Semua Bab MENJADI SAINTESS TERHEBAT: Bab 71 - Bab 80

189 Bab

Bab 71. Pernikahan Raja dan Saintess

Aku pun langsung berjalan ke tempat Marquesss Bradley berada.“Halo, Tuan Bradley,” sapaku.“Oh! Halo Lady Anette,” balas Marquess.“Maaf jika saya terkesan tidak sopan. Akan tetapi, saya punya suatu pemikiran mengenai masa depan Kerajaan Heroit. Sebelum saya mengajukan hal ini kepada Raja Edgar, saya ingin berdiskusi terlebih dulu dengan Tuan. Apakah boleh?” tanyaku dengan sangat berhati-hati. Dalam hati, aku sangat berharap jika Tuan Edgar bersedia mendengarkan perkataan perkataanku, walaupun aku membahas tentang politik di tengah suatu perayaan.“Baik, Lady Anette. Saya jadi penasaran akan hal yang ingin Lady bicarakan,” balas Marquess.“Begini, Tuan. Mengenai Saintess, ada satu hal yang saya pikirkan. Melihat banyak yang menantikan menyukai Saintess, dan Saintess adalah orang yang berperan penting di Kerajaan ini, bukankah cocok jika Saintess dijadikan sebagai calon Ratu?” tanyaku.
Baca selengkapnya

Bab 72. Kebohongan yang Terlihat Jelas

“Akh!” Karl mengerang.“Ahh, maafkan aku, Karl. Aku tidak sengaja,” ucapku panik.“Akh...!” Karl mengerang lagi.“Ungghh ... Maafkan aku Karl. Aku tidak bisa lagi melakukan ini,” ucapku.Lagu masih berjalan selama beberapa menit, namun aku rasa aku sudah membuat kaki Karl jadi tidak bisa berjalan dengan baik setelah ini.Novel, komik, atau dongeng yang bercerita bahwa tokoh protagonis bisa berdansa dalam percobaan pertamanya hanya dengan mengikuti tokoh utama pria, sama sekali tidak benar. Kenyataannya, tubuhku seperti terbawa dan diombang-ambingkan oleh ayunan gerakan Karl. Akibatnya, kakiku yang terlambat menerima perintah tubuhku jadi berulang kali menginjak Kaki Karl.“Maaf, Lissa, aku bukan partner dansa yang baik,” ucap Karl.“Apa? Tolong jangan bercanda, Karl. Jika kamu bukan partner dansa yang baik, lalu aku apa? Partner dansa yang melukai kaki pasangannya?&rdqu
Baca selengkapnya

Bab 73. Ciuman Pertama

Kalian berbicara dengan suara keras. Bagaimana mungkin aku tidak mendengarnya dari beranda yang ada di bawah,” ucap Steein.Mendengar ucapan Steein itu, aku spontan membungkukkan badanku ke pinggir beranda untuk memastikan apakah di bawah beranda kami juga ada beranda yang serupa. Ternyata benar, aku lupa kalau kami sedang berada di lantai tiga. Jelas saja, pasti ada beranda di lantai dua.“Emm ... Sejauh mana kamu mendengarnya?” tanyaku untuk memastikan informasi apa yang telah Steein dapatkan. Apakah Steein juga sudah ada di sana ketika aku berbicara dengan Marquess Bradley?“Emm, mungkin sejak Karl mengerang? Aku sempat mengabaikan ketika melihat ada orang aneh yang malah memilih berdansa di beranda, dan bukannya di lantai dansa. Namun, aku tidak menyangka bahwa orangnya ternyata kalian,” ucap Steein.Aku merasa bersyukur bahwa Steein tidak mendengar ucapanku kepada Marquess Bradley. Akan tetapi, aku masih belum bisa lepas
Baca selengkapnya

