelum mengalihkan pandangan pada anak tunggalnya.Deg!Batu kerikil?Ada yang teriris perih mendengar bagaimana wanita paruh baya itu membuat suatu perbandingan atas diriku.Ya, ternyata memang benar, serendah itu mertuaku menganggap diriku.Aku yang tak tahan dengan hinaan dari ibu mertua yang terlampau m
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status