“Kang Mas.” Murti membawa Pawana menyingkir secepatnya, sebelum kena pengaruh sihir ular hitam.Binatang melata itu hanya memperhatikan kepergian dua manusia harimau yang membuatnya menelan ludah. Memang Murti dan Pawana bukanlah lawannya, tapi Damar lain lagi ceritanya. “Kenapa ada ular di bukit ini?” tanya Pawana yang dibawa Murti pergi jauh. “Namanya juga hutan, kita bisa apa?” “Kita bisa pergi dari sini, Dinda, kita bisa mencari wilayah lain.” Pawana mengikuti nalurinya sebagai harimau jantan. “Aku tidak mau, aku ingin bersama kandaku. Tolonglah, Kang Mas. Lagi pula apa yang kau cari lagi di luar sana. Di sini sudah enak, nyaman, sejuk dan tenang, tahu sendiri sejak jadi binatang darah kita panas.” “Tapi di sini aku hanya pecundang, Dinda.” Jatuh harga diri Pawana yang selama jadi manusia, dialah yang memerintah bahkan membunuh Damar dulu. “Tidak ada yang menganggapmu pecundang, Kang Mas. Sudahlah di sini saja, jangan ke mana-mana lagi, ya, ya.” Murti—perempuan yang rambutny
Read more