Bab 74. Hubungan Pertama

“Dasar brengsek! Kenapa kamu melakukan itu!!” bentak Raja Edgar kepada Steein.“Lalu, apa urusannya dengan Yang Mulia? Kenapa Yang Mulia memukulku hanya karena aku berciuman dengan seseorang yang bukan miliki Anda?” balas Steein.Aku bahkan tidak ada kesempatan untuk merasa malu atau marah. Aku malah jadi berdiri di tempatku dengan tubuh yang bergetar karena melihat perseteruan Raja Edgar dan Steein itu.Biasanya, bagaimana pun tidak sopannya sikap Karl kepada Raja Edgar, Steein tidak seperti itu. Ia tetap menaati aturan untuk menghormati orang yang kedudukannya tinggi, apalagi kepada seorang Raja. Akan tetapi, sekarang Steein tidak ada sedikit pun memperlihatkan sikap itu. Steein malah menyebut Raja Edgar dengan sebutan ‘Anda’ di akhir kalimatnya. Steein juga memberi Raja Edgar tatapan tajam.Steein bahkan sudah memiliki suasana hati yang buruk ketika baru menemuiku tadi. Aku jadi bertanya-tanya, kejadian buruk apa yan
Baca selengkapnya

Bab 75. Pengalaman Pertama yang Dipaksa

Logika di kepalaku memperingatkanku bahwa hal yang buruk akan segera terjadi. Jadi, tubuhku yang ingin melindungi diri spontan bergerak ke samping untuk turun dari tempat tidur dan melarikan diri.Akan tetapi, begitu aku sampai di sudut tempat tidur, upayaku gagal karena Raja Edgar menangkap salah satu tanganku dan menariknya. Tubuhku pun jadi terpental dan terlentang di tengah tempat tidur.“Kamu mau menerima Steein, tapi tidak denganku?” tanya Raja Edgar dengan ekspresi geram.Aku bingung dengan pertanyaan Raja Edgar itu. Aku ingin sekali marah dan berteriak bahwa yang tadi dan sekarang adalah dua hal yang berbeda. Bagaimana mungkin menerima ciuman Steein disamakan dengan menerima hubungan badan? Akan tetapi, rasa takutku membuatku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Raja Edgar kembali melakukan aksinya, ia menahan kedua tanganku untuk mencegahku memberontak selagi mulutnya menggerayangi tubuhku. Semua itu dimulai dari ciuman. Berbeda d
Baca selengkapnya

Bab 76. Permainan di tas Permainan

“Kamu boleh pergi sekarang,” ucap Raja Edgar kepada bayangannya itu.Sebagai bukti bahwa bayangannya itu menjalankan perintah dengan baik, ia pun langsung pergi menghilang dari hadapan Raja Edgar. Karena pergerakannya terlalu cepat, Lissa bahkan tidak bisa melihat bagaimana cara bayangan itu pergi. Akan tetapi, karena jendela kamar yang ada di dekat Raja Edgar terbuka, Lissa bisa menebak bahwa bayangannya itu keluar dari sana.“Apakah tubuhmu baik-baik saja?” tanya Raja Edgar padaku.Aku ingin segera turun dari kasur dan pergi dari kamar ini dengan cepat. Bahkan, jika perlu, aku akan melompat dari jendela yang terbuka itu. Akan tetapi, tubuhku yang masih nyeri tidak bisa banyak digerakkan. Bahkan, dengan segala upaya, aku hanya berhasil untuk duduk.“Hati-hati,” ucap Raja Edgar sambil menyelipkan bantal di punggungku. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. Entah Raja Edgar melakukannya agar tubuhku tidak terasa sakit, ata
Baca selengkapnya

Bab 77. Kabur ke Tempat yang Aman

Sebenarnya aku masih menutup tubuh depanku dengan selimut, jadi bagian penting tubuhku tidak terlihat. Akan tetapi, wajah Karl sangat memerah sambil menutup wajahnya ketika mengatakan hal seperti itu, tadi. Steein juga memalingkan wajahnya dan melihat ke samping. Aku jadi merasa bersalah karena mereka seperti itu.“Maaf ... Tapi, aku tidak punya baju di sini,” ucapku dengan nada pelan.Mungkin Karl dan Steein lupa fakta bahwa aku sekarang tidak sedang berada di kamarku. Ya, di kamar Raja Edgar sama sekali tidak ada baju yang bisa aku pakai. Walaupun aku bisa memakai kemeja dan celana, namun ukuran badan Raja Edgar yang jauh lebih besar dari badanku pasti akan membuat baju dan celana itu seketika jatuh ke bawah begitu aku pakai.Jangan tanyakan tentang bajuku semalam. Karena bukan aku yang membukanya, dan setelah aku cari-cari keberadaan baju itu hari ini, aku sama sekali tidak menemukannya. Jadi, aku tidak memiliki sesuatu yang bisa dipakai untuk men
Baca selengkapnya

