“An, itu tadi Daren yang ngantar lo? Kemarin dia juga ke sini, kan?” “Iya, dan lo gak perlu berpikir yang macam-macam tentang kami.” “Siapa juga yang mau mikir macam-macam. Tapi, eh An. Daren ok juga, ya? Kemarin dia jadi nungguin lo sampai pulang, kan? Kemarin lo pulang sama dia?” “Ssst ... diam! Kita harus kerja sekarang, ok? Jangan banyak tanya, karena gue bukan mbak g****e!” Baru juga diperingatkan, sahabatnya itu sudah membahasnya. “An, dari pada Keenan lebih baik Daren lo ke mana-mana. Dia Lebih ramah dan tidak bikin lo sebel terus juga, kan? Gue sih lebih yes si Dar ... en.” Suara Cika otomatis mengecil saat tanpa terduga Keenan, laki-laki yang baru saja dia bahas ada di hadapannya, tersenyum sangat ramah ke arah Cika yang membuat perempuan itu salah tingkah tidak karuan dibuatnya. Setelah membalas senyum Keenan ala kadarnya demi formalitas dan rasa tidak enak, Cika pun buru-buru pergi demi menghindari laki-laki itu. “Memang seberapa dekat kalian?” tanya Keenan dengan wajah
Read more