Suara detik jam menguar di ruangan yang hanya ada Ana di dalamnya. Perempuan itu menaruh kepala yang tiba-tiba terasa berat pada meja kerjanya setelah menghubungi seseorang yang tempo hari baru saja menjadi korban kekerasan darinya.Tanggapan Keenan tadi begitu dingin, sedingin ruang mesin ATM saat musim hujan. Laki-laki itu hanya menjawab setiap apa yang dikatakan Ana dengan jawaban “iya” saja setelah itu diam. Memang dia berharap apa juga dengan Keenan? Bercerita tentang serial Upin-Ipin?Ana berjalan mendekat kedua buah manekin yang berpakaian khas gaun pengantin. Perempuan itu mengamati gaun pengantin yang baru selesai ia kerjakan satu hari yang lalu. Dia mencurahkan setiap energinya di sana, tentu saja tanpa memikirkan siapa yang akan memakainya. Ana hanya membayangkan gaun itu akan digunakan oleh seorang wanita terberuntung di dunia ini, karena telah mendapatkan sosok laki-laki yang diinginkannya. Yup, menjadi pengantin dan menemukan belahan jiwa adalah mimpi setiap perempuan, t
Banyak perempuan ingin terlihat anggun, jika bertemu dengan manusia yang berjenis kelamin berbeda dengan dirinya. Itu mungkin sifat alami kaumnya. Walau pun toh tidak memiliki perasaan apa-apa dengan lawan jenis itu, setidaknya dia harus tetap tampil pari purna. Termasuk juga dirinya, yang sayang sekali beberapa pertemuannya dengan Daren memiliki riwayat yang tidak begitu baik.Dari saat Ana menangis, menarik Keenan sampai laki-laki itu terhempas dan berdarah, dan sekarang menendang kursi dengan kekuatan hulk. Jangan lupa juga dengan penampilan dirinya yang acak-kadul saat dirinya kehujanan. Begitu memalukannya. Ana benar-benar ingin pergi ke mars sekarang juga.Jangan-jangan habis ini Daren tidak akan lagi mau menemuinya. Mengecapnya sebagai manusia paling bar-bar yang harus dihindarinya demi kelangsungan jiwa dan raganya.Ana masih ingat dengan ekspresi keterkejutan Daren saat melihatnya menendang kursi tadi. Aaaa! Haruskah ia bertransformasi menjadi amoeba sekarang, agar tidak terl
Satu minggu lagi adalah hari pernikahan Sinta. Akan tetapi rasanya untuk bertahan sedikit lagi, itu rasanya sulit sekali. Dia tahu, harusnya ia tidak boleh banyak mau, sudah syukur Keenan mau menikahinya, mau membantu dirinya, menghindarkan dia dari rasa malu, karena hamil tanpa suami. Tapi, boleh tidak sih, dia juga punya rasa sedih dan kecewa? Boleh tidak sih dia mengutarakan isi hatinya?Keenan selalu mengingkari janjinya. Laki-laki itu bilang, akan berusaha untuk lebih memperhatikan dirinya. Akan tetapi, pada kenyataannya itu hanyalah angin yang sekedar berlalu untuk mendamaikan Sinta saja.Untuk beberapa saat memang angin lalu itu begitu mendinginkan Sinta. Tapi, sungguh itu semua hanya sementara yang setelahnya membuat dirinya semakin masuk ke dalam lubang panas yang menyiksanya.Sinta berusaha keras sekali mempertahankan harga dirinya di depan Ana dengan menampilkan kebahagiaan, seolah dirinya dan Keenan adalah pasangan sempurna saat laki-laki itu sendiri sama sekali tidak tert
Dosa Sinta, dia sadar memang banyak sekali. Tapi dia tidak menyangka lagi-lagi karma instan secepat itu menimpanya. Seperti saat ini, setelah apa yang ia katakan kepada Ana hari ini. Dia langsung mendapatkan imbalannya. Mobil yang Keenan kendarai yang ada Sinta di dalamnya, semakin lama semakin melaju dengan kecepatan tinggi. Keenan benar-benar seperti orang kerasukan yang tidak memiliki rasa takut. Tubuh Sinta bergerak ke kanan dan ke kiri, ke atas lalu dihempas lagi duduk pada tempatnya semula. Beberapa kali tubuh perempuan itu juga terbentur pada pintu mobil. Agak sedikit ngilu sebenarnya sekujur tubuhnya. Mual, pusing, rasa takut tidak bisa dihindarinya. Sayangnya dia sendiri tidak mampu berbuat apa-apa. Kalau saja tidak ada sabuk pengaman mungkin dia akan terjerembap jatuh dari kursi penumpang ini. Berkali-kali Sinta berusaha memanggil Keenan. Memohon laki-laki itu agar bersikap waras, berteriak dan bahkan mengumpat, tapi semua itu percuma. Keenan benar-benar tidak mau peduli.
