Beranda / Fiksi Remaja / FREL. / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab FREL.: Bab 31 - Bab 40

84 Bab

31. Bully

Jika tidak ada guru, di mana-mana yang namanya ruang kelas, ujung-ujungnya pasti ramai. Ada aja bahan untuk omongan. Seperti halnya kelas X-1. Kata Rafa selaku ketua kelas X-1, pelajaran ekonomi hari ini kosong. Itu disebabkan Pak Eko sedang sakit. Tugasnya kali ini harus membuat pertanyaan yang berhubungan dengan perusahaan dagang dan perusahaan jasa, lalu diberikan jawaban sendiri menurut cara pandang kita masing-masing. "Hahaha ... ini sih gampang. Pertanyaan tergantung kita, kan? Kita sendiri yang disuruh buat pertanyaan, kan?" sesumbar Udin seraya tertawa keras. "Gaya lo, Din! Emang lo mau bikin pertanyaan apa?" sahut Andika menimpali. "Lo kayak nggak tau Udin aja, Dik. Palingan yang dibuat pertanyaan nggak jauh-jauh sama perdagangan sepatunya. Terus entar diselipin tuh bagian paling bawah kertasnya, alamat pabriknya sendiri," seloroh Daniel yang kini sudah dudu
Baca selengkapnya

32. Pembalasan

Kenn menahan pergelangan tangan Kak Farah dengan tatapan yang mampu membuatnya menciut. "Berhenti atau kecoak ini akan berbalik masuk ke seragam lo," ancam Kenn.  "I-iya. Gu-gue b-berhenti, Kenn," jawab Kak Farah dengan tubuh gemetar dan tergagap-gagap di depan Kenn. Aku masih bingung. Dari mana Kenn datang? Bukankah dia masih ada urusan sama Pak Ahmad? "Kalian jangan coba-coba kabur dari sini!" teriaknya kepada semua anak buah Kak Farah begitu mengetahui mereka berniat kabur secara diam-diam. Mereka serentak berhenti dan berbalik, wajah mereka pucat pasi, berjalan layaknya mumi. "Kemarikan kecoaknya." Dengan tangan gemetar Kak Farah menyerahkan plastik itu. Kenn meraihnya, lalu ia lepaskan kecoak-kecoak tersebut ke bawah kaki Kak Farah. Kontan Kak Farah terlonjak dan refleks mundur. Ia berteriak ketakuta
Baca selengkapnya

33. Hari di Rumah Sakit

Ini hari keduaku di rumah sakit. Saat aku tersadar kemarin, tahu-tahu aku sudah berada dalam ruangan serba putih. Tak selang berapa lama, aku menjalani beberapa pemeriksaan dan diberikan serum anti tetanus. Aku masih ingat, karena luka di telapak tanganku cukup dalam sehingga perlu dilakukan pembedahan untuk membersihkan luka di dalamnya. Dokter yang merawatku tadi bilang, kemarin teman-temanku belum diizinkan menjenguk karena memang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan pembedahan, aku diwajibkan istirahat total dan tidak ada yang boleh mengganggu kecuali hari kedua. Dan seharusnya hari ini mereka sudah bisa membesukku. Omong-omong soal pembalasanku pada Kak Farah, aku harus merelakan jika nanti beasiswaku dicabut, tentunya tidak akan ada sekolah mana pun sudi memberikan beasiswa pada siswi yang suka membuat onar sepertiku. Atau mulai sekarang aku harus bersiap-siap, bisa jadi sesudah ini aku akan ditendang dari SMA Bakti Airlangga. Yeah, aku yakin dalam peristiwa ini, aku yan
Baca selengkapnya

34. Keberadaan Kenn

Aku terbaring di atas tempat tidurku. Mataku terpejam, tapi pikiranku melayang ke mana-mana. Akhirnya kubuka mata dan mencoba melirik jam weker yang menunjukkan pukul 9.00 malam. Aku terus membolak-balikkan badanku, mencoba mencari posisi senyaman mungkin. Aku berusaha keras memejamkan mata, namun entah mengapa, aku tetap tak bisa tidur. Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku sejak tadi pagi.Ya. Sejak tadi pagi awal mulanya berbagai macam pertanyaan di kepalaku muncul secara bertubi-tubi. Dari kemarin hingga tadi pagi aku menunggu kedatangan Kenn, akan tetapi ia tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Ia tak menjengukku barang sekalipun. Sampai sekitar pukul 8.00 pagi tadi, aku diperbolehkan pulang dan hanya dijemput Kak Kevan, Kak Alvin, Kak Ari, Dara, Tomi, kakek dan nenek. Ada niatan untuk menanyakan secara langsung pada Tomi, ia kan sepupu Kenn, aku yakin Tomi mengetahui penyebab Kenn tidak datang
Baca selengkapnya

35. Kenekatan Frel

Aku dan Dara tengah berjalan turun ke lantai bawah, kami akan menuju ke kantin belakang sekolah. Sejak Dara memproklamirkan hubungannya dengan Kak Ari, ia selalu aja mengajakku ke kantin dengan antusiasme yang tinggi. Aku sih senang-senang aja, selama keinginannya tidak berbelok dengan tujuanku mendekati Kak Kevan, tentunya. Kalau dipikir-pikir cepat juga Dara resmi menjadi pacar Kak Ari. Hubunganku sama Kak Kevan aja sampai sekarang belum ada perkembangan yang signifikan, kecuali berhasil di bagian kencan, tapi tetap aja masih kalah cepat dengan Dara. Apalagi waktu itu Dara masih tergila-gila dengan Kenn. Eh, saat dia mengaku sudah menyerah mengejar Kenn, tak tahunya nggak ada angin, nggak ada hujan, ia sudah pacaran sama Kak Ari. Kan, aneh! Jangan-jangan aku yang terlalu lamban. Apa kode yang aku tunjukan untuk Kak Kevan kurang jelas, ya? Atau, pendekatanku yang masih kurang? 
Baca selengkapnya

