Beranda / Romansa / MENJADI SAINTESS TERHEBAT / Bab 42. Saat Pembasmian

Share

Bab 42. Saat Pembasmian

Penulis: Yukari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Begitu rapat dibubarkan, semua yang ada disitu keluar satu per satu. Namun, beberapa di antara mereka mengucapkan terimaksih dan memujiku sebelum mereka melangkah keluar. 

Sekarang, yang tertinggal hanyalah Aku, Raja Edgar, Karl, dan Steein. 

Karl berpindah dari tempat duduknya ke sebelahku. Dengan matanya yang berbinar, ia berkata, “Kamu hebat, Lissa. Bagaimana mungkin kamu bisa memikirkan semua hal itu dalam waktu singkat?”

“Ahh … bukan apa-apa. Aku hanya kebetulan tahu,” jawabku dengan malu.

Aku belum melihat Rissa sejak tiba di sini. Bahkan dalam rapat, sampai akhir ia juga tidak hadir. Jadi, setelah mengumpulkan keberanianku, aku bertanya kepada Raja Edgar. “Yang Mulia, apakah Saintess Rissa tidak ikut dalam rapat ini?”

“Aku sudah menyuruh seseorang memanggilnya. Namun, katanya ia kelelahan karena naik kereta kuda dan menempuh perjalanan yang panjang. Jadi, ia butuh istir

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 43. Sudah Berakhir

    “Hahh … hahh …”Aku menghela napas berat karena kelelahan. Tanpa memperhatikan tempatku, aku duduk di tanah yang sudah tercampur oleh lumpur dan darah dari monster. Bukan hanya aku, semua para kesatria dan penyihir juga terduduk di posisi mereka karena merasa sangat lelah. Hanya Raja Edgar yang masih berdiri tegak sambil memegang pedang yang berlumuran darah.“Apakah ia manusia? Ia benar-benar mengerikan,” batinku.Awalnya aku menyebut Raja Edgar sebagai Raja Tiran karena sifatnya yang keras dan tidak kenal ampun. Namun, setelah kejadian kali ini, aku merasa sebutan itu memang pantas untuknya mengingat bagaimana ia membunuh monster itu hanya dengan satu kali tebasan pedang.Tidak berapa lama, Steein datang menggunakan sihir teleportasinya.“Saya sudah memeriksa kalau semua monster sudah mati, Yang Mulia,” lapor Steein kepada Raja Edgar.“Ope

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 44. Ditinggal karena Terluka

    “Katakanlah,” balas Raja Edgar kepada Karl.“Baik, Yang Mulia. Tadi kami sempat memantau lokasi untuk pembasmian besok, dan berdasarkan yang kami amati, hanya ada sedikit monster di sana. Jadi, karena kondisi para kesatria banyak yang terluka dan tidak bisa melanjutkan pertempuran, hanya setengah pasukan saja yang akan pergi untuk pembasmian,” jelas Karl.“Apakah setengah prajurit itu cukup?” tanya Raja Edgar.“Saya bisa pastikan itu cukup, Yang Mulia,” balas Karl.Aku pikir laporan Karl sudah selesai, namun setelah ia kembali melirik ke arah kakiku, ia berkata dengan ragu-ragu. “Emm … apakah Lissa akan ikut ke pertempuran besok, Yang Mulia?”Pertanyaan yang dilontarkan Karl membuat tangan Raja Edgar sempat terhenti sebentar sewaktu ia sedang melilitkan perban di kakiku. Kemudian, setelah ia kembali melanjutkan gerakan tangannya, ia berkata, “Kakinya terluka, jad

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 45. Menjadi Perawat Dadakan

    Aku menelan ludah sebentar sebelum melanjutkan ucapanku. “Boleh aku minta perban dan peralatan lainnya? Kebetulan peralatan milikku sudah habis terpakai tadi malam.”Mereka sempat terdiam dan saling menatap selama beberapa detik. Kemudian, seperti jarum jam yang bergerak cepat seolah sedang mengejar ketinggalan yang sebelumnya, dengan terburu-buru, mereka menjawabku secara bersaut-sautan.“Tentu saja boleh, Lady.”“Benar, benar. Lady tadi malam sudah mengobati kami, jelas saja peralatan Lady habis.“Jangan sungkan jika Lady ingin meminta apa pun.”Beberapa kesatria lain, dengan gotong royong menumpukkan beberapa daun tepat di bawah pohon yang teduh. Kemudian setelah menepuk-nepuk daun itu untuk memastikan bahwa tempat itu nyaman ditempati, mereka berkata, “Silahkan duduk di sini, Lady.”Aku terpaku karena melihat sikap mereka yang seperti itu. Rasanya aneh dan canggung. Aku

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 46. Selangkah lebih Dekat untuk Hidup

    Jantungku berdebar keras, karena tidak hanya dikejutkan oleh kehadiran Raja Edgar, tetapi juga karena dirinya yang datang dengan penampilan penuh darah. “Itu pasti bukan darahnya atau darah manusia, ‘kan? Semoga benar bahwa itu adalah darah monster,” batinku.“Saya menghadap Yang Mulia,” ucapku sambil menundukkan kepalaku..“Sekarang, kamu bahkan membuat pelatihan pengobatan di sini?” Itu adalah kalimat pertama yang Raja Edgar ucapkan begitu ia sampai.Aku menggaruk-garuk pipiku yang tidak gatal karena merasa bingung akan jawaban yang aman dan tidak menyalahi aturan karena telah melakukan sesuatu hal yang bukan ranahku.“Saya hanya memberitahu para kesatria cara menggunakan perban, Yang Mulia,” balasku sambil mengangkat kepalaku untuk melihat Raja Edgar.Aku merasa gugup ketiga Raja Edgar menatap langsung seolah-olah menyelam ke dalam bola mataku sebelum kemudian ia beralih untuk m

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 47. Kenapa Saintess Sebelumnya Wafat?

