Home / Fantasi / Series Hutan Larangan / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Series Hutan Larangan : Chapter 151 - Chapter 160

191 Chapters

Derita Para Selir

Damar beristirahat di tepi sungai. Tak terkejar ia harus ke tengah pemukiman. Lelaki itu menghidupkan api unggun guna mencegah serangan binatang buas. “Paman, aku la—” Belum selesai Weni bicara, dia sudah diberikan perbekalan terlebih dahulu. Semakin besar rasa di dalam hati gadis tengil itu. Ia tersenyum malu-malu. Setelah kenyang makan, Weni merebahkan diri di dalam pedati. “Aku tak sabar menjadi selirnya. Namanya istri muda pasti selalu diperhatikan dari yang paling tua,” gumam gadis berkuling kuning langsat itu percaya diri. Damar tengah memijit bahunya yang nyeri. Lelah perjalanan mencari selir baru tuannya sampai kulitnya semakin gelap dan kapalan karena memegang kendali kuda. Malam semakin gelap. Nyamuk semakin besar yang datang, suara kodok terdengar memanggil hujan. Pedati berguncang karena ada penghuninya. Damar hanya bisa menghela napas menahan kantuk. Lalu ia pun jalan kaki sebentar ke arah sungai, untuk mencuci mukanya agar tak tertidur. Namun, rasa-rasanya Damar se
Read more

Persaingan

“Murti, Nduk, sepertinya aku ingin meminta tolong padamu.” Kinanti merasa pengobatan yang ia jalani sia-sia belaka. Tak ada harapan untuk sembuh. Batuknya semakin menyesakkan dada. “Mencarikan istri untuk Kanda Damar,” tebak gadis itu sambil menyantap kangkung rebus dicampur sambal. “Hmm, akhir-akhir ini aku tak bisa melayaninya. Aku tahu kau belum menikah ta—” “Aku paham apa yang kau rasakan. Yang jadi masalah, aku saja belum menikah, Kakak suruh aku carikan Kanda istri kedua lagi. Ya, lebih baik aku mencari jodohku saja.” Murti menyantap ikan bakar yang ada di depannya sampai habis. “Apa gerangan yang membuatmu sulit menemukan jodoh? Kau itu cantik, jangankan orang biasa, adipati saja mau meminangmu. Jangan terlalu pilih-pilih, Nduk, tak baik, ada yang mau dengan kita saja sudah syukur.” “Aku tak banyak memilih, aku hanya memilih dia.” Maksud gadis pendekar itu si Pawana. “Dianya mau tidak denganmu?” tanya Kinanti. Murti hanya menggeleng saja. Sulit mendekati Pawana. Sepertin
Read more

Simpanan

“Jadi, dia itu siapa?” Weni melihat ke arah perempuan galak tadi. “Namanya, Kemangi.” “Kemangi? Terus hebatnya apa?” “Hebatnya? Nantilah aku bicarakan. Pesanku kau harus berhati-hati di sini. Jangan terlalu percaya dengan semua orang,” ucap Lintang. “Lalu kau?” “Kau bisa mulai percaya padaku. Aku menyelamatkanmu tadi malam. Aku tidak akan menghitungnya sebagai hutang budi. Tapi, aku pergi dulu, ya, ada yang harus aku kerjakan. Nanti aku ke sini lagi.” Lalu puri bagian belakang tempat di mana para selir tinggal terasa sunyi. Kamar mereka sebelah-sebelahan. Wajar kalau saling mendengar bisikan satu sama lain. Memang demikian perempuan peliharan Demang. Tapi tetap saja menjadi satu kebanggan bisa menjadi selir karena harta kekayaan yang akan diterima. Tidak bagi Weni. Dia masih mencari di mana Damar. Ia ingin keluar. Lalu gadis itu memanjangkan lehernya. Ia melihat dari celah jendela bambu. Banyak lelaki berwajah sangar yang berjaga. Pedang mereka tajam dan bisa memenggal leher
Read more

