Beranda / Pendekar / Pendekar Romantis / Bab 221 - Bab 230

Semua Bab Pendekar Romantis: Bab 221 - Bab 230

537 Bab

Bab 221: Pangeran Manyan Berpetualang

Sehingga saat Pangeran Manyan yang sudah gelap mata karena cinta, ketika masuk ke kamar Putri Rupa lewat jendela, kini sudah diketahui puluhan pendekar sakti yang langsung mengepungnya di taman rumah milik bangsawan ini, tak lama, setelah keluar dari kamar lewat jendela bersama Putri Rupa yang dia gendong.Pangeran Manyan kaget setengah mati, dia sudah di kurung dari segala penjuru puluhan pendekar sakti dengan pedang terhunus.Dan saat itu ia melihat paman nya yang paling dia segani, yakni Perwira Pangeran Parong (masih muda dan belum jadi Panglima, ayah dari Putri Galuh, istri ke 3 Prabu Malaki) juga terdapat di sana dan malah memimpin pengepungan ini.Pangeran Parong adalah adik ayahnya dari selir yang lain, secara trah dia kalah dengan Pangeran Parong, walaupun usia mereka hanya beda 3-4 tahunan.Ki Parong dan Pangeran Manyan sama-sama pernah berlatih silat pada seorang guru yang sakti, sehingga dia kaget, marah dan tentu saja tak berkutik saat berhadapan dengan pamannya ini.“Man
Baca selengkapnya

Bab 222: Ikuti Gaya Kakek Manyan

Paginya Sembara bangkit dari semedhinya, dia celingak-celinguk, karena Kakek Manyan tidak terlihat di depannya.Ia pun bangkit dan menuju teras, melihat sungai kecil yang berair jernih di depan pondok ini, Sembara merasa betah. Pemandangan sangat indah, ditiingkahi suara burung saling bercuitan dan sinar matahari pagi di sela-sela pepohonan besar.Tiba-tiba bak hantu saja karena tanpa bersuara, Kakek Manyan sudah datang lagi, dia melempar seekor kijang yang agaknya baru saja di bunuh kakek sakti ini.“Segera kuliti dan kita panggang, bumbu-bumbunya ada di pondok itu, aku lapar dari kemarin belum makan,” Sembara langsung mengangguk senang, karena dia juga sangat lapar.Saat makan Sembara senang sekali karena ada minuman kesukaannya, yakni arak manis, sehingga dobel sekali dia kenyangnya, daging kijang panjang yang besar mereka makan sambil ngobrol ngulur ngidul. “Jadi kamu kalah melawan si mantan selir Prabu Dipa, hmmm…masa kalah, malu sebagai lelaki kalah!” sungut Kakek Manyan kurang
Baca selengkapnya

Bab 223: Kakek Manyan Bertemu Mantan yang Galak

Kini si nenek ini membentak, sangat nyaring suaranya, disusul gerakan kedua tangannya dan tampaklah dua sinar berkelebatan.Ki Sohail dan Ki Jantra bak terbang di terpa angin badai, sedapat mungkin keduanya bertahan, tapi keduanya bak di hajar angin puting beliung.Tapi keduanya memang tokoh kosen, lalu kembali bersalto lalu dan menyambar serta melayang ke arah tubuh nenek ini.Ki Sohail kini malah mengeluarkan kepandaian yang merupakan keistimewaannya, yang dia bawa sejak di Mongol, yakni 4 golok-golok kecil lalu dengan kecepatan yang luar biasa menyambitkan ke nenek ini.Di saat bersamaan Ki Jantra yang juga mendapat julukan Pendekar Petir memukul dengan keras, itulah demontrasi tenaga dalamnya yang sangat hebat.Bunyinya sangat memekakan telinga, 5 orang yang agaknya pendekar dan menonton serta bersembunyi dari jarak hampir 15 meteran sampai terkapar pingsan, saking nyaringnya bunyi ledakan pukulan Ki Jantra.Sembara saja sampai tergetar jantungnya, cepat-cepat dia mengerahkan tena
Baca selengkapnya

