“Kenapa ke sini An, bukan ke rumah lo?”Ana menghentikan niatnya melepas sabuk pengaman. “Ini rumah teman gue, Cika. Gue mau menginap saja di sini, Ren. Ribet aja kalau nanti ditanya-tanya mama dengan penampilan gue yang seperti ini,” terangnya.Daren mendekat lalu membantu Ana melepas sabuk pengamannya. “Atau lo sebenarnya memang gak mau dikira dekat sama gue?”Ana baru bisa bernapas dengan normal saat Daren sudah menyelesaikan aksi ala dramanya. “Iya juga. Salah satu alasannya emang itu.”“Jujur banget,” ujar Daren sembari memainkan pipi bagian dalamnya dengan lidah.Ana tertawa. “Makasih, ya. Gue pinjam dulu pakaian lo. Gue kembalikan kalau sudah gue cuci.”Daren mengangguk. “An?”“Apa?”“Gue tetap boleh nemuin lo, kan?”Ana pura-pura berpikir dan mengangguk setelahnya.“Makasih ya, An,” ujar Daren merasa bersyukur, sebab dengan perbuatannya tadi, Ana masih tetap mau menemui dirinya.Setelah Ana benar-benar ke luar dari mobil Daren, laki-laki itu pun lalu tersenyum dan melambaikan
Beni terpaksa bangun dari tidurnya padahal dia merasa belum lama memejamkan mata karena masih mengerjakan deadline kantor yang ia bawa ke tempat tinggalnya. Percuma memberikan cadangan kunci kos miliknya tetapi saat datang, Keenan tetap saja mengetuk pintu. Bukan ketuk, lebih tepatnya menggedor-gedor. Kadang kalau sedang kumat iseng, Laki-laki itu malah berteriak “kebakaran-kebakaran” agar dirinya kalang kabut. Keenan memang selalu saja mengusik ketenangannya.Beni juga heran terhadap Keenan. Mau digunakan untuk apa sih uangnya yang banyak itu? Kan bisa menyewa hotel, beli apartemen, atau rumah sekali pun dari pada berdusel-duselan di kosnya yang sempit ini. Belum Beni juga harus menerima pelampiasan amarah, padahal sama sekali dia tidak tahu apa yang salah dengan dirinya.Keenan selalu datang malam hari dengan penampilan acak kadut. Melempar sepatu dengan tenaga dalam, melempar kunci dengan penuh dendam, dan entah apa yang dilakukan hingga selalu menimbulkan bunyi berisik yang sangat
Suara detik jam menguar di ruangan yang hanya ada Ana di dalamnya. Perempuan itu menaruh kepala yang tiba-tiba terasa berat pada meja kerjanya setelah menghubungi seseorang yang tempo hari baru saja menjadi korban kekerasan darinya.Tanggapan Keenan tadi begitu dingin, sedingin ruang mesin ATM saat musim hujan. Laki-laki itu hanya menjawab setiap apa yang dikatakan Ana dengan jawaban “iya” saja setelah itu diam. Memang dia berharap apa juga dengan Keenan? Bercerita tentang serial Upin-Ipin?Ana berjalan mendekat kedua buah manekin yang berpakaian khas gaun pengantin. Perempuan itu mengamati gaun pengantin yang baru selesai ia kerjakan satu hari yang lalu. Dia mencurahkan setiap energinya di sana, tentu saja tanpa memikirkan siapa yang akan memakainya. Ana hanya membayangkan gaun itu akan digunakan oleh seorang wanita terberuntung di dunia ini, karena telah mendapatkan sosok laki-laki yang diinginkannya. Yup, menjadi pengantin dan menemukan belahan jiwa adalah mimpi setiap perempuan, t
Banyak perempuan ingin terlihat anggun, jika bertemu dengan manusia yang berjenis kelamin berbeda dengan dirinya. Itu mungkin sifat alami kaumnya. Walau pun toh tidak memiliki perasaan apa-apa dengan lawan jenis itu, setidaknya dia harus tetap tampil pari purna. Termasuk juga dirinya, yang sayang sekali beberapa pertemuannya dengan Daren memiliki riwayat yang tidak begitu baik.Dari saat Ana menangis, menarik Keenan sampai laki-laki itu terhempas dan berdarah, dan sekarang menendang kursi dengan kekuatan hulk. Jangan lupa juga dengan penampilan dirinya yang acak-kadul saat dirinya kehujanan. Begitu memalukannya. Ana benar-benar ingin pergi ke mars sekarang juga.Jangan-jangan habis ini Daren tidak akan lagi mau menemuinya. Mengecapnya sebagai manusia paling bar-bar yang harus dihindarinya demi kelangsungan jiwa dan raganya.Ana masih ingat dengan ekspresi keterkejutan Daren saat melihatnya menendang kursi tadi. Aaaa! Haruskah ia bertransformasi menjadi amoeba sekarang, agar tidak terl
