“Dari mana kamu tahu?” tanya Raja Edgar.
“Aku sudah memperkirakannya, Yang Mulia. Dalam dokumen yang diberikan oleh Yang Mulia, tidak ada catatan yang menuliskan tentang pesta yang dihadiri para kuil sebelumnya. Aku juga pernah membaca buku yang menuliskan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di kuil suci, salah satunya adalah tidak boleh menghadiri pesta untuk bersenang-senang. Namun, pesta penyambutan Saintess Rissa adalah pengecualian karena itu adalah kabar gembira bagi kuil suci. Jadi, aku menyelidiki lebih tentang hal ini. Ternyata, ada dokumen catatan yang menjelaskan bahwa kuil suci agan mengenakan kain berwarna putih bersih. Mereka juga tidak boleh menyentuh anggur, dan
Aku berjalan melangkahkan kakiku dengan tangan seperti dikekang oleh belenggu yang terikat dengan baja yang kuat. Itu semua karena tangan Raja Edgar yang memegang tanganku terasa seperti belenggu yang kuat.Semua mata menatap ke arahku seakan-akan ingin mencari tahu apa yang terjadi. “Tolong jangan tanyakan apa pun padaku karena aku juga ingin mengetahui alasan aku diperlakukan seperti ini,” tangisku dalam hati karena merasa tidak berdaya dan telah menjadi korban.Ketika aku melewati Ivan yang sedang berjaga di depan pintu, aku melihat ekspresi Ivan yang menunjukkan dengan jelas bahwa ia sangat terkejut melihatku.“Maaf telah bersikap lancang Yang Mulia, tapi sepertinya Nyonya Marchioness sedang sakit,” ucap Ivan kepada Raja Edgar..Memang perutku terasa semakin sakit sejak aku makan tadi, tapi aku tidak menyangkan bahwa Ivan menyadarinya. “Apakah wajahku terlihat sangat kesakitan?” batinku.Raja Edgar yang dari
“Ya-Yang Mulia, tolong jangan bercanda,” ucap Karl dengan gugup disertai rasa panik yang terlihat jelas di wajahnya. “Siapa bilang aku bercanda?” balas Raja Edgar dengan wajah serius. Akan tetapi, selagi menjawab Karl, tatapan Raja Edgar tetap tertuju padaku. Tatapan mata merahnya itu terlihat intens dan membuat jantungku berdegup kencang. “Tenanglah jantung! Kamu terlalu berisik!” bentakku kepada jantungku sendiri. Untuk menghentikan debaran jantungku yang semakin tidak terkendali, aku dengan cepat memungut butiran obat dari telapak tangan Raja Edgar dan memasukkannya ke dalam mulutku. Sebelum dipersilahkan, aku bahkan mengambil gelas air dari tangan Raja Edgar dan meminumnya. “Aku sudah selesai meminum obatnya, Yang Mulia,” ucapku seakan-akan memberikan laporan kalau tugasku sudah selesai dilaksanakan. “Bagus,” jawab Raja Edgar sambil mengambil kembali gelas air dari tanganku dan menyerahkannya kepada Steein. “Bukankah ini masih jam
“Baiklah, Nyonya. Saya mengerti,” jawabnya.“Satu lagi, bolehkah kamu merahasiakan ini dari siapa pun, termasuk dari Raja Edgar. Ini bukanlah hal yang penting, kadi aku tidak ingin Raja Edgar jadi memikirkan hal yang tidak penting,” ucapku.Awalnya, aku menyelidiki tentang Aiden sambil mempertimbangkan apakah aku harus membahas tentang hal ini dengannya. Ini adalah permintaan yang berbahaya jika sampai Raja Edgar tahu. Oleh karena itu, dari tadi aku berupaya mencari tahu asal usulnya untuk memastikan apakah ia ada hubungannya dengan Raja Edgar atau tidak. Untungnya, dari cara ia bersikap, cara ia berpakaian, hingga asal-usulnya, aku menyimpulkan bahwa ia hanyalah rakyat biasa yang berhasil melewati ujian dengan baik dan memiliki posisi ini.“Baiklah, Nyonya. Saya akan mengingatnya,” ucapnya.Aku tidak tahu bahwa ini adalah keputusan terburuk yang pernah aku lakukan.*****Tibalah saatnya pesta penyambutan
“Yang Mulia?” sapaku untuk menyadarkan Raja Edgar dari lamunannya.Ternyata benar bahwa Raja Edgar sedang melamun, karena ia terlihat kaget seolah-olah pikirannya baru saja dibawa dari dunia lain ketika aku menyapanya.“Ahh, maafkan aku, Lissa. Aku jadi kehilangan kewarasanku sesaat karena melihat punggungmu,” ujar Raja Edgar.Ucapan raja Edgar itu spontan membuatku menyentuh punggung belakangku seolah-olah ingin menutupinya dengan kedua telapak tanganku. Akan tetapi, jelas saja itu hal yang mustahil untuk dilakukan karena tanganku terlalu kecil dibandingkan ukuran punggungku. Selain itu, tanganku tidak terlalu panjang hingga sampai menutupi bagian punggungku yang sulit diraih.“Jadi, ketika aku membungkuk, punggungku dapat dilihat oleh Raja Edgar dengan jelas?” batinku yang terlambat menyadari kenyataan. Aku jadi teringat lagi akan ucapan vulgar Raja Edgar barusan. “Kehilangan kewarasan sesaat? Dari segala macam
