Home / Fiksi Remaja / FREL. / 32. Pembalasan

Share

32. Pembalasan

Author: malapalas
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Kenn menahan pergelangan tangan Kak Farah dengan tatapan yang mampu membuatnya menciut. "Berhenti atau kecoak ini akan berbalik masuk ke seragam lo," ancam Kenn. 

"I-iya. Gu-gue b-berhenti, Kenn," jawab Kak Farah dengan tubuh gemetar dan tergagap-gagap di depan Kenn.

Aku masih bingung. Dari mana Kenn datang? Bukankah dia masih ada urusan sama Pak Ahmad?

"Kalian jangan coba-coba kabur dari sini!" teriaknya kepada semua anak buah Kak Farah begitu mengetahui mereka berniat kabur secara diam-diam.

Mereka serentak berhenti dan berbalik, wajah mereka pucat pasi, berjalan layaknya mumi.

"Kemarikan kecoaknya."

Dengan tangan gemetar Kak Farah menyerahkan plastik itu. Kenn meraihnya, lalu ia lepaskan kecoak-kecoak tersebut ke bawah kaki Kak Farah. Kontan Kak Farah terlonjak dan refleks mundur. Ia berteriak ketakuta
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • FREL.   33. Hari di Rumah Sakit

    Ini hari keduaku di rumah sakit. Saat aku tersadar kemarin, tahu-tahu aku sudah berada dalam ruangan serba putih. Tak selang berapa lama, aku menjalani beberapa pemeriksaan dan diberikan serum anti tetanus. Aku masih ingat, karena luka di telapak tanganku cukup dalam sehingga perlu dilakukan pembedahan untuk membersihkan luka di dalamnya. Dokter yang merawatku tadi bilang, kemarin teman-temanku belum diizinkan menjenguk karena memang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan pembedahan, aku diwajibkan istirahat total dan tidak ada yang boleh mengganggu kecuali hari kedua. Dan seharusnya hari ini mereka sudah bisa membesukku. Omong-omong soal pembalasanku pada Kak Farah, aku harus merelakan jika nanti beasiswaku dicabut, tentunya tidak akan ada sekolah mana pun sudi memberikan beasiswa pada siswi yang suka membuat onar sepertiku. Atau mulai sekarang aku harus bersiap-siap, bisa jadi sesudah ini aku akan ditendang dari SMA Bakti Airlangga. Yeah, aku yakin dalam peristiwa ini, aku yan

  • FREL.   34. Keberadaan Kenn

    Aku terbaring di atas tempat tidurku. Mataku terpejam, tapi pikiranku melayang ke mana-mana. Akhirnya kubuka mata dan mencoba melirik jam weker yang menunjukkan pukul 9.00 malam.Aku terus membolak-balikkan badanku, mencoba mencari posisi senyaman mungkin. Aku berusaha keras memejamkan mata, namun entah mengapa, aku tetap tak bisa tidur. Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku sejak tadi pagi.Ya. Sejak tadi pagi awal mulanya berbagai macam pertanyaan di kepalaku muncul secara bertubi-tubi.Dari kemarin hingga tadi pagi aku menunggu kedatangan Kenn, akan tetapi ia tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Ia tak menjengukku barang sekalipun. Sampai sekitar pukul 8.00 pagi tadi, aku diperbolehkan pulang dan hanya dijemput Kak Kevan, Kak Alvin, Kak Ari, Dara, Tomi, kakek dan nenek.Ada niatan untuk menanyakan secara langsung pada Tomi, ia kan sepupu Kenn, aku yakin Tomi mengetahui penyebab Kenn tidak datang

  • FREL.   35. Kenekatan Frel

    Aku dan Dara tengah berjalan turun ke lantai bawah, kami akan menuju ke kantin belakang sekolah. Sejak Dara memproklamirkan hubungannya dengan Kak Ari, ia selalu aja mengajakku ke kantin dengan antusiasme yang tinggi.Aku sih senang-senang aja, selama keinginannya tidak berbelok dengan tujuanku mendekati Kak Kevan, tentunya.Kalau dipikir-pikir cepat juga Dara resmi menjadi pacar Kak Ari. Hubunganku sama Kak Kevan aja sampai sekarang belum ada perkembangan yang signifikan, kecuali berhasil di bagian kencan, tapi tetap aja masih kalah cepat dengan Dara. Apalagi waktu itu Dara masih tergila-gila dengan Kenn. Eh, saat dia mengaku sudah menyerah mengejar Kenn, tak tahunya nggak ada angin, nggak ada hujan, ia sudah pacaran sama Kak Ari. Kan, aneh!Jangan-jangan aku yang terlalu lamban. Apa kode yang aku tunjukan untuk Kak Kevan kurang jelas, ya? Atau, pendekatanku yang masih kurang?

