Home / Fiksi Remaja / FREL. / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of FREL.: Chapter 11 - Chapter 20

84 Chapters

11. Mendekati Rencana

Kupandangi restoran mewah di depanku. Restoran 3 lantai dan tiap lantai mempunyai ruangan khusus masing-masing. Lantai 1, ada dapur dan tempat makan bernuansa anak muda. Lantai 2, khusus  family room, ruangan dengan nuansa santai penuh kekeluargaan. Lantai 3, ruangan dengan tampilan eksklusif dalam tatanan interior mewah, ditujukan untuk kalangan profesional yang hendak menjamu rekan bisnisnya atau bahkan menyelenggarakan kegiatan meeting internal perusahaan yang ruangannya bisa mencapai kapasitas 50 orang lebih. Meskipun sudah beberapa kali datang kemari, tapi tetap aja responsku tak pernah berubah. Takjub dan wow ...  amazing. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Aku masih ingat pertama kali datang kemari, sungguh memalukan. Memakai sandal jepit dan kaus oblong dengan tatanan rambut awut
Read more

12. Rencana Dimulai

"Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!" Aku dan Dara berteriak sekencang-kencangnya begitu kami masuk ke dalam ruangan. Aku mengusap dadaku yang hampir jantungan karena kaget. Tomi benar-benar sialan! Ia sengaja menunggu kami di balik pintu dengan memakai topeng Ghostface untuk menutupi wajahnya. Siapa coba yang nggak takut kalau topengnya seseram itu? Melihat topeng Ghostface, membuatku selalu teringat film horor "Scream", di mana ceritanya sang pembunuh memakai topeng Ghostface dalam setiap melakukan aksi untuk menutupi jati dirinya. Tadinya kukira kami yang akan menjadi korban pembunuhan selanjutnya. Hiiii ... amit-amit! Tomi malah tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya sambil membungkuk. Mengguncangkan bahunya sedemikian rupa akibat tawa pecahnya. Dara tidak tinggal diam, ia langsung memukuli Tomi dengan tas kecil yang i
Read more

13. Perjalanan Bersama Kenn

"Kenn, tungguin gue!" "Gue ngasih tau lo, bukan berarti lo harus ngekorin gue." "Tapi gue terpaksa ngekorin lo, Kenn." "Lo pikir gue peduli?" Aish, mulai lagi mulutnya! Nggak tahu apa, ngejar dia itu sama aja kayak ngejar Hulk, satu langkah bagiku sama seperti sekilo jauhnya. "Tunggu...!" teriakku sambil megap-megap kehabisan napas. Kenn berhenti dan berbalik menatapku. "Apa lagi?" "Gu-gue capek ngejar lo. Jangan cepat-cepat dong jalannya." "Ck, siapa suruh punya badan kecil. Udah cepetan mau ngomong apa?" Emangnya gue mau apa, punya badan kecil gini! "G-gue ... eee ... gueee...." Tanpa sadar kedua jari telunjukku sudah terangkat main sundul-sundulan kayak magnet. Kebiasaan yang belum bi
Read more

14. Terungkap

Acara mandi selesai, aku pun sudah minum obat flu. Dan saat ini kami berdua duduk berhadapan di ruang makan sambil menunggu kakek nenek membuat minuman hangat. Tampak Kenn juga sudah berganti pakaian santai milik kakek. Kuambil kotak berisi berbagai macam obat dan kuserahkan pada Kenn yang sejak tadi melihat ke arah dapur. "Gue nggak sakit," ucapnya ketus. Mulai lagi! Perlu dilakban nih, mulutnya. Memangnya siapa yang tanya? Ck, sok ke-PD-an banget. "Terserah lo, deh. Gue cuma ngikutin perintah nenek," sahutku, kesal. Akhirnya kuletakkan kotak obat itu ke atas meja tepat di depannya. Kenn tetap diam, masih menatap dapur dengan serius. Kadang ia ikut tersenyum ketika menyaksikan kakek dan nenek saling suap-suapan singkong rebus. Kenapa nih, cowok? Jangan-jangan karena kena rayuan nenek. Hebat banget nenek bisa
Read more

15. Dara Mengungsi

Aku sampai di sekolah pukul 06.20. Sengaja aku berangkat lebih pagi supaya bisa bertemu dengan Dara di sekolah, tapi apa yang aku dapat, kelas kosong melompong tak berpenghuni. Aku duduk di bangkuku dan mengembuskan napas panjang. Sekali lagi kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan kelas, namun tak ada tanda kehidupan sama sekali. Hanya berderet bangku kosong tanpa pemiliknya. Mendadak aku teringat kejadian tadi pagi. Kukira aku hanya mimpi buruk saat peristiwa Kenn berada di rumahku semalam. Ternyata usai bangun tidur, aku disambut dengan ucapan nenek yang masih terngiang di kepalaku. "Oh, ya, Frel, si ganteng nggak jadi menginap di sini. Setelah kamu pamit tidur, si ganteng juga pamit pulang," ujar nenek lemas sambil mengembuskan napasnya dengan lebay. Si ganteng?  Dahiku mengernyit bingung. Aku masih ng
Read more