Aku pun langsung berjalan ke tempat Marquesss Bradley berada.“Halo, Tuan Bradley,” sapaku.“Oh! Halo Lady Anette,” balas Marquess.“Maaf jika saya terkesan tidak sopan. Akan tetapi, saya punya suatu pemikiran mengenai masa depan Kerajaan Heroit. Sebelum saya mengajukan hal ini kepada Raja Edgar, saya ingin berdiskusi terlebih dulu dengan Tuan. Apakah boleh?” tanyaku dengan sangat berhati-hati. Dalam hati, aku sangat berharap jika Tuan Edgar bersedia mendengarkan perkataan perkataanku, walaupun aku membahas tentang politik di tengah suatu perayaan.“Baik, Lady Anette. Saya jadi penasaran akan hal yang ingin Lady bicarakan,” balas Marquess.“Begini, Tuan. Mengenai Saintess, ada satu hal yang saya pikirkan. Melihat banyak yang menantikan menyukai Saintess, dan Saintess adalah orang yang berperan penting di Kerajaan ini, bukankah cocok jika Saintess dijadikan sebagai calon Ratu?” tanyaku.
“Akh!” Karl mengerang.“Ahh, maafkan aku, Karl. Aku tidak sengaja,” ucapku panik.“Akh...!” Karl mengerang lagi.“Ungghh ... Maafkan aku Karl. Aku tidak bisa lagi melakukan ini,” ucapku.Lagu masih berjalan selama beberapa menit, namun aku rasa aku sudah membuat kaki Karl jadi tidak bisa berjalan dengan baik setelah ini.Novel, komik, atau dongeng yang bercerita bahwa tokoh protagonis bisa berdansa dalam percobaan pertamanya hanya dengan mengikuti tokoh utama pria, sama sekali tidak benar. Kenyataannya, tubuhku seperti terbawa dan diombang-ambingkan oleh ayunan gerakan Karl. Akibatnya, kakiku yang terlambat menerima perintah tubuhku jadi berulang kali menginjak Kaki Karl.“Maaf, Lissa, aku bukan partner dansa yang baik,” ucap Karl.“Apa? Tolong jangan bercanda, Karl. Jika kamu bukan partner dansa yang baik, lalu aku apa? Partner dansa yang melukai kaki pasangannya?&rdqu
Kalian berbicara dengan suara keras. Bagaimana mungkin aku tidak mendengarnya dari beranda yang ada di bawah,” ucap Steein.Mendengar ucapan Steein itu, aku spontan membungkukkan badanku ke pinggir beranda untuk memastikan apakah di bawah beranda kami juga ada beranda yang serupa. Ternyata benar, aku lupa kalau kami sedang berada di lantai tiga. Jelas saja, pasti ada beranda di lantai dua.“Emm ... Sejauh mana kamu mendengarnya?” tanyaku untuk memastikan informasi apa yang telah Steein dapatkan. Apakah Steein juga sudah ada di sana ketika aku berbicara dengan Marquess Bradley?“Emm, mungkin sejak Karl mengerang? Aku sempat mengabaikan ketika melihat ada orang aneh yang malah memilih berdansa di beranda, dan bukannya di lantai dansa. Namun, aku tidak menyangka bahwa orangnya ternyata kalian,” ucap Steein.Aku merasa bersyukur bahwa Steein tidak mendengar ucapanku kepada Marquess Bradley. Akan tetapi, aku masih belum bisa lepas
“Dasar brengsek! Kenapa kamu melakukan itu!!” bentak Raja Edgar kepada Steein.“Lalu, apa urusannya dengan Yang Mulia? Kenapa Yang Mulia memukulku hanya karena aku berciuman dengan seseorang yang bukan miliki Anda?” balas Steein.Aku bahkan tidak ada kesempatan untuk merasa malu atau marah. Aku malah jadi berdiri di tempatku dengan tubuh yang bergetar karena melihat perseteruan Raja Edgar dan Steein itu.Biasanya, bagaimana pun tidak sopannya sikap Karl kepada Raja Edgar, Steein tidak seperti itu. Ia tetap menaati aturan untuk menghormati orang yang kedudukannya tinggi, apalagi kepada seorang Raja. Akan tetapi, sekarang Steein tidak ada sedikit pun memperlihatkan sikap itu. Steein malah menyebut Raja Edgar dengan sebutan ‘Anda’ di akhir kalimatnya. Steein juga memberi Raja Edgar tatapan tajam.Steein bahkan sudah memiliki suasana hati yang buruk ketika baru menemuiku tadi. Aku jadi bertanya-tanya, kejadian buruk apa yan
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare