Semua Bab MENJADI SAINTESS TERHEBAT: Bab 61 - Bab 70

189 Bab

Bab 61. Alasan Mengurung Lissa Adalah

 Kemudian, ia melanjutkan, “Dilihat dari bagaimana kamu menghancurkan gaun-gaunmu, sepertinya bukan pelayan yang salah. Apakah kamu sedang stres?”Aku menekan barisan gigi atas dengan gigi bawahku karena sedang menahan diri agar tidak terpancing emosi. Hampir saja aku tadi mengerutkan alisku begitu mendengar ucapan Raja Edgar. “Apa? Stres katanya? Tidak, aku bukan stres, tapi benar-benar sudah gila karena sikap Yang Mulia yang tidak masuk akal itu!” bentakku dalam hati.Walau batinku menggila, aku merasa diriku cukup hebat karena aku masih memejamkan mata dan memperlihatkan wajah damai dalam tidurku yang pura-pura. Aku juga merasa takjub dengan diriku sendiri karena bisa memberikan sapaan hormat kepada Raja Edgar dengan menyebutnya Yang Mulia, walau aku sudah dalam keadaan emosi. Ini semua salah hati nurani dan mentalku yang bukanlah jiwa pemberontak.“Sepertinya benar kalau kamu aku harus menuruti kemauanmu. Akan tetap
Baca selengkapnya

Bab 62. Akhirnya Keluar

BAB 62Akhirnya KeluarMengetahui hal itu, aku merasa bahwa upayaku untuk keluar diam-diam harus aku lakukan dengan sebaik mungkin agar tidak ketahuan dan dicurigai oleh Raja Edgar.“Raja Edgar sepertinya tidak ingin kehilanganku. Hah! Seandainya saja Anda mengingat bagaimana sikap Anda di saat kita pertama kali bertemu. Leherku hampir saja hilang karena Anda menghunuskan pedang Anda karena menganggapku orang yang tidak berguna. Sekarang, Anda malah menghalangiku kembali dengan cara yang kotor. Ini namanya penyekapan dan penyalahgunaan kekuasaan. Itu adalah pelanggaran hukum yang sangat berat, Yang Mulia,” ucapku sambil menggosok-gosok tubuhku untuk melampiaskan amarahku.“Tunggu!” perintahku kepada diriku sendiri. Seakan-akan tubuhku merespons perintah dari diriku, tanganku berhenti bergerak.“Jika Yang Mulia sangat membutuhkan orang ynag terampil sepertiku, aku tinggal melatih orang lain saja agar bisa menjadi sepertik
Baca selengkapnya

Bab 63. Tugas Pertama sebagai Sekretaris Raja

BAB 63Tugas Pertama Sebagai Sekretaris RajaAku jadi tersadar bahwa aku belum memberikan salam sama sekali Dengan gugup, aku langsung memberikan salam kepada Raja Edgar.“Marchioness Anette datang menghadap Yang Mulia Raja,” ucapku sambil menundukkan kepala dan membungkuk sebagai tanda hormat.“Lain kali kamu tidak perlu memberikan salam yang merepotkan seperti itu, karena kita akan sering bertemu. Waktu akan habis hanya dengan kamu memberi salam. Mendekatlah,” ucap Raja Edgar.“Baik, Yang Mulia,” balasku. Aku pun kemudian berjalan mendekat untuk mengikuti perintahnya.Jarak dari tempatku berdiri ke tempat Raja Edgar sangat dekat. Namun, rasanya jarak itu sangat jauh. Setiap aku ingin melangkah, rasanya kakiku sangat berat, dan aku seperti berjalan di atas es yang dingin namun tipis. Aku seakan-akan bisa saja jatuh kapan saja jika es itu retak dan membuatku jatuh ke air yang dingin.Seakan-akan menya
Baca selengkapnya