16. Hukuman

Setelah Bu Sari masuk ke dalam kelas dan mengucapkan salam, beliau langsung memberikan ulangan untuk bab I yang telah dibahas kemarin. "Masukkan semua buku catatan kalian ke dalam tas masing-masing. Di atas meja hanya ada kertas kosong dan alat tulis." Bu Sari mengedarkan pandangan ke kami semua. "Kita ulangan hari ini." JDER! "Huuuuuuuuuuu...." Ruang kelas menjadi gaduh oleh suara protes dan umpatan kecewa. "Nggak ada bantahan!" "Tapi Bu, harusnya kan info dulu kalau mau ulangan," protes Adam, tak terima. "Betul itu, Bu. Harusnya ada pemberitahuan terlebih dahulu, biar kami bisa siapin, Bu," sahut Udin membenarkan. "Maksudnya Udin pasti belum siapin kertas contekan tuh, Bu," potong Daniel, teman sebangku Udin sebelumnya. Karena wajah hitam dan perut gendutnya, kami sering
Read more

17. Penjelasan Tentang Kenn

Kalian pasti menunggu penjelasan yang sudah aku dengar dari mulut Tomi, kan? Oke, akan aku ceritakan sekarang! Kalian masih ingat nggak mengenai hukuman yang diberikan Bu Sari, kemarin? Bukan hanya aku yang dapat hukuman, melainkan ada sembilan orang. Dan kalian harus tahu, bahwa hukuman kemarin itu semua gagal total. Ya. GAGAL TOTAL SAUDARA-SAUDARA! Kalian mau tahu karena siapa? Yup, betul. Semua karena ulah Udin dan teman-teman sekelas. Hukuman kemarin itu merupakan hukuman terberisik, menurutku. Hukuman yang seharusnya dilakukan dengan patuh dan tenang, ini malah pada ribut semua seperti ibu-ibu yang lagi nawar barang dagangan. "Lo sih, Dam, gue udah bilang lo yang bagian jaga, lo nggak mau nurut. Ya, kayak gini jadinya." Andika menggerutu sambil menonjok-nonjok tembok dengan kepalan tangannya. "
Read more

18. Mengintai

Rasanya sudah sepuluh menit yang lalu aku masih mengulang bacaan di halaman yang sama. Kucoba sekali lagi untuk fokus membaca. Atlas adalah kumpulan peta yang disatukan dalam bentuk buku, tetapi juga ditemukan dalam bentuk multimedia. Atlas dapat memuat informasi geografi, batas negara, statisik geopolitik, sosial, agama dan ekonomi. Informasi geografi? Statisik geopolitik?Dahiku berkerut berkali-kali lipat setelah menemukan kata yang belum kutahu arti maknanya. Mataku kembali menari-nari ke kiri dan kanan mengikuti setiap kata yang tertulis di sebuah buku yang aku pegang. Globe atau Bola Dunia adalah suatu bentuk tiruan bola bumi yang dibuat dalam skala kecil untuk dapat lebih memahami bentuk asli planet bumi. Aku ikut membayangk
Read more

19. Bertemu Kak Kevan

"Ra, tunggu!" teriakku dari kejauhan, memanggil Dara yang sudah lebih dulu jalan ke luar kelas.   Dara menoleh ke belakang, ia melihatku. Dari tatapannya, aku tahu dia terkejut. Beberapa detik kemudian ia berbalik dan mempercepat langkahnya. Aku terpaksa mengejar dengan susah payah karena banyaknya siswa yang berlalu lalang di depanku.   Dara berjalan tanpa henti, ia terus berjalan, bahkan sekarang ia berlari menghindariku. Ia memasuki lift dan memencet tombol tanpa henti. Kulihat pintu lift akan segera tertutup. Aku benar-benar panik.   "Dara, tunggu. Lo jangan—" Terlambat.   Sial!   Aku menatap ke atas pintu lift yang sudah tertutup di mana layar bergambar panah kecil berwarna merah menunjukkan arah turun. Tanpa pikir panjang aku berlari menuju tangga dan turun ke lantai bawah. Aku berlari seperti orang y
Read more

20. Permulaan

Sejak pertemuanku dengan Kak Kevan, rasanya tak henti-hentinya bibir ini tersenyum. Di dalam kelas pun aku hanya diam, lebih sering menunduk, selalu teringat kejadian saat Kak Kevan menoel hidungku, mengacak rambutku, tersenyum padaku, bahkan setelah mengetahui Kak Kevan tengah mengerjaiku dengan cara berbohong soal perjanjian kencan kami, bukannya emosi dan memarahi Kak Kevan, aku malah salah tingkah dan tersipu malu. Wajar aja Kak Kevan banyak digilai cewek. Banyak cewek yang menyukainya. Kak Kevan memang tampan. Tapi bukan hanya itu yang membuatku terpesona. Cowok tampan? Banyak. Tapi dengan segala sifat yang dimiliki Kak Kevan, aku rasa sangat jarang. Ia pendiam tapi juga ramah. Tutur katanya begitu halus bagaikan denting piano yang bisa membuatku terhanyut ke dalam buaian mimpi dan memasuki dunia khayalku sendiri. Sikap penuh kasih dan sayang juga selalu terpancar dari matanya. Tatapan lemb
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status