Home / Romansa / MENJADI SAINTESS TERHEBAT / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of MENJADI SAINTESS TERHEBAT: Chapter 41 - Chapter 50

189 Chapters

Bab 41. Rapat di Barak

 Aku memperhatikan barak tempat rapat diskusi strategi dilakukan. Rapat itu dihadiri oleh Raja Edgar sendiri sebagai pemimpin, Stein dan aku, juga Karl yang akan menyusul. Selain kami, ada juga para penyihir lain dan juga beberapa Kesatria yang berperan sebagai wakil pemimpin pasukan dan sayap kanan serta sayap kiri pasukan.Ada satu hal yang mengganjal pikiranku. “Kenapa Rissa sebagai seorang saintess tidak ada di sini?” tanyaku dalam hati Tidak berapa lama, Karl muncul dengan dirinya yang sudah bersih dan pakaiannya sudah diganti. “Karl, jelaskan situasinya,” perintah Raja kepada Karl.“Baik Yang Mulia. Ketika saya dan beberapa kesatria memantau lokasi tempat monster besok, ada satu hal yang kami ketahui. Banyak bayi monster yang baru lahir,” ucap Karl.“Apa?!” Seketika isi barak menjadi riuh karena mereka semua menjadi sangat khawatir. “Kenap
Read more

Bab 42. Saat Pembasmian

 Begitu rapat dibubarkan, semua yang ada disitu keluar satu per satu. Namun, beberapa di antara mereka mengucapkan terimaksih dan memujiku sebelum mereka melangkah keluar. Sekarang, yang tertinggal hanyalah Aku, Raja Edgar, Karl, dan Steein. Karl berpindah dari tempat duduknya ke sebelahku. Dengan matanya yang berbinar, ia berkata, “Kamu hebat, Lissa. Bagaimana mungkin kamu bisa memikirkan semua hal itu dalam waktu singkat?”“Ahh … bukan apa-apa. Aku hanya kebetulan tahu,” jawabku dengan malu.Aku belum melihat Rissa sejak tiba di sini. Bahkan dalam rapat, sampai akhir ia juga tidak hadir. Jadi, setelah mengumpulkan keberanianku, aku bertanya kepada Raja Edgar. “Yang Mulia, apakah Saintess Rissa tidak ikut dalam rapat ini?”“Aku sudah menyuruh seseorang memanggilnya. Namun, katanya ia kelelahan karena naik kereta kuda dan menempuh perjalanan yang panjang. Jadi, ia butuh istir
Read more

Bab 43. Sudah Berakhir

 “Hahh … hahh …” Aku menghela napas berat karena kelelahan. Tanpa memperhatikan tempatku, aku duduk di tanah yang sudah tercampur oleh lumpur dan darah dari monster.  Bukan hanya aku, semua para kesatria dan penyihir juga terduduk di posisi mereka karena merasa sangat lelah. Hanya Raja Edgar yang masih berdiri tegak sambil memegang pedang yang berlumuran darah.“Apakah ia manusia? Ia benar-benar mengerikan,” batinku. Awalnya aku menyebut Raja Edgar sebagai Raja Tiran karena sifatnya yang keras dan tidak kenal ampun. Namun, setelah kejadian kali ini, aku merasa sebutan itu memang pantas untuknya mengingat bagaimana ia membunuh monster itu hanya dengan satu kali tebasan pedang.Tidak berapa lama, Steein datang menggunakan sihir teleportasinya.“Saya sudah memeriksa kalau semua monster sudah mati, Yang Mulia,” lapor Steein kepada Raja Edgar. “Ope
Read more

