Semua Bab Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan: Bab 61 - Bab 70

286 Bab

Dekapannya Membuat Kikuk

Usai menyantap makan siang dengan keheningan bersama Pak Akhtara, kami semua yang ada di rumah ini berkumpul. Pak Akhtara, aku, Bik Wati, dan Rani tengah duduk bersama di ruang makan. Tujuannya adalah untuk mendengar alasan Bik Wati yang mendadak ingin pulang kampung. Alasannya sama dengan yang Bik Wati katakan padaku tadi. Bahwa Emaknya sedang sakit keras di kampung halaman dan tidak ada saudara yang bisa merawat. Tidak hanya itu, Bik Wati juga berniat meminjam sejumlah uang pada Pak Akhtara untuk bekal hidup di kampung. Barangkali tabungannya tidak cukup. "Saya kasih lima belas juta, Bik. Nggak usah dikembalikan. Anggap sebagai ucapan terima kasih saya karena selama ini Bibik dan Rani udah kerja dengan baik." Bik Wati menerima uang itu dengan senyum tulus yang bahagia. "Terima kasih banyak, Pak Akhtara. Terima kasih. Semoga Bapak sehat, bahagia, dan langgeng selalu dengan Mbak Jihan. Rumah tangganya selalu dilimpahi keberkahan." Lha? Mengapa doanya menjadi mengikutsertakan
Baca selengkapnya

Hatinya Sangat Baik

"Ayo, Han. Saya bantu berdiri. Kakimu pasti nyeri dipakai berdiri setelah dipakai duduk." Wow ... sebaik inikah Pak Akhtara? Setelah aku menapakkan kedua kaki ke aspal, kedua tangan Pak Akhtara mengamit lenganku. Benar saja, ketika aku baru saja berdiri, kaki kiriku tetiba saja terasa begitu nyeri. Aku sedikit meringis karena kaki kiriku terasa nyut-nyut. Kemudian Pak Akhtara menuntunku menuju ojek online yang sudah terparkir di depan mobilnya dengan tertatih-tatih. "Nanti mau dipijat lagi?" "Iya, Pak. Maaf ngrepotin Bapak.""Nanti kita mampir ke rumah ahli pijat setelah pulang kerja."Aku pun mengangguk sebagai jawaban.Setelah aku menaiki boncengan ojek dengan benar, Pak Akhtara berucap pada pengemudinya. "Hati-hati ya, Pak. Saya ikuti dari belakang. Nanti kalau sudah sampai kantor, tolong turunkan penumpangnya di depan lobby. Jangan di tepi jalan." Kepala pengemudi ojek itu mengangguk paham. Lalu Pak Akhtara menatapku sekilas kemudian berjalan cepat menuju kursi kemudi mobiln
Baca selengkapnya

Tiket HoneyMoon Mempercepat Cucu

"Ehm ... Mas Tara, tadi katanya ada meeting, Ma. Terus aku pulang duluan tapi lupa nggak minta kuncinya." Kilahku. "Terus Bik Wati sama Rani kemana?" Tanya Mama mertuaku. Lalu Papa mertuaku ikut turun dari mobil dan menghampiriku. "Itu, Ma, mereka pulang kampung karena Emaknya Bik Wati lagi sakit keras." "Astaga. Akhtara ini bodoh bin bego deh, Pa! Masak istrinya lagi hamil dan kemarin habis jatuh kok bisa-bisanya mentingin karir. Anak itu memang minta diceramahi sampai subuh!" Kemudian Mamanya Pak Akhtara menyuruhku masuk ke dalam mobilnya. Dan beliau pun akhirnya mengetahui kondisi kakiku yang habis terkilir. Beliau menatapku sedih lalu menghubungi nomer Pak Akhtara. Baru tiga kali dering, panggilan itu kemudian terhubung. "Ya, Ma?" "Pulang sekarang, Akhtara! Atau Jihan akan Mama rawat di rumah Mama! Kamu itu suami nggak becus!" Aduh .... Pak Akhtara mendapatkan omelan dari Mamanya karena aku dan kehamilan palsu ini. Masalah pertama kami belum usai, kini keluar masalah ked
Baca selengkapnya

Kamu Di bawah Kuasa Saya

"Jaga Jihan baik-baik, Tar. Kasih dia kunci rumah biar nggak di depan rumah kayak perempuan apaan," ucap Mamanya Pak Akhtara seraya berpamitan. Sedang kami berdua mengantarkan kepulangan mereka berdua. "Iya, Ma. Bakal aku jagain," ucap Pak Akhtara sambil merangkul pundakku dan mendekatkan tubuh kami berdua. Aku pun hanya tersenyum bahagia penuh kepalsuan di hadapan kedua orang tua Pak Akhtara. Ingat, Jihan. Ini hanya sandiwara! "Kalau mau honeymoon, jagain Jihan benar-benar, Tar. Jangan biarin istrimu sendirian. Dan Mama minta maaf untuk acara di Puncak kemarin." "Ma, kita udah sepakat nggak akan bicarain hal itu lagi kan?! Biar Mama nggak sedih. Udahlah, Ma." Mamanya Pak Akhtara kembali bersedih lalu mengusap air matanya. "Mama pengen gendong anakmu, Tar. Tapi karena Mama, akhirnya Jihan keguguran," ucapnya dengan suara gemetar. Oh ... kehamilan palsu ini sangat dilematis. Andai Mamanya Pak Akhtara tahu, mungkin kami berdua akan dipenggal. "Sementara Mama gendong anaknya A
Baca selengkapnya

Cintaku Berbalas!

"Makasih ya, Han." Kepalaku mengangguk pelan dengan seulas senyum lalu menaruh segelas air putih itu kembali ke atas nakas samping ranjang pesakitan Ibu Mas Hadza. "Kamu belum sempat pulang kerja ya, Han?" "Belum, Bu." "Maaf ya, Han. Hadza jadi ngerepotin kamu." "Nggak apa-apa kok, Bu. Kebetulan saya sama Mas Hadza itu teman baik di kantor." Tadi, setelah dari pedagang bakso, aku memutuskan untuk menemani Ibu dan adiknya Mas Hadza yang tengah terbaring di rumah sakit. Lalu menyuruh lelaki yang kucintai itu pulang lebih dulu untuk membersihkan diri dan berganti pakaian santai. Kasihan sekali Mas Hadza. Pekerjaan di gudang itu lumayan berat lalu masih ditambah menjaga Ibu dan adiknya yang terbaring sakit di rumah sakit. Lagi pula, Pak Akhtara sedang ada acara dengan Pak Dirut. Tadi, aku sempat bertanya melalui pesan singkat dan beliau mengabarkan jika akan pulang sekitar pukul delapan malam. Mungkin baru akan tiba di rumah pukul setengah sembilan. Dan sekarang baru pukul tuj
Baca selengkapnya

Wangi Yang Tertinggal Di Leherku

"Apa maksudnya Mas Hadza bilang kayak tadi?" Tanyaku setelah mengambil ponselnya. Aku tidak mau dipesankan taksi lebih dulu sebelum Mas Hadza mengatakan maksudnya tadi. Ucapan yang membuatku berpikir jika ia memiliki rasa cinta padaku. Benarkah? Mas Hadza menunduk sejenak lalu menatapku. "Perasaan lain yang dimiliki seorang laki-laki untuk perempuan yang diam-diam mencuri hatinya." Aku membalas tatapannya dengan mata membola. Tidak salah lagi jika perasaan Mas Hadza padaku adalah sebuah cinta. Dia mengakuinya dengan bahasa yang lebih implisit. Namun tidak mengurangi maksud asli dari ucapannya itu. "Mas Hadza .... suka sama aku?" Tebakku. Kepalanya mengangguk pelan dengan mata kami saling beradu. Tidak ada keraguan ketika dia mengatakan cintanya padaku. Tulus dan apa adanya. "Tapi ... kalau kamu udah punya laki-laki lain, aku cuma bisa mendoakan yang terbaik aja, Han." Seketika aku langsung teringat akan Pak Akhtara. Iya, beliau ada di antara aku dan Mas Hadza. Karena
Baca selengkapnya

Tak Bisa Berpaling

Aku sengaja membawa pakaian ganti karena setelah bekerja nanti, aku akan menonton film bersama Mas Hadza di salah bioskop mall. Karena tas kerja terlalu kecil, aku memutuskan untuk memasukkan pakaian ganti itu ke dalam paper bag saja. Lalu aku menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. "Masak iya aku masak nasi goreng lagi?" Persediaan makanan masih sangat banyak di kulkas. Hanya saja aku tidak bisa menyiapkan masakan yang terlalu rumit. Akhirnya aku membuat spaghetti dan saus bolognais yang sudah ada di kulkas. Saus yang dibuat sendiri oleh Bik Wati dan tinggal diambil sebagian lalu dipanaskan. "Semoga Pak Akhtara suka." Setelah menyiapkan dua porsi spaghetti lezat itu, aku membersihkan dapur sendirian. Lalu tidak berapa lama, Pak Akhtara datang. Masih dengan baju rumahan yang melekat di tubuhnya. "Aku bantu ngepel rumah, Han." "Iya, Pak." Kemudian aku mengambil sapu dan Pak Akhtara siap dengan alat pel lantai. Kami bekerja bersama agar tugas rumah cepat selesai seperti hari
Baca selengkapnya