Bab 64. Makan Siang yang Tidak Nyaman

Aku kembali memperhatikan posisi tempatku duduk. Aku sengaja memilih tempat duduk yang sedikit jauh dari Raja Edgar. Aku mengosongkan setidaknya tiga bangku dari posisi Raja. Karena, jika diurutkan, di sebelah Raja yang seharusnya duduk adalah Istrinya, atau seorang Ratu. Jika ia memiliki selir, maka istrinya duduk di sebelah kanan adalah Ratu, dan yang di sebelah kiri adalah selirnya. Kemudian, dua kursi di sebelah istri dan selir masing-masing adalah anak-anak mereka.Jelas saja, walau posisi Ratu atau selir Raja Edgar masih kosong, termasuk posisi anak-anaknya, aku tidak boleh lancing mengambil tempat mereka atau duduk terlalu dekat dengan Raja. “Jadi, apakah aku salah?” batinku lagi.“Kamu ingin aku duduk dan memandangmu jauh begitu, serta menaikkan volume bicaraku hanya untuk berbicara denganmu?” tanya Raja Edgar.Aku melihat Raja Edgar dengan tatapan seperti orang bodoh karena menyadari bahwa Raja Edgar ingin agar aku duduk lebih de
Baca selengkapnya

Bab 65. Jebakan Rissa untuk Menjatuhkanku

Raja Edgar melirikku sebentar sebelum memberikan perintah kepada Ivan. “Biarkan ia masuk.” Begitu pintu itu terbuka, aku bisa melihat ekspresi terkejut Rissa yang kemudian berubah menjadi ekspresi kesal ketika melihatku. Namun, setelah itu ia segera memberikan hormat kepada Raja Edgar, “Saintess Rissa menghadap Yang Mulia.” Aku memperhatikan sikap anggun Rissa dengan tubuhnya yang dibalut pakaian putih yang mewah. Pakaian putih itu bahkan membuat rambut pirangnya tampak lebih indah. “Rissa benar-benar sudah dewasa,” batinku. Rissa yang di depanku ini benar-benar terasa seperti orang asing, karena ia telah memiliki kekuatan, dan beradaptasi di lingkungannya dengan kekuatan dirinya sendiri. Aku bahkan seperti tidak mengenal dunianya sama sekali. Jadi, hal itu membuatku bisa bersikap tegas. Mulai sekarang, aku tidak ingin melibatkan diriku dengan Rissa lagi. Aku pun kembali menundukkan kepalaku dan melanjutkan untuk mengerjakan tugas pert
Baca selengkapnya

Bab 66. Apakah wajar untuk Berpegangan Tangan?

“Jika maksud Yang Mulia adalah, apakah aku memasukkan daging larangan ke dalam perlengkapan makanan saat acara pesta penyambutan Saintess Rissa yang dihadiri oleh anggota kuil suci, maka jawabannya adalah tidak,” jawabku.“Dari mana kamu tahu?” tanya Raja Edgar.“Aku sudah memperkirakannya, Yang Mulia. Dalam dokumen yang diberikan oleh Yang Mulia, tidak ada catatan yang menuliskan tentang pesta yang dihadiri para kuil sebelumnya. Aku juga pernah membaca buku yang menuliskan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di kuil suci, salah satunya adalah tidak boleh menghadiri pesta untuk bersenang-senang. Namun, pesta penyambutan Saintess Rissa adalah pengecualian karena itu adalah kabar gembira bagi kuil suci. Jadi, aku menyelidiki lebih tentang hal ini. Ternyata, ada dokumen catatan yang menjelaskan bahwa kuil suci agan mengenakan kain berwarna putih bersih. Mereka juga tidak boleh menyentuh anggur, dan
Baca selengkapnya

Bab 67. Tidak bisa lagi Bertahan

Aku berjalan melangkahkan kakiku dengan tangan seperti dikekang oleh belenggu yang terikat dengan baja yang kuat. Itu semua karena tangan Raja Edgar yang memegang tanganku terasa seperti belenggu yang kuat.Semua mata menatap ke arahku seakan-akan ingin mencari tahu apa yang terjadi. “Tolong jangan tanyakan apa pun padaku karena aku juga ingin mengetahui alasan aku diperlakukan seperti ini,” tangisku dalam hati karena merasa tidak berdaya dan telah menjadi korban.Ketika aku melewati Ivan yang sedang berjaga di depan pintu, aku melihat ekspresi Ivan yang menunjukkan dengan jelas bahwa ia sangat terkejut melihatku.“Maaf telah bersikap lancang Yang Mulia, tapi sepertinya Nyonya Marchioness sedang sakit,” ucap Ivan kepada Raja Edgar..Memang perutku terasa semakin sakit sejak aku makan tadi, tapi aku tidak menyangkan bahwa Ivan menyadarinya. “Apakah wajahku terlihat sangat kesakitan?” batinku.Raja Edgar yang dari
Baca selengkapnya