Satu minggu lagi adalah hari pernikahan Sinta. Akan tetapi rasanya untuk bertahan sedikit lagi, itu rasanya sulit sekali. Dia tahu, harusnya ia tidak boleh banyak mau, sudah syukur Keenan mau menikahinya, mau membantu dirinya, menghindarkan dia dari rasa malu, karena hamil tanpa suami. Tapi, boleh tidak sih, dia juga punya rasa sedih dan kecewa? Boleh tidak sih dia mengutarakan isi hatinya?Keenan selalu mengingkari janjinya. Laki-laki itu bilang, akan berusaha untuk lebih memperhatikan dirinya. Akan tetapi, pada kenyataannya itu hanyalah angin yang sekedar berlalu untuk mendamaikan Sinta saja.Untuk beberapa saat memang angin lalu itu begitu mendinginkan Sinta. Tapi, sungguh itu semua hanya sementara yang setelahnya membuat dirinya semakin masuk ke dalam lubang panas yang menyiksanya.Sinta berusaha keras sekali mempertahankan harga dirinya di depan Ana dengan menampilkan kebahagiaan, seolah dirinya dan Keenan adalah pasangan sempurna saat laki-laki itu sendiri sama sekali tidak tert
Dosa Sinta, dia sadar memang banyak sekali. Tapi dia tidak menyangka lagi-lagi karma instan secepat itu menimpanya. Seperti saat ini, setelah apa yang ia katakan kepada Ana hari ini. Dia langsung mendapatkan imbalannya. Mobil yang Keenan kendarai yang ada Sinta di dalamnya, semakin lama semakin melaju dengan kecepatan tinggi. Keenan benar-benar seperti orang kerasukan yang tidak memiliki rasa takut. Tubuh Sinta bergerak ke kanan dan ke kiri, ke atas lalu dihempas lagi duduk pada tempatnya semula. Beberapa kali tubuh perempuan itu juga terbentur pada pintu mobil. Agak sedikit ngilu sebenarnya sekujur tubuhnya. Mual, pusing, rasa takut tidak bisa dihindarinya. Sayangnya dia sendiri tidak mampu berbuat apa-apa. Kalau saja tidak ada sabuk pengaman mungkin dia akan terjerembap jatuh dari kursi penumpang ini. Berkali-kali Sinta berusaha memanggil Keenan. Memohon laki-laki itu agar bersikap waras, berteriak dan bahkan mengumpat, tapi semua itu percuma. Keenan benar-benar tidak mau peduli.
Keenan turun dari tempat tidurnya. Berjalan menuju pintu kaca besar lalu menyibak gorden kamarnya. Langit masih gelap, bahkan bulan dan bintang masih terlihat, walau tampak malu-malu di atas sana. Cahaya matahari juga belum bisa dilihatnya. Maju beberapa langkah ia menghirup udara pagi yang belum banyak tercemar oleh polusi. Sangat menyejukkan. Kepalanya menjadi dingin, suasana hatinya menjadi sedikit lebih membaik. Kebiasaan Keenan sebenarnya adalah selalu bangun pagi. Seberapa malam pun dia tidur, entah kenapa otomatis dia akan selalu bangun sebelum matahari muncul menyinari permukaan bumi. Kecuali jika pikirannya lagi suntuk, walau sebenarnya dia sudah terbangun, tapi matanya akan tetap terpejam dan dia akan berdiam diri di dalam kamarnya. Bersemadi, berusaha tidak memikirkan apa-apa, atau pun untuk sekedar mendengarkan musik saja di dalam kamarnya. Keenan menyeret kedua kakinya, digerakkan juga tubuhnya menuju kamar mandi. Mandi, memakai kemeja kerjanya, dan menyisir rambutnya y
Sinta tidak bisa menghentikan senyumnya sejak dari awal Keenan menghubungi dan menanyai dirinya ingin dibawakan apa saat laki-laki itu pulang nanti.Berkali-kali Sinta mondar-mandir melihat jam yang lama sekali berputar. Dia tidak sabar ingin segera bertemu dengan Keenan. Dadanya berdebar tidak karuan. Dia gelisah sekali. Menyesal juga dia sempat tidak mau bertemu laki-laki itu kemarin yang sekarang membuat dirinya rindu setengah mati.Di depan cermin Sinta sekarang. Berputar-putar ia memperbaiki penampilannya, memakai pakaian terbaiknya, berdandan, dan mengoleskan make-up tipis-tipis pada mukanya. Dia tidak sabar sekali menunggu Keenan pulang nanti. Oh Tuhan, sekarang mereka benar-benar mirip seperti pasangan sungguhan.Buru-buru Sinta mencoba mengatur ekspresi wajahnya agar tidak terlalu kentara, jika dia sangat begitu antusiasnya melihat Keenan pulang. Wangi parfum laki-laki itu menguar berbarengan saat Keenan memasuki ruangan. Parfum yang begitu memabukkan bagi Sinta. Dia suka wan