Tapi tak percuma Kakek Manyan yang merupakan salah satu tokoh kosen dan sangat berpengalaman dalam dunia persilatan, dia mampu mengimbangi kelincahan mantan kekasihnya kala masih berpetualang saat muda ini.Kalau gerakan Nyai Rombeng sangat lincah saat melawan Ki Sohail dan Ki Jantra, maka kini Nyai Rombeng bak menemukan lawan sepadan.Gerakan Kaken Manyan malah lebih luar biasa cepatnya mengimbangi semua jurus-jurus, dan juga gerakan mantan kekasih di masa mudanya ini.Saking cepatnya gerakan ke duanya, lima jurus sudah terlewat dan belum ada tanda-tanda Nyai Rombeng mampu merobohkan Kakek Manyan.Sembara sampai sakit matanya menyaksikan kecepatan gerakan kedua orang yang bertarung sengit ini. Daun-daun dan debu sampai berterbangan saat keduanya mengerahkan ilmu-ilmu silatnya ini.Nyai Rombeng benar-benar sangat marah, karena kini sudah masuk jurus ke 6 dan sebentar lagi masuk jurus ke 7, dia belum juga mampu merobohkan Kakek Manyan.Si nenek ini terus melakukan serangan dengan menge
Nyai Rombeng lalu menegur muridnya yang terlalu cepat menyerang Sembara, padahal pemuda yang berpakaian perlente, tak beda dengan Kakek Manyan ini tak salah.“Memang kamu tadi bersemedhi di mana sih sampai kelihatan Sembara, kan aku minta di tempat yang sepi dan tidak terjangkau siapapun?” Nyai Rombeng ternyata masih penasaran dengan murid tunggalnya ini.“Di sana guru, kan itu tersembunyi sekali,” Dawina langsung protes sambil menunjuk sungai kecil yang terlindung pepohonan besar.Ternyata dia gadis yang manja, sehingga kemarahan gurunya yang galak ini tak begitu dia ambil hati.“Sudahlah Nariti, tak perlu di marahi murid kamu itu, sekarang kita cari tempat yang agak santai, aku penasaran tadi kenapa kamu sampai betrok dengan dua orang yang kulihat ilmunya sangat tinggi!” Kakek Manyan langsung menengahi keduanya.“Ke sana saja Guru, di tempat tak jauh Dawina semedhi tadi, tempatnya enak dan sungainya juga bersih!” tiba-tiba Sembara nyelutuk, hingga Dawina mendelik ke arahnya, manis s
“Kita bersihkan dan bakar saja ikan ini, sayang nanti kalau ikannya busuk!” usul Sembara yang akhirnya memecah keheningan.“Apa…ehh Iya…ayooo..!” sahut Dawina yang kaget, diapun langsung berdiri dan dengan cekatan membersihkan ikan di sungai kecil itu.Beberapa kali Dawina salah membersihkan ikan itu, dia benar-benar malu sendiri, kalau teringat ulah gurunya dan Kakek Manyan tadi, apalagi saat menatap Sembara, dirinya makin gugup saja.Sembara sendiri lalu membuat api unggun dan kini menyalakan apinya hingga menyala besar, sambil menunggu Dawina membersihkan ikan.Melihat api sudah mulai padam dan Dawina belum juga selesai membersihkan ikan, Sembara yang tak sabaran lalu mendatangi Dawina, dan tanpa banyak cakap turut membantu membersihkan ikan sejenis lele sebesar lengan orang dewasa ini.Makin serba salah Dawina, sehingga saat tak sengaja lengan mereka bersentuhan, Dawina bak tersengat listrik, langsung menarik lagi.Sembara juga sama, entah mengapa, sentuhan itu bikin dia makin pen
Jelang tengah malam, Sembara kecapekan membaca, apalagi hanya diterangi api unggun yang beberapa kali dia tiup dan di tambahkan kayu dan ranting kering kalau redup.Ini juga sekaligus melindungi Dawina yang terlihat sangat tekun bersemedhi agar tidak di gigit nyamuk atau di ganggu binatang melata lainnya.Sembara sempat melirik Dawina, lalu dia pun mencoba memperaktikan cara semedhi yang barusan dia baca di kitab Pendekar Asmara tersebut.Kini diapun tenggelam dalam semedhinya, panca inderanya seakan tertutup, karena dia mengamalkan baca-bacaan yang sangat mudah dia hapal.Paginya Sembara tak sadar saat Kakek Manyan dan Nyai Rombeng bergantian membaca kitab yang tergeletak di depan Sembara bersemedhi dan kini diperhatikan Dawina yang sudah sejak tadi menghentikan semedhinya, rupanya tak ada yang membangunkannya dari semedhi.Kini ketiganya malah sarapan sambil memanggang kijang besar, yang entah darimana di peroleh Kakek Manyan, bau kijang di bakar inilah yang membangunkan Sembara da
