"Tolonglah belajar menerima kenyataan, Nesya!" ucap Arlan terus memohon kepada istrinya.Aku hanya bergeming. Memutar arah sehingga memunggunginya. Kupejamkan netraku seolah belum bersedia menerima kenyataan yang ada. "Baik kalau itu maumu," ucapnya sembari beranjak dari atas dipan lalu melangkah pergi ke arah pintu. Suara dentuman kakinya sangat terasa terdengar. Aku mencoba berbalik menatap punggungnya.'Maafkan aku ... bukannya aku tidak ikhlas dan ridho atas pernikahan ini. Aku hanya belum siap dan mampu menerima kenyataan yang ada,' batinku sembari menarik selimut untuk rebahan di atas dipan. Tiba-tiba, ke dua bola mataku terpejam berlayar ke pulau seribu.Arlan pergi ke dapur. Perutnya sudah terasa perih akibat menahan lapar. Mau tidak mau, dia terjun langsung memasak buat bekal sarapan pagi. Sebelum menikah pun dirinya, dia sudah terbiasa masak, makan dan cuci baju sendiri. Padahal, dia berharap ketika sudah menikah tugas yang selama ini dia emban tidak akan dilakukannya lagi.
Read more