Beranda / Fantasi / Series Hutan Larangan / Bab 131 - Bab 140

Semua Bab Series Hutan Larangan : Bab 131 - Bab 140

191 Bab

Arwah Gentayangan

Andra benar-benar menjaga Maya. Tak ia biarkan istrinya mencari kayu bakar atau bahan makanan. Ia turun langsung sebagai seorang suami yang baik. “Andai sekarang aku bisa menghasilkan emas, aku akan membuatmu menjadi perempuan paling cantik di dunia ini,” ucap Andra sambil mengangkat kapak dan membelah kayu. Peluhnya bercucuran. “Oh, pandai sekali dia membual. Kang Mas belajar dari mana kata-kata itu. Meniru londo, ya? Aku dengar banyak perempuan yang pagi hari jadi babu dan malam jadi alas kasur mereka.” “Aku tak tahu, itu hanya muncul dari dalam hatiku saja, Maya.” “Perubahanmu membuatku ketar-ketir. Bisa saja saat kau pulang lalu membawa perempuan lain seperti dulu saat mabuk.” “Memang pernah?” tanya Andra yang tak tahu seperti apa kehidupan lelaki bernama Satya dulu.“Ya, pernah. Satu malam kau kembali dalam keadaan mabuk parah dan mengamuk, paginya bangun langsung berubah. Kupikir Kang Mas kesurupan, tapi ternyata tidak.” “Maaf, kalau aku dulu kasar padamu. Mungkin aku seri
Baca selengkapnya

Terhimpit

Rombongan adipati datang terlambat di desa tempat tinggal Maya. Sampai di sana rumah penduduk yang tak permanen serta atapnya terbuat dari dedaunan kering telah hangus terbakar. Andra melompat turun dari kudanya. Yang ia khawatirkan adalah keadaan Maya yang katanya berbadan dua. “Periksa tempat ini dan selamatkan yang masih hidup!” titah sang adipati kemudian ia pun turun dari kudanya. Lelaki yang rambutnya diikat rapi itu kemudian menyusul Andra yang berlari tanpa menoleh ke belakang lagi. Suasana di desa tidak ada ratapan tangis sama sekali karena semuanya mati, melainkan penuh kengerian dan amat mencekam. “Pasti ulah nyai tabib,” ucap Bagus ketika kakinya tak sengaja menginjak kayu kering, dan setelah ia singkirkan, benda itu bukan kayu, melainkan kaki manusia yang belum terbakar sempurna. Adipati kemudian menyingkirkan dan mengumpulkan semua menjadi satu. Tidak akan ada upacara pelepasan mayat, tidak ada air suci atau apa pun karena pemuka agama pun mati dibantai. Perang tak
Baca selengkapnya

Puncak Pegunungan Himalaya

Maya yang kini telah menjadi hantu menyerang siapa saja yang ada di hadapannya. Tentu paling banyak para londo, karena sebelum mati merekalah yang paling terakhir ia lihat. Hantu ciptaan nyai tabib teramat sangat ganas. Londo yang berhasil ia bawa terbang ditancapkan pada sebatang dahan yang telah dipatahkan dan meruncing di bagian ujung. Jelas penjajah itu mati mengenaskan. Kemudian tentara yang ada mengarahkan meriam ke arahnya. Maya terbang dan melintasi puri. Jelas saja tembakan api itu menyasar rumah sang adipati di mana istri dan anaknya sedang berlindung. Tidak, lebih tepatnya Sekar telah menjadi santapan londo juga. Maya terbang lagi dan menyambar londo yang menembaknya beberapa kali. Hantu perempuan itu membawa tangkapannya ke langit dan lehernya ia gigit dengan dua taring tajam hingga berlubang. Pada saat yang sama darah itu dihisap oleh Maya. Mayat tidak sendirian, melainkan banyak hantu lain yang ikut terbang. Kuku-kuku panjang hantu itu menembus tubuh semua yang ada d
Baca selengkapnya

