“Dasar brengsek! Kenapa kamu melakukan itu!!” bentak Raja Edgar kepada Steein.
“Lalu, apa urusannya dengan Yang Mulia? Kenapa Yang Mulia memukulku hanya karena aku berciuman dengan seseorang yang bukan miliki Anda?” balas Steein.
Aku bahkan tidak ada kesempatan untuk merasa malu atau marah. Aku malah jadi berdiri di tempatku dengan tubuh yang bergetar karena melihat perseteruan Raja Edgar dan Steein itu.
Biasanya, bagaimana pun tidak sopannya sikap Karl kepada Raja Edgar, Steein tidak seperti itu. Ia tetap menaati aturan untuk menghormati orang yang kedudukannya tinggi, apalagi kepada seorang Raja. Akan tetapi, sekarang Steein tidak ada sedikit pun memperlihatkan sikap itu. Steein malah menyebut Raja Edgar dengan sebutan ‘Anda’ di akhir kalimatnya. Steein juga memberi Raja Edgar tatapan tajam.
Steein bahkan sudah memiliki suasana hati yang buruk ketika baru menemuiku tadi. Aku jadi bertanya-tanya, kejadian buruk apa yan
Logika di kepalaku memperingatkanku bahwa hal yang buruk akan segera terjadi. Jadi, tubuhku yang ingin melindungi diri spontan bergerak ke samping untuk turun dari tempat tidur dan melarikan diri.Akan tetapi, begitu aku sampai di sudut tempat tidur, upayaku gagal karena Raja Edgar menangkap salah satu tanganku dan menariknya. Tubuhku pun jadi terpental dan terlentang di tengah tempat tidur.“Kamu mau menerima Steein, tapi tidak denganku?” tanya Raja Edgar dengan ekspresi geram.Aku bingung dengan pertanyaan Raja Edgar itu. Aku ingin sekali marah dan berteriak bahwa yang tadi dan sekarang adalah dua hal yang berbeda. Bagaimana mungkin menerima ciuman Steein disamakan dengan menerima hubungan badan? Akan tetapi, rasa takutku membuatku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Raja Edgar kembali melakukan aksinya, ia menahan kedua tanganku untuk mencegahku memberontak selagi mulutnya menggerayangi tubuhku. Semua itu dimulai dari ciuman. Berbeda d
“Kamu boleh pergi sekarang,” ucap Raja Edgar kepada bayangannya itu.Sebagai bukti bahwa bayangannya itu menjalankan perintah dengan baik, ia pun langsung pergi menghilang dari hadapan Raja Edgar. Karena pergerakannya terlalu cepat, Lissa bahkan tidak bisa melihat bagaimana cara bayangan itu pergi. Akan tetapi, karena jendela kamar yang ada di dekat Raja Edgar terbuka, Lissa bisa menebak bahwa bayangannya itu keluar dari sana.“Apakah tubuhmu baik-baik saja?” tanya Raja Edgar padaku.Aku ingin segera turun dari kasur dan pergi dari kamar ini dengan cepat. Bahkan, jika perlu, aku akan melompat dari jendela yang terbuka itu. Akan tetapi, tubuhku yang masih nyeri tidak bisa banyak digerakkan. Bahkan, dengan segala upaya, aku hanya berhasil untuk duduk.“Hati-hati,” ucap Raja Edgar sambil menyelipkan bantal di punggungku. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. Entah Raja Edgar melakukannya agar tubuhku tidak terasa sakit, ata
Sebenarnya aku masih menutup tubuh depanku dengan selimut, jadi bagian penting tubuhku tidak terlihat. Akan tetapi, wajah Karl sangat memerah sambil menutup wajahnya ketika mengatakan hal seperti itu, tadi. Steein juga memalingkan wajahnya dan melihat ke samping. Aku jadi merasa bersalah karena mereka seperti itu.“Maaf ... Tapi, aku tidak punya baju di sini,” ucapku dengan nada pelan.Mungkin Karl dan Steein lupa fakta bahwa aku sekarang tidak sedang berada di kamarku. Ya, di kamar Raja Edgar sama sekali tidak ada baju yang bisa aku pakai. Walaupun aku bisa memakai kemeja dan celana, namun ukuran badan Raja Edgar yang jauh lebih besar dari badanku pasti akan membuat baju dan celana itu seketika jatuh ke bawah begitu aku pakai.Jangan tanyakan tentang bajuku semalam. Karena bukan aku yang membukanya, dan setelah aku cari-cari keberadaan baju itu hari ini, aku sama sekali tidak menemukannya. Jadi, aku tidak memiliki sesuatu yang bisa dipakai untuk men
Steein menanyakan hal itu dengan sangat pelan. Ia bahkan seperti tidak sanggup untuk mengucapkan kalimat itu dari mulutnya.Aku juga seperti itu. Walaupun aku sudah bertekad untuk mengungkapkan semua, tapi jantungku tetap saja terkejut dan berdetak lebih keras ketika mendengar pertanyaan itu. Rasanya, kilasan peristiwa yang aku alami terulang kembali dalam ingatanku.Aku menahan napas dan memejamkan mata sebentar untuk membuatku tenang. Aku melihat pergelangan tanganku yang terbuka, dan di sana juga ada cap merah yang ditinggalkan Raja Edgar sebagai bukti tindakannya. Melihat hal itu, aku jadi semakin bertekad untuk menceritakan semuanya.“Benar,” jawabku.Itulah hasil dari tekadku. Rencanaku menceritakan semua, tapi hanya satu kata yang bisa terucap. Selebihnya aku hanya menggertakkan gigiku kuat-kuat untuk menahan agar air mataku tidak menetes lagi.BRAAAK!!“DASAR MANUSIA SIALAN ITU! AKU AKAN MEMBUNUHNYA!!!” teriak