Bab 68. Mulai Menjalankan Rencana

“Ya-Yang Mulia, tolong jangan bercanda,” ucap Karl dengan gugup disertai rasa panik yang terlihat jelas di wajahnya. “Siapa bilang aku bercanda?” balas Raja Edgar dengan wajah serius. Akan tetapi, selagi menjawab Karl, tatapan Raja Edgar tetap tertuju padaku. Tatapan mata merahnya itu terlihat intens dan membuat jantungku berdegup kencang. “Tenanglah jantung! Kamu terlalu berisik!” bentakku kepada jantungku sendiri. Untuk menghentikan debaran jantungku yang semakin tidak terkendali, aku dengan cepat memungut butiran obat dari telapak tangan Raja Edgar dan memasukkannya ke dalam mulutku. Sebelum dipersilahkan, aku bahkan mengambil gelas air dari tangan Raja Edgar dan meminumnya. “Aku sudah selesai meminum obatnya, Yang Mulia,” ucapku seakan-akan memberikan laporan kalau tugasku sudah selesai dilaksanakan. “Bagus,” jawab Raja Edgar sambil mengambil kembali gelas air dari tanganku dan menyerahkannya kepada Steein. “Bukankah ini masih jam
Baca selengkapnya

Bab 69. Keputusan Terburuk

“Baiklah, Nyonya. Saya mengerti,” jawabnya.“Satu lagi, bolehkah kamu merahasiakan ini dari siapa pun, termasuk dari Raja Edgar. Ini bukanlah hal yang penting, kadi aku tidak ingin Raja Edgar jadi memikirkan hal yang tidak penting,” ucapku.Awalnya, aku menyelidiki tentang Aiden sambil mempertimbangkan apakah aku harus membahas tentang hal ini dengannya. Ini adalah permintaan yang berbahaya jika sampai Raja Edgar tahu. Oleh karena itu, dari tadi aku berupaya mencari tahu asal usulnya untuk memastikan apakah ia ada hubungannya dengan Raja Edgar atau tidak. Untungnya, dari cara ia bersikap, cara ia berpakaian, hingga asal-usulnya, aku menyimpulkan bahwa ia hanyalah rakyat biasa yang berhasil melewati ujian dengan baik dan memiliki posisi ini.“Baiklah, Nyonya. Saya akan mengingatnya,” ucapnya.Aku tidak tahu bahwa ini adalah keputusan terburuk yang pernah aku lakukan.*****Tibalah saatnya pesta penyambutan
Baca selengkapnya

Bab 70. Ucapan Vulgar

“Yang Mulia?” sapaku untuk menyadarkan Raja Edgar dari lamunannya.Ternyata benar bahwa Raja Edgar sedang melamun, karena ia terlihat kaget seolah-olah pikirannya baru saja dibawa dari dunia lain ketika aku menyapanya.“Ahh, maafkan aku, Lissa. Aku jadi kehilangan kewarasanku sesaat karena melihat punggungmu,” ujar Raja Edgar.Ucapan raja Edgar itu spontan membuatku menyentuh punggung belakangku seolah-olah ingin menutupinya dengan kedua telapak tanganku. Akan tetapi, jelas saja itu hal yang mustahil untuk dilakukan karena tanganku terlalu kecil dibandingkan ukuran punggungku. Selain itu, tanganku tidak terlalu panjang hingga sampai menutupi bagian punggungku yang sulit diraih.“Jadi, ketika aku membungkuk, punggungku dapat dilihat oleh Raja Edgar dengan jelas?” batinku yang terlambat menyadari kenyataan. Aku jadi teringat lagi akan ucapan vulgar Raja Edgar barusan. “Kehilangan kewarasan sesaat? Dari segala macam
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
19
DMCA.com Protection Status