Bab 224: Sembara Bentrok dengan Murid Nyai Rombeng

Tapi tak percuma Kakek Manyan yang merupakan salah satu tokoh kosen dan sangat berpengalaman dalam dunia persilatan, dia mampu mengimbangi kelincahan mantan kekasihnya kala masih berpetualang saat muda ini.Kalau gerakan Nyai Rombeng sangat lincah saat melawan Ki Sohail dan Ki Jantra, maka kini Nyai Rombeng bak menemukan lawan sepadan.Gerakan Kaken Manyan malah lebih luar biasa cepatnya mengimbangi semua jurus-jurus, dan juga gerakan mantan kekasih di masa mudanya ini.Saking cepatnya gerakan ke duanya, lima jurus sudah terlewat dan belum ada tanda-tanda Nyai Rombeng mampu merobohkan Kakek Manyan.Sembara sampai sakit matanya menyaksikan kecepatan gerakan kedua orang yang bertarung sengit ini. Daun-daun dan debu sampai berterbangan saat keduanya mengerahkan ilmu-ilmu silatnya ini.Nyai Rombeng benar-benar sangat marah, karena kini sudah masuk jurus ke 6 dan sebentar lagi masuk jurus ke 7, dia belum juga mampu merobohkan Kakek Manyan.Si nenek ini terus melakukan serangan dengan menge
Baca selengkapnya

Bab 225: Rasa Aneh Sembara dan Dawina

Nyai Rombeng lalu menegur muridnya yang terlalu cepat menyerang Sembara, padahal pemuda yang berpakaian perlente, tak beda dengan Kakek Manyan ini tak salah.“Memang kamu tadi bersemedhi di mana sih sampai kelihatan Sembara, kan aku minta di tempat yang sepi dan tidak terjangkau siapapun?” Nyai Rombeng ternyata masih penasaran dengan murid tunggalnya ini.“Di sana guru, kan itu tersembunyi sekali,” Dawina langsung protes sambil menunjuk sungai kecil yang terlindung pepohonan besar.Ternyata dia gadis yang manja, sehingga kemarahan gurunya yang galak ini tak begitu dia ambil hati.“Sudahlah Nariti, tak perlu di marahi murid kamu itu, sekarang kita cari tempat yang agak santai, aku penasaran tadi kenapa kamu sampai betrok dengan dua orang yang kulihat ilmunya sangat tinggi!” Kakek Manyan langsung menengahi keduanya.“Ke sana saja Guru, di tempat tak jauh Dawina semedhi tadi, tempatnya enak dan sungainya juga bersih!” tiba-tiba Sembara nyelutuk, hingga Dawina mendelik ke arahnya, manis s
Baca selengkapnya

Bab 226: Temukan Kitab Pendekar Asmara

“Kita bersihkan dan bakar saja ikan ini, sayang nanti kalau ikannya busuk!” usul Sembara yang akhirnya memecah keheningan.“Apa…ehh Iya…ayooo..!” sahut Dawina yang kaget, diapun langsung berdiri dan dengan cekatan membersihkan ikan di sungai kecil itu.Beberapa kali Dawina salah membersihkan ikan itu, dia benar-benar malu sendiri, kalau teringat ulah gurunya dan Kakek Manyan tadi, apalagi saat menatap Sembara, dirinya makin gugup saja.Sembara sendiri lalu membuat api unggun dan kini menyalakan apinya hingga menyala besar, sambil menunggu Dawina membersihkan ikan.Melihat api sudah mulai padam dan Dawina belum juga selesai membersihkan ikan, Sembara yang tak sabaran lalu mendatangi Dawina, dan tanpa banyak cakap turut membantu membersihkan ikan sejenis lele sebesar lengan orang dewasa ini.Makin serba salah Dawina, sehingga saat tak sengaja lengan mereka bersentuhan, Dawina bak tersengat listrik, langsung menarik lagi.Sembara juga sama, entah mengapa, sentuhan itu bikin dia makin pen
Baca selengkapnya

Bab 227: Berlatih Bersama

Jelang tengah malam, Sembara kecapekan membaca, apalagi hanya diterangi api unggun yang beberapa kali dia tiup dan di tambahkan kayu dan ranting kering kalau redup.Ini juga sekaligus melindungi Dawina yang terlihat sangat tekun bersemedhi agar tidak di gigit nyamuk atau di ganggu binatang melata lainnya.Sembara sempat melirik Dawina, lalu dia pun mencoba memperaktikan cara semedhi yang barusan dia baca di kitab Pendekar Asmara tersebut.Kini diapun tenggelam dalam semedhinya, panca inderanya seakan tertutup, karena dia mengamalkan baca-bacaan yang sangat mudah dia hapal.Paginya Sembara tak sadar saat Kakek Manyan dan Nyai Rombeng bergantian membaca kitab yang tergeletak di depan Sembara bersemedhi dan kini diperhatikan Dawina yang sudah sejak tadi menghentikan semedhinya, rupanya tak ada yang membangunkannya dari semedhi.Kini ketiganya malah sarapan sambil memanggang kijang besar, yang entah darimana di peroleh Kakek Manyan, bau kijang di bakar inilah yang membangunkan Sembara da
Baca selengkapnya

