Damar tersadar setelah tubuhnya dibuang ke dalam jurang. Sakit, jauh lebih baik mati daripada menderita. Jimat yang ia gantungkan di leher bahkan tak bisa dibuka agar ia bisa mengembuskan napas terakhir. Lambat laun tubuh yang dulu gagah dan menjadi incaran Weni, tak lagi kekar. Ia mulai digerogoti cacing tanah, ulat, bahkan ada binatang buas yang mencabik dagingnya. Damar berharap tewas, tapi tidak juga. Atau ia berharap ada yang menarik jimatnya. Tapi tak ada manusia yang melintas di belantara rimba itu.“Dewa, apakah ini balasan atas pengkhianatanku pada Kinanti,” gumamnya ketika melihat seekor ular mencabik tubuhnya.Tulang Damar mulai kelihatan. Ia tak tahu sudah berapa lama terbaring di sana. Entah hari bulan atau tahun. Lelaki itu sudah memohon pada yang kuasa agar mengampuni dosanya. Juga meminta agar nyawanya dicabut. Lalu turun hujan deras, petir, berganti gemuruh, panas dan ragam cuaca telah ia lewati. Tubuhnya kerempeng bukan kurus lagi. Ia terus menangis mengingat Kin
Read more