    Aku ingin menunggu mereka benar-benar sampai sebelum aku menyapa mereka, namun sebelum aku melakukan itu, mereka yang lebih dulu menyapa dengan menyebut namaku. Terlebih lagi Karl, ia bahkan seperti anak kecil yang melambai-lambaikan tangannya dari jauh. “Lissa, kenapa kamu berdiri di sini dengan kaki terluka seperti itu. Sebaiknya kamu beristirahat,” ujar Karl yang saat ini sudah berada di depanku. Di saat para kesaria saling menyambut rekan mereka satu sama lain, Karl dan Steein langsung datang ke tempatku seolah-olah aku adalah rekan dan keluarga mereka. Perasaan seperti ini tidak terlalu buruk. “Aku sudah tidak apa-apa, Karl. Lagi pula, aku baru saja keluar, kok. Oh ya, bagaimana pembasmiannya?” tanyaku pada mereka. “Sudah selesai, rencanamu berhasil,” ujar Steein. Aku tidak bisa menahan senyum puasku karena mendengar kabar ini. Tanpa sadar, aku menggenggam masing-masing tangan Karl dan Steein dan berkata, “Terima kasih ya.

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 48. Banjir Berhenti!

    Steein sempat terpaku di tempanya ketika aku mengajukan pertanyaan itu. Di awal, ia tampak sedikit ragu untuk memberikan jawaban, seolah-olah tahu maksudku menanyakan hal itu. Untungnya, Steein kemudian menjawab, “Ya, benar. Apakah kamu mau ikut?”“Ya! Aku ikut!” jawabku dengan bersemangat begitu ia mengajakku.Sebuah senyuman muncul di wajah Steein ketika ia melihat reaksiku. Kemudian ia mengulurkan tangannya untuk membawa aku ke sana dengan teleportasi. Aku pun dengan senang hati menyambut uluran tangan Steein itu dan memejamkan mata untuk bersiap-siap.“Kita sudah sampai,” ucap Steein.Deg, deg, deg.Jantungku berdebar keras bahkan sampai terasa sesak. Walau Steein sudah mengatakan kalau kami sudah sampai, aku masih tidak bisa membuka mataku. Batinku bergejolak karena takut kalau kenyataan akan menamparku.“Bagaimana jika aku tidak berhasil? Bagaimana jika masih terjadi banjir? Bagai

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 49. Steein dan Karl Bersikap Kekanakan

    Aku jadi merasa ragu karena Steein bertanya seperti itu. Namun, aku tidak punya pilihan karena aku sudah terlanjur memberikan penawaran.“Ya, jika aku sanggup mengabulkannya,” jawabku.“Baiklah. Kalau begitu, biar aku memikirkannya. Kamu sebaiknya masuk ke kamarmu,” ujar Steein.Steein terus menunggu di depan pintu sampai aku masuk ke dalam kamar. Aku pun masuk dengan perasaan yang tidak tenang. “Kenapa aku jadi merasa tidak nyaman akan tawaranku sendiri? Kira-kira apa yang akan diminta Steein, ya?” batinku.*****Seperti biasa, aku datang ke tempat kerja. Namun, ada perasan berdebar di hatiku selama aku berada dalam perjalanan untuk pergi bekerja. Karena hari ini adalah hari pertama setelah sekian lama aku bekerja seperti biasa. Itu artinya, Raja Edgar tidak akan datang lagi ke departemen sihir dan mengawasiku seharian selama aku bekerja. Itu juga menjadi tanda yang jelas bahwa semua proyek panjang

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 50. Hadiah dari Raja

    Karena aku bisa mendengar suara bisikan itu dengan jelas, tidak mungkin Karl dan Steein yang sudah terlatih di medan pertempuran dan memiliki telinga yang sensitif tidak mendengar hal itu.Namun, walau begitu , uluran tangan mereka masih berada di depanku seolah-olah tidak peduli dengan perkataan orang lain.Ini sulit. Jika aku menolak Karl, pasti para pendukung Karl akan menghujatku nanti. Sebaliknya, jika aku menolak Steein, maka kehidupanku di dunia pekerjaan akan kembali sulit karena mendapat serangan dari para bawahan dan pengikut Steein. Cara terbaik untuk menghadapi situasi ini adalah naik ke dalam kereta kuda dengan upaya sendiri.“Aku naik sendiri saja,” ujarku untuk menolak bantuan dari Karl dan Steein dan naik sendiri ke dalam kereta kuda.“Kalian tidak naik?” tanyaku kepada mereka setelah aku mengambil tempat duduk di dalam.Brak, bruk, brak.Aku terkejut dan menjauhkan tubuhku hingga ke sudu

Bab terbaru

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 188. Keluarga Legendaris

    SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 187. Kakak Adik yang Akur

    “Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 186. Eden yang Bahagia

    Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 185. Hamil Kedua

    “Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 184. Kebahagiaan Eden

    Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 183. Tumbuh Menjadi Tidak Berperasaan

    Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 183. Eden Berusia Lima Tahun

    "Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 182. Posesif dan Over Protektif

    “Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 181. Senyuman si Kecil

    Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare

DMCA.com Protection Status