  • FREL.   36. Katakan Cinta

    Hari ini matahari bersinar sangat cerah, secerah wajahku yang kini telah berdiri di depanpagar warna hitam di sebuah rumah yang sangat besar.Pulang sekolah tadi, aku minta Dara untuk menanyakan alamat Kak Kevan pada Kak Ari. Sehabis mandi dan berganti pakaian, aku langsung mengajak Dara untuk mengantarku ke rumah Kak Kevan. Ingat, hanya di depan pagar.Awalnya Dara bersikeras ingin menemaniku masuk ke dalam, alasannya ia ingin menolongku jika secara tiba-tiba aku pingsan saat berdekatan dengan Kak Kevan.Preet! Bilang aja, ia ingin menonton caraku menyatakan perasaan di depan Kak Kevan seperti yang dulu-dulu.Kutekan bel yang terletak di luar pagar. Beberapa menit kemudian muncullah Pak Satpam dari posnya. "Halo, Pak.""Siapa, Neng?""Nama saya Frel, Pak, bukan Neng," jawabku sambil menyengir kuda. "Oh, ya, saya mau c

  • FREL.   37. Awal Hubungan

    Semua mata para cewek memandangku aneh hari ini. Mata mereka menyorotku tajam di sepanjang kaki ini melangkah. Kilauan cahaya mata mereka pun nyaris sama, menandakan kebenciannya terhadapku.Jika diperhatikan lebih cermat, tatapan para cewek itu hampir mirip dengan gorila hitam yang sedang marah. Lihat, bahkan ada banyak juga yang saling bergerombol dan berbisik sinis padaku. Aku yakin setelah ini mereka berencana akan melompat bersama-sama ke udara dengan gaya kungfu, meraihku dengan tangannya yang panjang lalu menggigitku dan mencabik-cabik tubuhku dengan gigi taringnya yang tajam.Oke, itu terdengar terlalu berlebihan. Tapi, hey, tunggu dulu. Kalian mungkin akan berpikir ulang setelah tahu apa yang sudah terjadi. Akan aku ceritakan sedikit alasan kenapa mereka menatapku bak gorila yang lagi marah.Kalian pasti ingat kan aku sudah resmi jadian sama Kak Kevan?Awal

  • FREL.   38. Kejutan dari Kak Kevan

    Dua hari kemudianDressyang dipesankan Kak Kevan datang. Saat aku lagi diajak Om Aditya nonton siaran ulang sepak bola di sore hari, tiba-tiba Kak Kevan memelukku dari belakang dan menunjukkan sebuah bungkusan tepat di depan mataku."Apa ini, Kak?""Coba kamu tebak."Aku berpikir sebentar. "Cokelat? Kue?"Kak Kevan menggeleng sembari tersenyum padaku."Masa gitu nggak tau, Frel?" ucap Om Aditya yang kini sebelah tangannya terangkat ke atas sandaran sofa dan melingkari bahu Tante Viona."Emang apaan, Om?""Itu isinya bom, entar meledak waktu kamu buka.""Hah?" Aku terperanjat, ketakutan."Masa, sih?"Seketika Om Aditya tertawa keras dan Tante Viona langsung melayangkan pukulan

  • FREL.   39. Kebersamaan

    Sudah hampir seminggu ini aku berpacaran dengan Kak Kevan, sikap dan tingkahku juga sudah kembali seperti semula. Tidak ada gagu ataupun rasa canggung yang menyelimutiku di saat kami berduaan, bahkan aku mulai berani beberapa kali menggoda Kak Kevan dan mencium pipinya dari belakang sembari tanganku melingkar di lehernya saat ia sedang seriusnya menonton televisi.Yeah, walaupun aku masih beberapa kali salah tingkah di depan Kak Kevan ketika ia mulai menatapku dalam, dengan senyuman manis dan melancarkan kata-kata romantisnya, tetapi paling tidak, aku tidak terlihat segagu dan secanggung saat di awal hubungan kami.Kak Kevan juga sepertinya sudah terbiasa denganku, nggak menunjukkan gugup atau malu berlebihan saat digoda Om aditya.Kalian tahu, aku merasa hidupku kali ini semakin berwarna sejak kehadiran Kak Kevan. Ia selalu rela memberikan seluruh waktunya untukku ketika aku membutuhkan.

  • FREL.   40. Perubahan

    Pagi yang cerah. Mobil Kak Kevan membelah jalan raya dengan santai tanpa terkesan terburu-buru. Dari balik kaca kulihat pohon, bunga serta tanaman lain terlihat segar nan indah. Wajar aja semalam hujan begitu deras sehingga pagi ini pun sisa titik-titik hujan masih melekat di daun dan tangkainya.Kubuka sedikit jendela kaca mobil di sampingku. Kuhirup udara dan angin yang membelai wajahku. Mataku terpejam merasakan semilirnya, seakan-akan kedamaian tengah menyapaku dan membisikkan kalimat terindah di telingaku.Di sepanjang perjalanan kulihat Kak Kevan lebih fokus menyetir dan sesekali mengikuti alunan musik jazz di radio. Aku pun ikut tertarik mendengarkan lagunya. Ah, musik lembut seperti ini memang sangat mendukung dengan cuaca pagi sekarang. Lagunya seolah-olah memberi rasa kenyamanan bagi setiap orang yang mendengarnya."Hati rasanya tenang, ya, Kak, denger musik kayak gini," ujarku sambil

Latest chapter

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

DMCA.com Protection Status