Bab 228: Jurus Asmara dan Daun Ajaib

Setelah 10 bulanan, Kakek Manyan dan Nyai Rombeng memanggil Sembara dan Dawina, kedua murid mereka yang sedang berlatih ini kaget, karena tak biasanya kedua guru mereka yang sudah beranggapan sebagai suami istri ini meminta mereka datang ke pondok, yang selama ini dipakai kedua kakek dan nenek sakti buat bercinta.Setelah duduk berhadapan, Kakek Manyan lalu mengatakan kalau hari ini dia bersama Nyai Rombeng akan memenuhi undangan tiga musuh besar mereka.“Kami harus berangkat, karena tantangan ini sangat tak mungkin kami berdua hindari, dia merupakan musuh lama kami berdua!” Kakek Manyan menghela nafas panjang.Kagetlah Sembara dan Dawina, karena selama ini kedua guru mereka ini tak pernah mengungkapkan kalau punya musuh besar.“Guru…apakah kami boleh ikut dan membantu?” Sembara memotong ucapan Kakek Manyan dengan hati-hati.Kakek Manyan langsung menggeleng, Nyai Rombeng hanya diam mendengarkan, nenek galak yang selama ini bawel seakan menyerahkan sepenuhnya soal ini ke ‘suaminya’.“I
Baca selengkapnya

Bab 229: Tak Mampu Bertahan

“Ngga apa-apa nih…?” Dawina agak sangsi saat melihat daun yang ada di lengan Sembara, dia lalu mengambil dan mencium-cium daun itu, tak berbau apa-apa, rasanya pun agak hambar saat lidahnya yang merah merasai.Tanpa Dawina sadari, semua kelakuannya di pandang dengan tajam Sembara, tapi saat Dawina menatap wajah pemuda ini, sikap Sembara kembali seperti biasa.“Aku sudah minum 3 lembar, tau nggak pas tadi latihan, pukulanku makin kuat dan bertenaga!” ceplos Sembara sambil tertawa.Dawina kini menatap Sembara yang agak beda dari biasanya, terlihat semacam kegembiraan dan juga kegairahan dari pandang matanya itu.Mata Sembara sebenarnya sangat indah, ini menurun langsung dari Rani ibunya, yang dulu sering di puji Prabu Malaki, kala memadu kasih dengan cinta pertamanya itu.Di tatap begitu, Sembara makin memperlebar senyumnya, hingga Dawina jadi malu sendiri, kenapa Sembara sangat berubah hari ini.Lebih banyak senyum dan juga tertawa, lama-lama Dawina yang sama penasaran, lalu diapun mul
Baca selengkapnya

Bab 230: Bertemu Musuh Nya Rombeng

Empat bulan sudah Kakek Manyan dan Nyai Rombeng belum juga kembali, sementara hubungan Sembara dan Dawina terus terpupuk dengan subur.Baik Dawina dan Sembara merasakan cinta pertama mereka yang sangat menggebu-ngebu. Dawina juga sama dengan Sembara, enggan bicara tentang asal usulnya, sehingga keduanya sama-sama menyimpan rapat soal siapa orang tuanya.Keduanya kini beranggapan sudah suami istri dan tak sungkan bersayang-sayangan dimanapun mereka berada, walaupun belum pernah melakukan upacara apapun.Suatu hari usai bercinta dan berlatih, keduanya kaget saat mendengar suara seseorang.“Ckckckc…benar-benar menurun kelakuan guru kalian,” alangkah kagetnya Sembara dan Dawina, yang saat itu sedang berpelukan dalam pondok tanpa tanpa sehelai benang sama sekali, keduanya buru-buru berpakaian, selama lebih dari setahun, baru kali ini ada seseorang yang datang ke pondok guru mereka ini.Setelah berpakaian kembali keduanya bak terbang sudah berada di halaman, dan terlihat seorang wanita tua
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2122232425
...
54
DMCA.com Protection Status