Bab 78. Saran yang Sangat Berat

Steein menanyakan hal itu dengan sangat pelan. Ia bahkan seperti tidak sanggup untuk mengucapkan kalimat itu dari mulutnya.Aku juga seperti itu. Walaupun aku sudah bertekad untuk mengungkapkan semua, tapi jantungku tetap saja terkejut dan berdetak lebih keras ketika mendengar pertanyaan itu. Rasanya, kilasan peristiwa yang aku alami terulang kembali dalam ingatanku.Aku menahan napas dan memejamkan mata sebentar untuk membuatku tenang. Aku melihat pergelangan tanganku yang terbuka, dan di sana juga ada cap merah yang ditinggalkan Raja Edgar sebagai bukti tindakannya. Melihat hal itu, aku jadi semakin bertekad untuk menceritakan semuanya.“Benar,” jawabku.Itulah hasil dari tekadku. Rencanaku menceritakan semua, tapi hanya satu kata yang bisa terucap. Selebihnya aku hanya menggertakkan gigiku kuat-kuat untuk menahan agar air mataku tidak menetes lagi.BRAAAK!!“DASAR MANUSIA SIALAN ITU! AKU AKAN MEMBUNUHNYA!!!” teriak
Baca selengkapnya

Bab 79. Bangkit Kembali

Tubuhku tersentak. Tidak aku sangka semua masalah jadi serunyam itu. Akan tetapi, jalan pikiran dan kesimpulan yang diberikan Marquess Bradley cukup masuk akal. Itu artinya, sedikit banyaknya, cepat atau lambat, akan ada lebih banyak orang yang berpikir seperti itu.Karena aku tenggelam dalam pikiranku selama mempertimbangkan jawaban yang harus aku berikan, suasana di ruangan itu menjadi sangat intens. Jadi, demi kebaikan bersama, sebaiknya aku berkata jujur dan meluruskan fakta ini.“Tidak, Tuan. Saya dan Raja Edgar tidak memiliki hubungan khusus,” jawabku tegas.“Hmm, begitu ya,” balas Marquess. Marquess sepertinya kembali mengatur isi pikirannya mengenai hal ini, karena aku baru saja memberikan informasi.Akan tetapi, ketika keadaan menjadi hening, dan aku menunggu Maequess kembali berbicara, yang memulai percakapan lebih dulu bukanlah Marquess, melainkan Karl.“Apakah kamu menyukai Yang Mulia, Lissa?”
Baca selengkapnya

Bab 80. Cinta atau Obsesi

"Lissa...,” ucap Raja Edgar dengan mata berbinar seolah-olah ia terharu karena telah menemukanku.Namun, ketika Raja Edgar turun dari kudanya dan berjalan ke arahku, aku menghentikan langkah Raja Edgar dan berkata, “Berhenti si situ, Yang Mulia. Saya ingin memberikan transaksi kepada Yang Mulia.”Berbeda dengan Marquess yang sabar menantikan rencanaku, Karl dan Steein tampak terkejut karena aku baru saja memberikan perintah kepada Raja Edgar.Walau aku inginnya berbicara dengan jarak yang jauh dengan Raja Edgar, tapi ucapanku tadi tidak berhasil membuat langkah Raja Edgar berhenti. Sambil terus melangkah ke arahku, ia menjawab, “Apa maksudmu?”“Saya akan kembali ke Istana, jika Yang Mulia memberikan saya kebebasan,” ucapku. Aku berupaya untuk berani. Akan tetapi posisi Raja Edgar yang semakin dekat denganku membuat aku menjadi semakin takut. Aku pun mengepalkan tanganku untuk mengurangi getarannya.Mungkin,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status