Main Hati

“Juragan, hamba ingin menyampaikan sesuatu,” bisik orang kepercayaan Pawana sambil mengendap-endap. “Sebagai orang kepercayaan Demang Ranu, aku yakin sekali kau pasti terlibat. Tidak mungkin sekeping hepeng pun tidak pernah kau makan,” gumam lelaki berkasta tinggi itu. “Tapi aku tidak yakin, sebelum mencari tahu sendiri. Sebenarnya aku tidak suka main kasar, tidak sama sekali, kecuali terpaksa.” Pawana naik ke atas kudanya. Lelaki dengan kumis tipis itu membawa lari tunggangannya. Yang ia tahu sebagai pendekar perempuan, Murti suka latihan dengan kudanya di tanah lapang milik kedua orang tuanya.“Aku akan main hati, tapi aku tidak akan menggunakan perasaan. Kau akan aku manfaatkan, selagi berguna kau akan ada di dekatku.” Pawana menarik tali kekang kuda. Ia menunggu sampai Murti kembali. Terdengar suara derap lari kuda lain yang datang. Pawana sembunyi sebentar dan nyaris saja anak panah mengenai pipinya. Tergores sedikit, dan hutang darah dari Murti akan ia ambil dari darah dari a
Read more

Asal Bunyi

“Damar, aku akan pergi ke ibu kota. Kau tak akan bisa masuk, jadi daripada menunggu lama, kau tahu apa yang harus kau lakukan?” titah Demang Ranu pada abdinya. “Baik, Tuan, tapi ini adalah hari di mana para selir engkau izinkan untuk keluar sehari saja. Apa tetap dibawa, Tuan?” “Atur saja bagaimana baiknya. Aku mungkin akan kembali dalam dua atau tiga hari. Yang lebih penting jangan cari muka di depan prajurit pangeran siapa namanya itu.” “Pawana.” “Ah, itu dia. Jangan sampai dia tahu semua harta kekayaan kita berasal dari mana.” Demang Ranu menaiki pedati dengan menjadikan bahu Damar sebagai pijakan. Begitulah nasib babu kala itu. Pedati kemudian berangkat dan puri bisa dikatakan Damar adalah pengawasnya. Lelaki itu melihat ke dalam puri dan seperti biasa para selir saling membentuk kelompok dalam pertemanan. Tidak ada yang menyendiri termasuk Lintang dan Weni yang asyik menggunakan daun pacar di kuku. “Lihat, dia mengintip,” bisik Weni pada Lintang. “Bukan mengintip. Dia mem
Read more

Ular Merah

“Aku pikir tadi kau dan kekasihmu itu yang celaka.” Weni naik satu pedati bersama dengan Lintang. “Tidak, justru aku pikir kau dan Paman tadi yang kena. Sepertinya masih dicari siapa korbannya. Apa pun itu semoga tidak akan membuat kita dikurung dalam puri selamanya.” Lintang merinding, tadi dia begitu dekat dengan suara jeritan saat kejadian berlangsung. “Bagaimana?” tanya Lintang pada Weni. “Ya, begitu-begitu saja, tapi kakiku jadi terkilir. Kami tak ada apa-apa selain dia memijat betisku. Kau sendiri bagaimana?” “Itu sudah bagus, ada pendekatan. Aku, ya, apalagi begitulah dengan dia, selagi ada kesempatan.” “Kau tak takut kalau ketahuan?” “Tidak, justru rasanya mendebarkan. Kami sama-sama butuh, kalau ada waktu tentu kami manfaatkan.” “Agak gila juga kau aku rasa.” “Ya, kau juga. Tapi gara-gara kejadian itu aku rasa penjagaan akan diperketat, lihat saja nanti.” Pedati terus berjalan membawa para selir kembali ke kediaman Demang Ranu. Semua turun ketika sudah sampai. Weni k
Read more

Hasrat Terpendam

Bak kerbau yang dicucuk hidungnya, Damar menurut saja saat ditarik Weni ke dalam kamar. Namun, gema suara Kinanti yang terngiang dari dalam jiwa membuatnya sadar kembali. “Tidak, Nyonya, maaf ini salah.” Damar melepas genggaman tangan Weni. Tapi gadis tengil itu tak terima. “Kenapa? Dia juga tidur, besok pagi baru akan bangun. Kau lemah, tak kuatkah?” “Bukan begitu, tapi aku sudah punya istri, dan kau sudah ada yang punya.” “Lalu, salahnya di mana?” Gadis tengil itu menaikkan dagunya, pertanda dia angkuh dan tak suka keinginannya diabaikan. “Ya, kita salah telah mengkhianati pasangan.” “Bukankah sudah biasa lelaki punya lebih dari satu istri.” “Istri, iya, bukan …” “Gundik maksudmu. Jadi aku ini salah karena menjadi gundik demang?”“Nyonya, aku tak tahu ada apa denganmu. Tapi aku pulang dulu. Jalani saja takdirmu.” Damar berjalan mundur sambil menundukkan kepala. “Jangan pergi kau!” Weni menarik tangan babu itu bahkan tanpa sadar cakarnya tumbuh dan menggores kulit Damar. “Ma
Read more