Tatapan Bidadari

Bagus berlari ketika sebentar lagi ia akan sampai ke rumahnya yang diberi perisai. Namun, langkah lelaki bermata kuning itu terhenti sejenak. Lehernya tergores sendiri dan darah mengucur deras dari sana. “Ana.” Kemudian harimau berwujud manusia itu lari lagi. Ketika ia terluka, Ana merasakan hal yang sama. Demikian juga sebaliknya. Semacam kutukan abadi yang diberikan oleh Damar untuknya. Bedanya Ana tidak bisa menyembuhkan diri. Semakin kencang ayah tiga orang anak itu berlari. Tak lama setelah itu ia sampai di rumah bagian belakang. Hal pertama yang ia temukan yaitu Ana terbaring di lantai dengan leher disayat pisau dapur. Lelaki berambut sebahu itu tak sempat bersedih. Hal pertama yang bisa ia lakukan membawa Ana ke ranjang, kemudian mengambil beberapa perlengkapan medis. Tangan manusia harimau itu dengan cekatan menutup dan menjahit luka di leher yang begitu dalam. Apa alasan Ana? Mungkinkah ia bunuh diri. Luka di leher Ana telah tertutup rapat. Setidaknya mereka berdua aka
Baca selengkapnya

Ke luar Kota

“Nay, kamu mau ke mana?” Tepat waktu Mita menyusul pemetik bunga itu agar tak keluar dari perisai buatan Arya. “Mau cari makan,” jawabnya sambil tersenyum. “Kalau cuman daging, di rumah ada, kok, yuk, naik ke atas, di sini bahaya kalau kamu sendirian. Nggak baik.” Mita menarik perlahan tangan Nay. Wanita itu menurut saja, padahal tadi dia melihat penampakan burung terbang. “Tapi aku lagi kepengen makan ayam sebenernya. Nggak tahu kenapa, udah tiga hari kepikiran, dialihkan pikiran juga nggak bisa. Aku nggak minta Tante nyariin, kok, aku cuman cerita aja.” “Iya, Tante ngerti, emang kalau ngidam, ya, gitu. Kalau nggak dapat kita bisa kepikiran terus.” “Tapi kan, Tante, normalnya orang hamil itu sembilan bulan, ya, ini, kok, perut Nay udah gede banget?” tanya Nay yang masih tak terima kenyataan. “Iyah, seperti kata Tante, kamu bukan manusia begitu juga dengan kami. Dibawa pun misalnya ke rumah sakit. Dokter mana yang sanggup periksa kamu. Terus malah kamu diburu sama wartawan penc
Baca selengkapnya

Pintu Masuk

Laba-laba itu kembali setelah memeram seekor ular selama tiga purnama. Ia pikir ular itu akan melunak daging dan hilang bisanya. Dengan delapan kaki berbisanya laba-laba tersebut mengoyak jaring putih. Namun, setelah dibuka, ular itu justru menegakkan kepalanya. Lidah cabang tiga dengan suara desis menjadi pertanda kalau Sora sangat lapar. “Terima kasih karena telah menolongku,” ucap Sora.Laba-laba itu diam, ia tahu ular adalah binatang licik dan mematikan meski ia sama beracunnya. Kemudian dengan kecepatan delapan kaki berbulunya, binatang tersebut merayap ke dinding dan mencoba lari dari sarangnya sendiri. Dipikirnya tadi laba-laba itu bisa makan lezat. Siapa sangka ia bisa saja berubah menjadi makanan bagi siluman ular itu. Nyatanya, Sora memanjangkan lidahnya yang bercabang tiga, ia tangkap laba-laba itu dan tarik sekuat mungkin meski delapan kaki itu juga memiliki perekat alami. Dinding gua menjadi saksi dua siluman saling bertahan antara ingin makan dan tetap ingin hidup
Baca selengkapnya

Dia Datang

Dua taring Agni, Alana, serta Mita muncul secara tak terduga. Ketakutan, menjadi alasan terbesar. Nay bangun ketika suara gedoran di pintu mengganggu telinganya. Cakar di masing-masing tangan perempuan penghuni rumah Arya juga sama. Semuanya menyiagakan diri kecuali Kanaya. “Siapa?” tanya Nay sambil memegang perutnya. “Alana, Agni, bawa Nay keluar dari sini!” perintah Mita. Duar! Suara gedoran di pintu berubah menjadi tendangan. “Nggak!” Kompakan dua anak gadis itu menjawab. “Cepat pergi!” tekan Mita, tapi Alana dan Agni bergeming. Mereka tak mau meninggalkan mamanya sendirian. “Kalau harus terluka atau mati, kita rasakan sama-sama. Tiga lawan satu masih ada kemungkinan menang.” Karena takut sampai ke ubun-ubun, Alan tak bisa melihat siapa yang datang. Suara ketukan di depan pintu berubah menjadi gedoran. Tak lama kemudian tendangan pun didaratkan. Satu demi satu kayu yang dipaku dan dipasang oleh Agni terlepas. Bahkan bongkahannya mengenai dahi Mita. “Oh, god, please, setea
Baca selengkapnya