Bab 44. Ditinggal karena Terluka

 “Katakanlah,” balas Raja Edgar kepada Karl.“Baik, Yang Mulia. Tadi kami sempat memantau lokasi untuk pembasmian besok, dan berdasarkan yang kami amati, hanya ada sedikit monster di sana. Jadi, karena kondisi para kesatria banyak yang terluka dan tidak bisa melanjutkan pertempuran, hanya setengah pasukan saja yang akan pergi untuk pembasmian,” jelas Karl.“Apakah setengah prajurit itu cukup?” tanya Raja Edgar.“Saya bisa pastikan itu cukup, Yang Mulia,” balas Karl.Aku pikir laporan Karl sudah selesai, namun setelah ia kembali melirik ke arah kakiku, ia berkata dengan ragu-ragu. “Emm … apakah Lissa akan ikut ke pertempuran besok, Yang Mulia?”Pertanyaan yang dilontarkan Karl membuat tangan Raja Edgar sempat terhenti sebentar sewaktu ia sedang melilitkan perban di kakiku. Kemudian, setelah ia kembali melanjutkan gerakan tangannya, ia berkata, “Kakinya terluka, jad
Read more

Bab 45. Menjadi Perawat Dadakan

 Aku menelan ludah sebentar sebelum melanjutkan ucapanku. “Boleh aku minta perban dan peralatan lainnya? Kebetulan peralatan milikku sudah habis terpakai tadi malam.”Mereka sempat terdiam dan saling menatap selama beberapa detik. Kemudian, seperti jarum jam yang bergerak cepat seolah sedang mengejar ketinggalan yang sebelumnya, dengan terburu-buru, mereka menjawabku secara bersaut-sautan.“Tentu saja boleh, Lady.”“Benar, benar. Lady tadi malam sudah mengobati kami, jelas saja peralatan Lady habis.“Jangan sungkan jika Lady ingin meminta apa pun.”Beberapa kesatria lain, dengan gotong royong menumpukkan beberapa daun tepat di bawah pohon yang teduh. Kemudian setelah menepuk-nepuk daun itu untuk memastikan bahwa tempat itu nyaman ditempati, mereka berkata, “Silahkan duduk di sini, Lady.”Aku terpaku karena melihat sikap mereka yang seperti itu. Rasanya aneh dan canggung. Aku
Read more

Bab 46. Selangkah lebih Dekat untuk Hidup

 Jantungku berdebar keras, karena tidak hanya dikejutkan oleh kehadiran Raja Edgar, tetapi juga karena dirinya yang datang dengan penampilan penuh darah. “Itu pasti bukan darahnya atau darah manusia, ‘kan? Semoga benar bahwa itu adalah darah monster,” batinku.“Saya menghadap Yang Mulia,” ucapku sambil menundukkan kepalaku..“Sekarang, kamu bahkan membuat pelatihan pengobatan di sini?” Itu adalah kalimat pertama yang Raja Edgar ucapkan begitu ia sampai.Aku menggaruk-garuk pipiku yang tidak gatal karena merasa bingung akan jawaban yang aman dan tidak menyalahi aturan karena telah melakukan sesuatu hal yang bukan ranahku.“Saya hanya memberitahu para kesatria cara menggunakan perban, Yang Mulia,” balasku sambil mengangkat kepalaku untuk melihat Raja Edgar.Aku merasa gugup ketiga Raja Edgar menatap langsung seolah-olah menyelam ke dalam bola mataku sebelum kemudian ia beralih untuk m
Read more

Bab 47. Kenapa Saintess Sebelumnya Wafat?

  Aku ingin menunggu mereka benar-benar sampai sebelum aku menyapa mereka, namun sebelum aku melakukan itu, mereka yang lebih dulu menyapa dengan menyebut namaku. Terlebih lagi Karl, ia bahkan seperti anak kecil yang melambai-lambaikan tangannya dari jauh. “Lissa, kenapa kamu berdiri di sini dengan kaki terluka seperti itu. Sebaiknya kamu beristirahat,” ujar Karl yang saat ini sudah berada di depanku. Di saat para kesaria saling menyambut rekan mereka satu sama lain, Karl dan Steein langsung datang ke tempatku seolah-olah aku adalah rekan dan keluarga mereka. Perasaan seperti ini tidak terlalu buruk. “Aku sudah tidak apa-apa, Karl. Lagi pula, aku baru saja keluar, kok. Oh ya, bagaimana pembasmiannya?” tanyaku pada mereka. “Sudah selesai, rencanamu berhasil,” ujar Steein. Aku tidak bisa menahan senyum puasku karena mendengar kabar ini. Tanpa sadar, aku menggenggam masing-masing tangan Karl dan Steein dan berkata, “Terima kasih ya.
Read more

Bab 48. Banjir Berhenti!