Keenan turun dari tempat tidurnya. Berjalan menuju pintu kaca besar lalu menyibak gorden kamarnya. Langit masih gelap, bahkan bulan dan bintang masih terlihat, walau tampak malu-malu di atas sana. Cahaya matahari juga belum bisa dilihatnya. Maju beberapa langkah ia menghirup udara pagi yang belum banyak tercemar oleh polusi. Sangat menyejukkan. Kepalanya menjadi dingin, suasana hatinya menjadi sedikit lebih membaik. Kebiasaan Keenan sebenarnya adalah selalu bangun pagi. Seberapa malam pun dia tidur, entah kenapa otomatis dia akan selalu bangun sebelum matahari muncul menyinari permukaan bumi. Kecuali jika pikirannya lagi suntuk, walau sebenarnya dia sudah terbangun, tapi matanya akan tetap terpejam dan dia akan berdiam diri di dalam kamarnya. Bersemadi, berusaha tidak memikirkan apa-apa, atau pun untuk sekedar mendengarkan musik saja di dalam kamarnya. Keenan menyeret kedua kakinya, digerakkan juga tubuhnya menuju kamar mandi. Mandi, memakai kemeja kerjanya, dan menyisir rambutnya y
Sinta tidak bisa menghentikan senyumnya sejak dari awal Keenan menghubungi dan menanyai dirinya ingin dibawakan apa saat laki-laki itu pulang nanti.Berkali-kali Sinta mondar-mandir melihat jam yang lama sekali berputar. Dia tidak sabar ingin segera bertemu dengan Keenan. Dadanya berdebar tidak karuan. Dia gelisah sekali. Menyesal juga dia sempat tidak mau bertemu laki-laki itu kemarin yang sekarang membuat dirinya rindu setengah mati.Di depan cermin Sinta sekarang. Berputar-putar ia memperbaiki penampilannya, memakai pakaian terbaiknya, berdandan, dan mengoleskan make-up tipis-tipis pada mukanya. Dia tidak sabar sekali menunggu Keenan pulang nanti. Oh Tuhan, sekarang mereka benar-benar mirip seperti pasangan sungguhan.Buru-buru Sinta mencoba mengatur ekspresi wajahnya agar tidak terlalu kentara, jika dia sangat begitu antusiasnya melihat Keenan pulang. Wangi parfum laki-laki itu menguar berbarengan saat Keenan memasuki ruangan. Parfum yang begitu memabukkan bagi Sinta. Dia suka wan
“Lo suka banget sih tidur di rumah gue, An,” protes Cika kepada Ana yang sudah dua hari tidak kunjung pulang ke rumahnya. Kalau dia jadi Ana, dia pasti bakalan sangat betah tinggal di rumah yang fasilitasnya serba ada. Ingin sesuatu pun hanya asal tunjuk, dan pembantu mereka yang akan melaksanakannya.Itu sih khayalan Cika saja. Pada kenyataannya, sahabatnya itu hampir tidak pernah minta tolong kepada pembantunya di sana. Ke mana saja Ana juga sendirian, tanpa ditemani sopir pribadi dan malah seringnya merepotkannya. Sama halnya dengan Tiara adik Ana yang rela menunggunya lama hanya untuk dijemput oleh dirinya, dari pada harus minta tolong dengan sopir mereka. Yang sopir sebenarnya siapa, sih? Mereka menggaji pekerja, emang buat apa, sih? Heran juga dirinya.Cika lalu sengaja menendang-tendang pinggang Ana agar sahabatnya itu segera enyah dari tempat tidurnya. Tapi percuma saja, usahanya berakhir sia-sia. Sahabatnya itu malah seperti dininabobokan oleh kakinya.Cika bahkan menyetel mu
“An ... sudah beres semua persiapan gaunnya?” tanya Cika memastikan.Ana terenyak. Fokusnya menatap beberapa foto yang baru sehari diunggah di media sosial oleh Keenan dan Sinta buyar. Foto itu menampilkan betapa bahagianya mereka berdua. Kedua pasangan sejoli itu saling senyum yang membuat siapa pun akan iri melihatnya. Pasangan laki-laki tampan dan perempuan cantik. Siapa yang tidak iri? Apa dia saja sebenarnya yang merasa iri? Tidak, kan?Kembali lagi Ana menatap gaun yang beberapa waktu yang lalu sebenarnya ingin sekali rasanya perempuan itu robek-robek. Iya, dia bukanlah sosok manusia yang punya hati seratus persen luar biasa baiknya. Ada beberapa persen juga sisi gelap di dalam hatinya. Ia juga merasakan ke tidak sukaan atau iri saat perempuan yang menganggapnya musuh akan hidup bahagia dengan orang yang memiliki posisi cukup penting di dalam hatinya.Akan tetapi entah mengapa dalam beberapa jam saja, perasaan iri serta jengkel musnah dalam sekejap. Foto-foto bahagia yang Ana li