Tipu Daya

Meringkuk Weni di dalam kamarnya demi meredam hasrat akan haus darah manusia. Tadi nyaris sedikit saja lagi ia menerkam Kemangi. Untung saja Damar datang dan mengingatkan dirinya agar kembali. “Aduh, kenapa rasa laparku kian menjadi saja. Kenapa juga aku tidak suka makanan seperti biasanya,” gumam Weni yang mengendap-endap kembali ke luar. Kali ini kakinya ia jejakkan di tanah begitu perlahan. Setiap ada prajurit yang keliling menggunakan obor ia akan sembunyi. “Aku jadi tak suka panas api. Apa sebenarnya yang terjadi denganku?” Ingin rasanya gadis tengil itu memadamkan api yang ada di semua penjuru puri. Namun, ia harus berhasil mengendalikan rasa laparnya.Ada satu sisi puri yang sepi dari penjagaan. Weni ingin memanjat pagar bambu itu. Namun, ketika ia mengambil pijakan, tiba-tiba saja gadis itu bisa melompati pagar walau harus jatuh.Mendengar ada suara yang aneh, para penjaga mencari tahu dan secara alami Weni bersembunyi di bawah semak belukar.Setelah semua penjaga pergi bar
Read more

Hampir Terjerat

“Di sini memang hanya ada kita berdua, tapi di luar ada banyak orang,” ucap Damar apa adanya. “Ha ha, artinya kau juga ingin. Ya terserahlah, akhirnya aku tahu isi hatimu. Jangan sentuh aku, keluar sana!” Weni menepis tangan Damar. Babu itu lekas undur diri. Ia pasrah andai selir licik melaporkan dirinya pada Demang.“Nanti aku akan buat kau tak bisa menolak lagi walau ada demang di hadapan kita. Rasanya aku jadi semakin gatal saja beberapa hari ini. Tapi, tèrserah, asalkan aku bahagia seperti kata Lintang.” Gadis itu berbaring di ranjang yang telah dibersihkan para pelayan. Rasa dingin terus menjalar di dalam tubuhnya. Weni butuh kehangatan, lalu ia pun tidur di kolong ranjang. Ada ular kiriman lagi masuk ke dalam kamarnya. Namun, kali ini tidak ada adegan pembunuhan sesama jenis. Justru Weni bangun dan mengelus kepala ular berbisa yang dingin itu. “Kau kenapa mau diberbudak manusia, harusnya kita yang membunuh mereka,” ujarnya sambil mengecup kepala ular itu. “Pergilah, cari t
Read more

Rayuan Mematikan

Terkejut setengah mati Kemangi ketika pagi hari saat makan bersama, Weni hadir dalam keadaan sehat tanpa kekurangan satu apa pun. Dua selir itu saling bertatapan. Namun, Kemangi berpaling. Lama-lama ia takut melihat Weni yang matanya memerah. “Aku tak suka buah, kau makan saja duluan.” Gadis tengil itu menyodorkan kates pada Lintang. Tidak demikian dengan Kemangi. Ia kehilangan nafsu makan ketika menatap Weni yang hanya mencomot ikan saja. Lalu ia pun menyudahi makan dan pergi ke kebun bunga sendirian. Niat selir licik itu ingin bertemu kekasihnya dan menanyakan mengapa gadis usil itu tak mati juga? “Mau ke mana?” Tiba-tiba saja Weni muncul di hadapan Kemangi. Selir jahat itu bergeser ke kiri, Weni ikut, begitu saja terus sampai tangan Kemangi ingin naik menampar pipi Weni. “Aku adukan kau pada demang kalau kau hidup lagi setelah mati!” “Adukan saja, aku katakan perselingkuhan dengan kekasihmu itu, sekalian dengan upaya pembunuhan yang kau lakukan!” ancam Weni kembali. Kemangi
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
20
DMCA.com Protection Status