 Steein sempat terpaku di tempanya ketika aku mengajukan pertanyaan itu. Di awal, ia tampak sedikit ragu untuk memberikan jawaban, seolah-olah tahu maksudku menanyakan hal itu. Untungnya, Steein kemudian menjawab, “Ya, benar. Apakah kamu mau ikut?”“Ya! Aku ikut!” jawabku dengan bersemangat begitu ia mengajakku.Sebuah senyuman muncul di wajah Steein ketika ia melihat reaksiku. Kemudian ia mengulurkan tangannya untuk membawa aku ke sana dengan teleportasi. Aku pun dengan senang hati menyambut uluran tangan Steein itu dan memejamkan mata untuk bersiap-siap.“Kita sudah sampai,” ucap Steein.Deg, deg, deg.Jantungku berdebar keras bahkan sampai terasa sesak. Walau Steein sudah mengatakan kalau kami sudah sampai, aku masih tidak bisa membuka mataku. Batinku bergejolak karena takut kalau kenyataan akan menamparku.“Bagaimana jika aku tidak berhasil? Bagaimana jika masih terjadi banjir? Bagai
Read more

Bab 49. Steein dan Karl Bersikap Kekanakan

 Aku jadi merasa ragu karena Steein bertanya seperti itu. Namun, aku tidak punya pilihan karena aku sudah terlanjur memberikan penawaran.“Ya, jika aku sanggup mengabulkannya,” jawabku.“Baiklah. Kalau begitu, biar aku memikirkannya. Kamu sebaiknya masuk ke kamarmu,” ujar Steein.Steein terus menunggu di depan pintu sampai aku masuk ke dalam kamar. Aku pun masuk dengan perasaan yang tidak tenang. “Kenapa aku jadi merasa tidak nyaman akan tawaranku sendiri? Kira-kira apa yang akan diminta Steein, ya?” batinku.*****Seperti biasa, aku datang ke tempat kerja. Namun, ada perasan berdebar di hatiku selama aku berada dalam perjalanan untuk pergi bekerja. Karena hari ini adalah hari pertama setelah sekian lama aku bekerja seperti biasa. Itu artinya, Raja Edgar tidak akan datang lagi ke departemen sihir dan mengawasiku seharian selama aku bekerja. Itu juga menjadi tanda yang jelas bahwa semua proyek panjang
Read more

Bab 50. Hadiah dari Raja

 Karena aku bisa mendengar suara bisikan itu dengan jelas, tidak mungkin Karl dan Steein yang sudah terlatih di medan pertempuran dan memiliki telinga yang sensitif tidak mendengar hal itu.Namun, walau begitu , uluran tangan mereka masih berada di depanku seolah-olah tidak peduli dengan perkataan orang lain.Ini sulit. Jika aku menolak Karl, pasti para pendukung Karl akan menghujatku nanti. Sebaliknya, jika aku menolak Steein, maka kehidupanku di dunia pekerjaan akan kembali sulit karena mendapat serangan dari para bawahan dan pengikut Steein. Cara terbaik untuk menghadapi situasi ini adalah naik ke dalam kereta kuda dengan upaya sendiri.“Aku naik sendiri saja,” ujarku untuk menolak bantuan dari Karl dan Steein dan naik sendiri ke dalam kereta kuda.“Kalian tidak naik?” tanyaku kepada mereka setelah aku mengambil tempat duduk di dalam.Brak, bruk, brak.Aku terkejut dan menjauhkan tubuhku hingga ke sudu
Read more
PREV
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status