Danau

Sora berhasil menemukan jejak Kanaya lebih dekat. Ada sebuah gunung yang sangat sedikit ditinggali manusia biasa. Sisanya binatang buas dan manusia harimau saja. Sudah lama Pangeran Arya berkuasa di sana walau bukan seperti raja di zaman dahulu, tapi aroma harimau jantan tercium sangat kuat. “Akan aku lihat dengan jelas bagaimana kau mati di tanganku, bedebah!” Sora memandang dari jauh. Mata hitamnya menembus pepohonan, dahan, ranting, rumput, kawanan burung, dan terakhir ia beradu pandang dengan seorang wanita yang berdiri di depan jendela. “Maya, aku datang. Aku berjanji tak akan kasar lagi padamu,” ujarnya sambil menghirup aroma bunga Nay. Sora melanjutkan perjalanannya. Ia senang setiap kali melihat binatang takut dan bersembunyi darinya. Dari dulu manusia harimau baik sendiri atau berkelompoklah yang berani menantangnya. Ketika akan memasuki lebih dekat lagi rumah Mita dan anak-anaknya, tersengat kulit lelaki itu hingga terbakar dan bau hangus tercium. Perisai milik Arya me
Baca selengkapnya

Jalan Lahir

Darah di dalam tubuh Nay memanas berkali-kali lipat hingga serupa api yang berkobar. Hal demikian berakibat pada kulitnya yang mengering mendadak. Cipratan air dari danau tak mampu meredam panas. Alhasil pemetik bunga itu berganti kulit secara spontan. “Agh!” gumam Nay sambil memegang perutnya. Cakar di dalam sana semakin menjadi-jadi dan jabang bayi mendesak ingin keluar. “Mama gimana ini, Nay mau melahirkan.” Agni panik, dia takut melihat seekor ular beracun di depannya. “Sekarang?” tanya Mita yang juga ikutan panik. “Kenapa harus sekarang, sih!” Alana tambah menjadi takutnya. “Aduh, ini harus gimana?” “Pergi sejauh mungkin kalian bisa!” Sadam memutar tulang lehernya dan menggenggam jemari hingga tulang belulangnya berbunyi. “Tapi, Sadam!” Mita takut anaknya kenapa-kenapa. “Ini urusan sesama jantan, pergi selamatkan diri, Ma.” Tak lama kemudian Sadam mengubah wujudnya menjadi seekor harimau besar. Suara aumannya membuat air di dalam danau bergetar. “Ayo cepet, lari, lari, l
Baca selengkapnya

Petir

Arya membuka matanya. Sudah hampir tiga purnama ia berada di dalam Hutan Larangan. Rindu keluarga sudah pasti. Tapi, memang Andra sebaiknya ia temani. “Apakah mereka baik-baik saja?” gumam Arya di atas pohon. Di sana ia kerap memandang langit dan bulan ketika rindu dengan keluarganya. Suasana Hutan Larangan sepi. Gurunya lebih sering menyendiri dari dulu. Guru yang ia sangka baik sekali, nyatanya berwajah dua. “Seharusnya latihan Andra sudah selesai. Apa yang dia kerjakan di dalam sana. Kalau dia tak juga kembali aku terpaksa pulang duluan.” Sang pangeran melompat dan memperhatikan rerumputan yang begitu luas. Di sana terakhir ia melihat anak sahabatnya. “Sebentar lagi dia juga akan selesai.” Pawana datang tiba-tiba. “Di mana anak itu?” “Di bagian terdalam Himalaya. Tidak pernah ada manusia yang sampai ke sana. Kalau ada ya sudah jadi bangkai dan dimakan.” “Aku penasaran dengan kekuatan jenis apa yang akan dia dapatkan.” “Tergantung kebutuhan. Yang ia butuhkan sekarang mengha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
20
DMCA.com Protection Status