Setelah 10 bulanan, Kakek Manyan dan Nyai Rombeng memanggil Sembara dan Dawina, kedua murid mereka yang sedang berlatih ini kaget, karena tak biasanya kedua guru mereka yang sudah beranggapan sebagai suami istri ini meminta mereka datang ke pondok, yang selama ini dipakai kedua kakek dan nenek sakti buat bercinta.Setelah duduk berhadapan, Kakek Manyan lalu mengatakan kalau hari ini dia bersama Nyai Rombeng akan memenuhi undangan tiga musuh besar mereka.“Kami harus berangkat, karena tantangan ini sangat tak mungkin kami berdua hindari, dia merupakan musuh lama kami berdua!” Kakek Manyan menghela nafas panjang.Kagetlah Sembara dan Dawina, karena selama ini kedua guru mereka ini tak pernah mengungkapkan kalau punya musuh besar.“Guru…apakah kami boleh ikut dan membantu?” Sembara memotong ucapan Kakek Manyan dengan hati-hati.Kakek Manyan langsung menggeleng, Nyai Rombeng hanya diam mendengarkan, nenek galak yang selama ini bawel seakan menyerahkan sepenuhnya soal ini ke ‘suaminya’.“I
“Ngga apa-apa nih…?” Dawina agak sangsi saat melihat daun yang ada di lengan Sembara, dia lalu mengambil dan mencium-cium daun itu, tak berbau apa-apa, rasanya pun agak hambar saat lidahnya yang merah merasai.Tanpa Dawina sadari, semua kelakuannya di pandang dengan tajam Sembara, tapi saat Dawina menatap wajah pemuda ini, sikap Sembara kembali seperti biasa.“Aku sudah minum 3 lembar, tau nggak pas tadi latihan, pukulanku makin kuat dan bertenaga!” ceplos Sembara sambil tertawa.Dawina kini menatap Sembara yang agak beda dari biasanya, terlihat semacam kegembiraan dan juga kegairahan dari pandang matanya itu.Mata Sembara sebenarnya sangat indah, ini menurun langsung dari Rani ibunya, yang dulu sering di puji Prabu Malaki, kala memadu kasih dengan cinta pertamanya itu.Di tatap begitu, Sembara makin memperlebar senyumnya, hingga Dawina jadi malu sendiri, kenapa Sembara sangat berubah hari ini.Lebih banyak senyum dan juga tertawa, lama-lama Dawina yang sama penasaran, lalu diapun mul
Empat bulan sudah Kakek Manyan dan Nyai Rombeng belum juga kembali, sementara hubungan Sembara dan Dawina terus terpupuk dengan subur.Baik Dawina dan Sembara merasakan cinta pertama mereka yang sangat menggebu-ngebu. Dawina juga sama dengan Sembara, enggan bicara tentang asal usulnya, sehingga keduanya sama-sama menyimpan rapat soal siapa orang tuanya.Keduanya kini beranggapan sudah suami istri dan tak sungkan bersayang-sayangan dimanapun mereka berada, walaupun belum pernah melakukan upacara apapun.Suatu hari usai bercinta dan berlatih, keduanya kaget saat mendengar suara seseorang.“Ckckckc…benar-benar menurun kelakuan guru kalian,” alangkah kagetnya Sembara dan Dawina, yang saat itu sedang berpelukan dalam pondok tanpa tanpa sehelai benang sama sekali, keduanya buru-buru berpakaian, selama lebih dari setahun, baru kali ini ada seseorang yang datang ke pondok guru mereka ini.Setelah berpakaian kembali keduanya bak terbang sudah berada di halaman, dan terlihat seorang wanita tua
Setelah debar jantungnya normal lagi, Nyi Sumi terdiam sesaat, tangannya sudah terangkat ingin memukul kepala Sembara, niatnya ingin menghabisi nyawa pemuda ini. Namun, saat melihat tubuh Dawina yang pingsan dia berubah pikiran, apalagi telinganya yang tajam mendengar suara yang aneh. Nyi Sumi lalu dengan gerakan yang sangat cepat mengangkat tubuh Dawina, walaupun badannya kurus, tapi tubuh gadis cantik itu tak berasa berat baginya. Lalu dalam sekejab diapun menghilang sambil memanggul tubuh Dawina dan menghilang dari sana. 10 menitan kemudian nampaklah seorang lelaki yang sangat tua, bahkan badannya agak bungkuk saking tuanya. Orang itu nampaknya jalan perlahan, padahal kalau diperhatikan langkahnya luar biasa cepatnya, tak kalah dari Nyi Sumi. Kini dia sudah sampai di dekat tubuh Sembara yang pingsan dan menderita luka dalam yang parah. “Hmmm…pukulan beracun, pasti wanita sakit hati itu lagi yang bikin masalah,” gumamnya seorang diri. Lalu dengan tongkatnya dia menotok sana s