Tubuhku tersentak. Tidak aku sangka semua masalah jadi serunyam itu. Akan tetapi, jalan pikiran dan kesimpulan yang diberikan Marquess Bradley cukup masuk akal. Itu artinya, sedikit banyaknya, cepat atau lambat, akan ada lebih banyak orang yang berpikir seperti itu.Karena aku tenggelam dalam pikiranku selama mempertimbangkan jawaban yang harus aku berikan, suasana di ruangan itu menjadi sangat intens. Jadi, demi kebaikan bersama, sebaiknya aku berkata jujur dan meluruskan fakta ini.“Tidak, Tuan. Saya dan Raja Edgar tidak memiliki hubungan khusus,” jawabku tegas.“Hmm, begitu ya,” balas Marquess. Marquess sepertinya kembali mengatur isi pikirannya mengenai hal ini, karena aku baru saja memberikan informasi.Akan tetapi, ketika keadaan menjadi hening, dan aku menunggu Maequess kembali berbicara, yang memulai percakapan lebih dulu bukanlah Marquess, melainkan Karl.“Apakah kamu menyukai Yang Mulia, Lissa?”
"Lissa...,” ucap Raja Edgar dengan mata berbinar seolah-olah ia terharu karena telah menemukanku.Namun, ketika Raja Edgar turun dari kudanya dan berjalan ke arahku, aku menghentikan langkah Raja Edgar dan berkata, “Berhenti si situ, Yang Mulia. Saya ingin memberikan transaksi kepada Yang Mulia.”Berbeda dengan Marquess yang sabar menantikan rencanaku, Karl dan Steein tampak terkejut karena aku baru saja memberikan perintah kepada Raja Edgar.Walau aku inginnya berbicara dengan jarak yang jauh dengan Raja Edgar, tapi ucapanku tadi tidak berhasil membuat langkah Raja Edgar berhenti. Sambil terus melangkah ke arahku, ia menjawab, “Apa maksudmu?”“Saya akan kembali ke Istana, jika Yang Mulia memberikan saya kebebasan,” ucapku. Aku berupaya untuk berani. Akan tetapi posisi Raja Edgar yang semakin dekat denganku membuat aku menjadi semakin takut. Aku pun mengepalkan tanganku untuk mengurangi getarannya.Mungkin,
Sedikit berbahaya mengatakannya di sini. Naiklah ke atas kuda. Dalam perjalanan, aku akan mengatakannya,” bisik Raja Edgar. Ketika Raja Edgar berbisik, embusan napasnya menggelitik telingaku sehingga bulu kudukku spontan berdiri.Aku tidak yakin apakah syarat itu akan menguntungkanku. Akan tetapi, sekarang aku tidak punya pilihan lain. Aku sudah terlalu lama berada di luar dan melibatkan terlalu banyak orang. Jadi, aku harus menghentikan diskusi yang semakin membuat orang lain menjadi repot. Beberapa dari para pelayan Marquess Bradley juga sudah terlihat terlalu lelah dengan wajah yang mulai memucat karena telah berdiri terlalu lama di malam yang dingin.“Baiklah,” jawabku. Kemudian, aku melangkah ke tempat kuda Raja Edgar berada.Tadi aku tidak merasakannya karena aku berdiri di depan pintu Mansion Marquess Bradley, sehingga kehangatan dari dalam Mansion itu masih terasa di tempat aku berdiri. Akan tetapi, sekarang setelah aku berjalan beberap
Baru saja aku menambahkan berkuda sebagai kegiatan favoritku, kini aku ingin mencabutnya kembali.Berkuda tidak semudah yang dibayangkan. Itu juga tidak terlalu menyenangkan seperti kesan awal. Jika berkuda, maka harus duduk di alas punggung kuda yang keras. Sudah begitu, duduknya bukan dengan cara duduk manis ala wanita bangsawan. Akan tetapi, duduk mengangkang hingga membuat paha dalam terasa sangat sakit. Bahkan, hentakan-hentakan tubuh yang disebabkan oleh langka kaki kuda itu membuat pinggangku sakit. Bahkan, di tengah perjalanan, aku bersandar di dada bidang Raja Edgar dan melimpahkan semua beban tubuhku padanya, karena tulang punggungku tidak sanggup lagi menahan beban tubuhku.Rasanya, selama dua hari berturut-turut aku mendapatkan siksaan fisik yang luar biasa. Dimulai dari tubuhku yang nyeri karena apa yang dilakukan oleh Raja Edgar waktu itu, hingga barusan aku menaiki kuda dengan kondisi tubuh seperti ini. Jika di dunia ini ada salep atau tukang urut, aku i
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare