All Chapters of Pendekar Kujang Emas: Chapter 201 - Chapter 210

651 Chapters

201. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Para pendekar yang mengejar ular siluman Wintara berhenti di tengah hutan, tepatnya di tanah lapang yang cukup terang disiram cahaya bulan. Jumlah mereka sekitar dua puluh orang yang berasal dari berbagai padepokan. Berbeda dengan pencari sang pewaris kujang emas yang bisa membuat mereka saling berselisih, pencarian ular siluman ini justru membuat hubungan para pendekar itu menjadi lebih dekat.Wintara dalam wujud siluman ular menjulurkan lidah dengan tatapan yang tak lepas dari para pendekar. Ia menghilangkan hawa keberadaan dan di saat yang sama mengelilingi mangsanya.Salah satu tiruan Limbur Kancana bersembunyi tak jauh dari para pendekar berada, mengawasi keadaan sekitar untuk mencari keberadaan siluman ular yang mendadak menghilang.“Cari sampai dapat! Jangan biarkan siluman ular itu pergi!” teriak salah satu pendekar seraya menebas-nebas semak-semak, “kita harus bisa menebas kepala ular itu dan mengarak ke seluruh perkampungan yang berada di wilayah ini!”Wintara mulai bergerak
Read more

202. Dua Pendekar Hitam dan Serangan SIluman Kembar

Limbur Kancana melompat turun ke arah siluman ular yang berada di depannya. Pendekar itu mengamati keadaan musuh lekat-lekat. Serangan dari harimau putih yang ia kerahkan mampu melukai ular siluman itu di bagian leher. Tetes darah tampak mengucur di tanah. Wintara dalam wujud ular terkejut ketika melihat sosok yang tadi bersama Lingga dan Sekar Sari sudah berada di depannya. Ia bisa merasakan kekuatan yang meluap-luap dari sosok itu. “Sudah kuduga jika dia bukan pendekar sembarangan. Hanya saja kekuatannya saat ini jauh berbeda dengan kekuatannya saat berada di dekatku,” gumamnya.Wintara mulai mengelilingi Limbur Kancana dengan lidah menjulur. “Apa mungkin pendekar ini yang sudah mengawasiku sejak tadi? Tapi bukankah dia berada di dekatku saat di perkampungan tadi? Siapa dia sebenarnya?”Limbur Kancana mengamati pergerakan ular siluman itu saksama untuk mengukur kekuatan lawan. Tubuhnya memutar bersamaan dengan makhluk itu mengelilinginya.Wintara melayangkan serangan pembuka denga
Read more

203. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Sementara itu, Nilasari baru saja mengisap kekuatan para pendekar yang berhasil diperdaya olehnya di pinggiran hutan. Gadis itu menyeka air liur di bibir, mengawasi keadaan sekitar sesaat. Ia kemudian mengamati pinggiran perkampungan di mana beberapa pendekar tampak berjaga.Nilasari berjalan ke luar hutan dengan pandangan yang sesekali menoleh ke pekatnya hutan di belakangnya. “Sepertinya raka sudah menemukan pendekar yang mengawasi kita berdua dan sedang bersenang-senang dengan pendekar itu. Aku sebaiknya melakukan tugasku di sini lebih cepat sebelum raka kembali.”Nilasari segera bersembunyi di balik pohon ketiga tiga pendekar berada di dekatnya berjalan ke kiri dan kanan dengan senjata dalam genggaman. “Mereka bukan pendekar yang kuat. Hanya saja kekuatan mereka tetap aku butuhkan.”Nilasari dengan cepat mengubah wujudnya menjadi ular siluman, bergerak perlahan di belakang tiga pendekar itu dengan sebisa mungkin tidak menghasilkan suara. Tubuh bagian atasnya ditegakkan dengan mulu
Read more

204. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Tolong selamatkan anakku!” Wanita itu tiba-tiba saja jatuh berlutut, menarik-narik kedua tangan Lingga dengan air mata yang bercucuran. “Tolong selamatkan anakku!”“Bagaimana ciri-ciri anakmu?” tanya Lingga sembari membawa wanita itu untuk kembali berdiri. “Bisa kau jelaskan padaku?”“Dia ... anak laki-laki kisaran sepuluh tahun. Dia memiliki tompel hitam di tangan kiri. Rumah kami tak jauh dari tengah perkampungan.” Wanita itu kembali terjatuh.Lingga menoleh ke arah luar sesaat. “Baiklah, aku akan—”Lingga tiba-tiba menghentikan ucapan ketika tiruan Limbur Kancana menahan tangannya kuat-kuat. Pemuda itu menggertakkan gigi di mana tangannya mendadak terkepal sangat erat. Ia benar-benar membenci keadaannya saat ini yang memaksanya untuk diam.Di sisi lain, Malawati semakin merasakan keanehan pada sosok Limbur Kancana yang ia kenal sebagai Aditara. Sejak tadi, pria itu terus mencegah Lingga untuk ikut andil dalam perterarungan melawan siluman ular. Di sisi lain, ia tidak mungkin berta
Read more

205. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Tapi aku harus menolong para pendekar itu, Kakang Guru. Kalau tidak akan semakin banyak korban yang berjatuhan,” ujar Sekar Sari, “tolong bawalah anak ini selagi aku menggunakan ramuan pemusnah siluman ini. Aku berjanji akan segera kembali.”Tiruan Limbur Kancana menggeleng, kian erat menggenggam tangan Sekar Sari. Anak laki-laki di dekat mereka hanya terdiam dengan tatapan yang menoleh pada keduanya bergantian.Sekar Sari menoleh ke kanan dan kiri, tersenyum ketika melihat panah yang tergelatak yang tak jauh berada di dekatnya. “Aku bisa menggunakan panah ini untuk menembakkan ramuan pemusnah siluman pada siluman ular itu. Bukankah itu pilihan terbaik saat ini?”Tiruan Limbur Kancana perlahan melepas genggaman tanah pada Sekar Sari, mengamati gadis itu yang dengan cepat mengambil panah dan anak panahnya di tanah.“Kakang Guru, pergilah lebih dulu dari tempat ini.” Sekar Sari bergegas menaiki sebuah pohon, mengolesi anak-anak panah dengan ramuan pemusnah siluman. Gadis itu menarik na
Read more

206. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Kakang Guru,” gumam Sekar Sari saat tubuhnya mendarat kembali ke tanah. Gadis itu dengan cepat menarik kembali kedua selendangnya. Ia melihat ular siluman itu masih mengeluarkan susuk hitam dari mulutnya.Beberapa pendekar terkena serangan susuk hitam hingga harus dipapah oleh pendekar lain untuk menghindar dari serangan berikutnya.“Ular siluman itu nyatanya sangat kuat. Ramuan yang kubuat hanya bisa membakar tubuhnya untuk sementara. Ternyata ramuanku belum sesempurna yang dibuat guru.” Sekar Sari berusaha mengendalikan napas yang mulai memburu. Ia bisa melihat para pendekar yang berbondong-bondong mundur ke arah hutan.“Kalau ular siluman itu sampai mengejar mereka, para warga dan Lingga akan berada dalam bahaya. Aku harus melakukan sesuatu.”Sekar Sari i menoleh pada susuk hitam di udara yang terus-menerus mengeluarkan susuk-susuk berukuran kecil ke sekeliling. “Jika ramuanku bisa membakar tubuh ular itu dari luar, maka untuk membakar tubuhnya dari dalam aku harus bisa memasukkan
Read more

207. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Sekar Sari menabrak deretan pohon dan baru bisa berhenti ketika dirinya menahan dorongan tubuh dengan mengaitkan kedua selendang. Gadis itu terbatuk darah dengan napas yang memburu. Panah yang tadi berada dalam genggamannya patah menjadi dua bagian. Untungnya, kendi berisi ramuan pemusnah siluman masih berhasil ia selamatkan.Sekar Sari menyeka darah dengan punggung tangan. Tubuhnya terasa sangat sakit setiap kali digerakkan. Gadis itu berusaha berdiri meski setelahnya kembali terjatuh. Ia dengan cepat menelan pil bulat untuk mempercepat pemulihan dirinya.Di sisi lain, Nilasari tertawa dalam hati ketika melihat Sekar Sari sudah duduk bersandar di dahan pohon dengan keadaan tak berdaya. “Ini saatnya aku memberinya pelajaran berharga.”Nilasari bergerak cepat ke arah Sekar Sari. Hanya dalam waktu singkat ia sudah berada di depan mangsanya. Jika saja Wintara tidak memerintahkannya untuk tidak mencelakai gadis itu, sudah pasti dirinya akan langsung memangsanya saat ini juga.Melihat Seka
Read more

208. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Sekar Sari masih berdiam diri di tempat selama beberapa detik lamanya. Saat akan mendekat ke perkampungan kembali, gadis itu dengan cepat mengurungkan niatannya. “Aku sebaiknya kembali ke tempat Kakang Lingga dan para warga untuk memastikan keadaan mereka.”Sekar Sari kembali meneruskan perjalanan. Pikiran gadis itu masih terpaku pada sosok seorang gadis yang berlari meninggalkan perkampungan. Dari jaraknya tadi, ia kesulitan untuk melihat wajah jelmaan ular siluman itu. Akan tetapi, dari pertarungan itu dirinya bisa mengambil kesimpulan jika ramuan pemusnah siluman yang dibuatnya memiliki khasiat untuk melawan siluman ular itu.“Aku hanya tinggal menyempurnakan ramuan itu.” Sekar Sari tersenyum, sedikit bernapas lega. “Tapi aku yakin jika siluman ular itu akan kembali mengincarku untuk balas dendam.”“Sekar Sari,” panggil Lingga dari arah berlawanan. Pemuda itu menyusul ke perkampungan karena Sekar Sari tidak kembali dalam waktu cukup lama, terlebih saat dirinya melihat cahaya terang
Read more

209. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Itu ....” Lingga tiba-tiba kikuk ketika menyadari kesalahannya. Ia menoleh ke samping saat Malawati mengamatinya saksama.Di sisi lain, Sekar Sari ikut merasakan ketegangan yang terjadi. Jika sampai Malawati curiga dan bertindak macam-macam, jelas ia, Lingga dan Limbur Kancana akan dirugikan. Bisa saja gadis berbaju hijau itu akan berpikir-pikir macam-macam.“Sepertinya aku salah memanggil.” Lingga mengusap tengkuk sesaat. “Sekar Sari adalah salah satu temanku di perkampunganku dulu. Karena namanya mirip dengan Sekar Dewi, aku seringkali salah memanggil namanya.”“Itu sudah sering terjadi,” tambah Sekar Sari, meyakinkan, “aku sudah sering mendengar Kakang ... Bimantara salah menyebut namaku.”Malawati diam sesaat, menoleh pada Lingga dan Sekar Sari bergantian, kemudian mengangguk. Gadis itu menoleh pada mulut gua sesaat, melirik Limbur Kancana yang sejak tadi hanya diam memperhatikan. Ia tidak memungkiri jika ketiga orang di dekatnya mencurigakan, seakan tengah menyembunyikan sesuatu
Read more

210. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Di luar gua, Lingga terus mengkhawatirkan keadaan Limbur Kancana yang masih belum memberikan tanda-tanda akan kembali. Pemuda itu berjalan ke kiri dan kanan, dengan sesekali mengarah pada perkampungan. Suasana sangat hening hingga ia bisa mendengar suara tarikan dan embusan napasnya sendiri.“Aku benar-benar mengkhawatirkan keadaan paman.” Lingga mengembus napas panjang, lantas melompat ke atas puncak pohon. Pemandangan yang ia lihat hanyalah hamparan pepohonan dan titik api kecil dari arah perkampungan.Lingga melompat turun dari puncak pohon, menoleh pada tiruan Limbur Kancana yang hanya diam dengan sesekali memperhatikannya. Ia sempat berpikir untuk menyusul Limbur Kancana. Hanya saja, pilihan itu jelas sangat berbahaya.“Aku harus melakukan sesuatu untuk membantu paman.” Lingga menarik napas dalam, mengendalikan dirinya agar lebih tenang. Pemuda itu menyentuh bahu tiruan Limbur Kancana, memejamkan mata, kemudian mengirim tenaga dalamnya.Lingga berusaha memusatkan pikiran dan memb
Read more
PREV
1
...
1920212223
...
66
DMCA.com Protection Status