Belahan Jiwa

Untuk sementara waktu, tanganku hanya berpegangan pada baju kerja yang dikenakan Mas Hadza dengan menahan senyum sedari tadi. Sungguh sederhana cintaku padanya dan cintanya padaku. Ternyata, jika sudah jatuh cinta itu, meski naik motor matic saja sudah terasa bahagia asal bersama si dia. "Lho, Mas, kita mau kemana?" "Ke rumahku bentar ya, Han? Aku mau ganti baju sama mandi." Aku makin bahagia saja ketika diajak Mas Hadza mampir ke rumahnya untuk pertama kali. Lalu ingatan tentang ucapan Ibunya yang kemarin berkata jika Mas Hadza tidak pernah membawa pulang seorang perempuan, membuatku merasa makin tersanjung. Bahwa akulah perempuan pertama yang dibawa pulang ke rumahnya. Dan semoga menjadi yang terakhir. Di sebuah kawasan rumah padat penduduk, kami tiba di rumah Mas Hadza. Satu-satunya rumah yang memiliki halaman di kawasan ini. Bangunannya terlihat sudah lama namun karena sudah di cat ulang, membuatnya tetap menarik. Ada sebuah pohon mangga besar dan jambu air yang rindang. L
Baca selengkapnya

Teman Atau Berkencan?

"Mas, aku ... aku bingung harus jawab apa." Sungguh aku bingung harus menjawab apa. Haruskah menerima cinta Mas Hadza secepat ini sedang aku sendiri masih terjebak dalam ikatan pernikahan dengan Pak Akhtara. Masalahnya aku juga harus memikirkan nasib kedua orang tuaku kalau Pak Akhtara meminta uang yang sudah diberikan padaku karena berkhianat. Banyak hal yang harus kupikirkan sebelum memilih 'menjadi egois'. Mas Hadza tersenyum sambil mengayunkan tanganku perlahan yang berada dalam genggaman. "Aku nggak maksa kamu harus jawab sekarang, Han. Cewek pasti butuh mikir. Yang penting, kamu udah tahu gimana perasaanku ke kamu. Harapanku, kamu nggak menjauh setelah tahu gimana aku dan keluargaku." "Karena aku ini cuma lelaki biasa. Bukan laki-laki kaya yang bisa ngajak kamu pergi keliling luar negeri. Apalagi kamu pernah nyicipi enaknya hidup jadi anak orang kaya." "Aku cuma punya kesungguhan, ketulusan, dan kesetiaan." Siapa yang tidak meleleh ketika lelaki idamannya berkata sed
Baca selengkapnya

Ingin Memiliki Kamu Seutuhnya

Aku tidak memiliki cara selain ... "Kayaknya aku harus pulang aja. Dari pada Pak Akhtara makin marah." Kemudian aku bergegas kembali ke bioskop dengan langkah lebar sambil memikirkan ide apa untuk membuat Mas Hadza percaya dengan kebohongan yang kukarang lalu dia bersedia kuajak pulang. Baru saja aku melangkah ke dalam bioskop, penerangan kemudian dimatikan. Lalu terdengar suara dari ruang kontrol yang memberitahu pada para pengujung untuk mematikan handphone atau tidak membuat suara berisik yang mengganggu pengunjung lainnya. Begitu aku duduk di kursi yang bersebelahan dengan Mas Hadza, musik pembuka film terdengar sangat keras sekali. Lalu Mas Hadza menyodorkan pop corn dan aku menerimanya. "Toiletnya antri ya, Han? Kok lama banget." Aku mengerjapkan mata gugup di tengah gelapnya bioskop. Hanya berbekal penerangan dari cahaya layar bioskop yang mulai menampilkan pembukaan film. Dan semoga saja Mas Hadza tidak melihat ada yang tidak beres dengan ekspresiku. "Eh ... iya,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
29
DMCA.com Protection Status