36. Katakan Cinta

Hari ini matahari bersinar sangat cerah, secerah wajahku yang kini telah berdiri di depan pagar warna hitam di sebuah rumah yang sangat besar. Pulang sekolah tadi, aku minta Dara untuk menanyakan alamat Kak Kevan pada Kak Ari. Sehabis mandi dan berganti pakaian, aku langsung mengajak Dara untuk mengantarku ke rumah Kak Kevan. Ingat, hanya di depan pagar. Awalnya Dara bersikeras ingin menemaniku masuk ke dalam, alasannya ia ingin menolongku jika secara tiba-tiba aku pingsan saat berdekatan dengan Kak Kevan. Preet! Bilang aja, ia ingin menonton caraku menyatakan perasaan di depan Kak Kevan seperti yang dulu-dulu. Kutekan bel yang terletak di luar pagar. Beberapa menit kemudian muncullah Pak Satpam dari posnya. "Halo, Pak." "Siapa, Neng?" "Nama saya Frel, Pak, bukan Neng," jawabku sambil menyengir kuda. "Oh, ya, saya mau c
Baca selengkapnya

37. Awal Hubungan

Semua mata para cewek memandangku aneh hari ini. Mata mereka menyorotku tajam di sepanjang kaki ini melangkah. Kilauan cahaya mata mereka pun nyaris sama, menandakan kebenciannya terhadapku. Jika diperhatikan lebih cermat, tatapan para cewek itu hampir mirip dengan gorila hitam yang sedang marah. Lihat, bahkan ada banyak juga yang saling bergerombol dan berbisik sinis padaku. Aku yakin setelah ini mereka berencana akan melompat bersama-sama ke udara dengan gaya kungfu, meraihku dengan tangannya yang panjang lalu menggigitku dan mencabik-cabik tubuhku dengan gigi taringnya yang tajam. Oke, itu terdengar terlalu berlebihan. Tapi, hey, tunggu dulu. Kalian mungkin akan berpikir ulang setelah tahu apa yang sudah terjadi. Akan aku ceritakan sedikit alasan kenapa mereka menatapku bak gorila yang lagi marah. Kalian pasti ingat kan aku sudah resmi jadian sama Kak Kevan? Awal
Baca selengkapnya

38. Kejutan dari Kak Kevan

Dua hari kemudian Dress yang dipesankan Kak Kevan datang. Saat aku lagi diajak Om Aditya nonton siaran ulang sepak bola di sore hari, tiba-tiba Kak Kevan memelukku dari belakang dan menunjukkan sebuah bungkusan tepat di depan mataku. "Apa ini, Kak?" "Coba kamu tebak." Aku berpikir sebentar. "Cokelat? Kue?" Kak Kevan menggeleng sembari tersenyum padaku. "Masa gitu nggak tau, Frel?" ucap Om Aditya yang kini sebelah tangannya terangkat ke atas sandaran sofa dan melingkari bahu Tante Viona. "Emang apaan, Om?" "Itu isinya bom, entar meledak waktu kamu buka." "Hah?" Aku terperanjat, ketakutan. "Masa, sih?" Seketika Om Aditya tertawa keras dan Tante Viona langsung melayangkan pukulan
Baca selengkapnya

39. Kebersamaan

Sudah hampir seminggu ini aku berpacaran dengan Kak Kevan, sikap dan tingkahku juga sudah kembali seperti semula. Tidak ada gagu ataupun rasa canggung yang menyelimutiku di saat kami berduaan, bahkan aku mulai berani beberapa kali menggoda Kak Kevan dan mencium pipinya dari belakang sembari tanganku melingkar di lehernya saat ia sedang seriusnya menonton televisi. Yeah, walaupun aku masih beberapa kali salah tingkah di depan Kak Kevan ketika ia mulai menatapku dalam, dengan senyuman manis dan melancarkan kata-kata romantisnya, tetapi paling tidak, aku tidak terlihat segagu dan secanggung saat di awal hubungan kami. Kak Kevan juga sepertinya sudah terbiasa denganku, nggak menunjukkan gugup atau malu berlebihan saat digoda Om aditya. Kalian tahu, aku merasa hidupku kali ini semakin berwarna sejak kehadiran Kak Kevan. Ia selalu rela memberikan seluruh waktunya untukku ketika aku membutuhkan.
Baca selengkapnya

40. Perubahan

Pagi yang cerah. Mobil Kak Kevan membelah jalan raya dengan santai tanpa terkesan terburu-buru. Dari balik kaca kulihat pohon, bunga serta tanaman lain terlihat segar nan indah. Wajar aja semalam hujan begitu deras sehingga pagi ini pun sisa titik-titik hujan masih melekat di daun dan tangkainya. Kubuka sedikit jendela kaca mobil di sampingku. Kuhirup udara dan angin yang membelai wajahku. Mataku terpejam merasakan semilirnya, seakan-akan kedamaian tengah menyapaku dan membisikkan kalimat terindah di telingaku. Di sepanjang perjalanan kulihat Kak Kevan lebih fokus menyetir dan sesekali mengikuti alunan musik jazz di radio. Aku pun ikut tertarik mendengarkan lagunya. Ah, musik lembut seperti ini memang sangat mendukung dengan cuaca pagi sekarang. Lagunya seolah-olah memberi rasa kenyamanan bagi setiap orang yang mendengarnya. "Hati rasanya tenang, ya, Kak, denger musik kayak gini," ujarku sambil
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status