“Yang Mulia?” sapaku untuk menyadarkan Raja Edgar dari lamunannya.
Ternyata benar bahwa Raja Edgar sedang melamun, karena ia terlihat kaget seolah-olah pikirannya baru saja dibawa dari dunia lain ketika aku menyapanya.
“Ahh, maafkan aku, Lissa. Aku jadi kehilangan kewarasanku sesaat karena melihat punggungmu,” ujar Raja Edgar.
Ucapan raja Edgar itu spontan membuatku menyentuh punggung belakangku seolah-olah ingin menutupinya dengan kedua telapak tanganku. Akan tetapi, jelas saja itu hal yang mustahil untuk dilakukan karena tanganku terlalu kecil dibandingkan ukuran punggungku. Selain itu, tanganku tidak terlalu panjang hingga sampai menutupi bagian punggungku yang sulit diraih.
“Jadi, ketika aku membungkuk, punggungku dapat dilihat oleh Raja Edgar dengan jelas?” batinku yang terlambat menyadari kenyataan. Aku jadi teringat lagi akan ucapan vulgar Raja Edgar barusan. “Kehilangan kewarasan sesaat? Dari segala macam
Aku pun langsung berjalan ke tempat Marquesss Bradley berada.“Halo, Tuan Bradley,” sapaku.“Oh! Halo Lady Anette,” balas Marquess.“Maaf jika saya terkesan tidak sopan. Akan tetapi, saya punya suatu pemikiran mengenai masa depan Kerajaan Heroit. Sebelum saya mengajukan hal ini kepada Raja Edgar, saya ingin berdiskusi terlebih dulu dengan Tuan. Apakah boleh?” tanyaku dengan sangat berhati-hati. Dalam hati, aku sangat berharap jika Tuan Edgar bersedia mendengarkan perkataan perkataanku, walaupun aku membahas tentang politik di tengah suatu perayaan.“Baik, Lady Anette. Saya jadi penasaran akan hal yang ingin Lady bicarakan,” balas Marquess.“Begini, Tuan. Mengenai Saintess, ada satu hal yang saya pikirkan. Melihat banyak yang menantikan menyukai Saintess, dan Saintess adalah orang yang berperan penting di Kerajaan ini, bukankah cocok jika Saintess dijadikan sebagai calon Ratu?” tanyaku.
“Akh!” Karl mengerang.“Ahh, maafkan aku, Karl. Aku tidak sengaja,” ucapku panik.“Akh...!” Karl mengerang lagi.“Ungghh ... Maafkan aku Karl. Aku tidak bisa lagi melakukan ini,” ucapku.Lagu masih berjalan selama beberapa menit, namun aku rasa aku sudah membuat kaki Karl jadi tidak bisa berjalan dengan baik setelah ini.Novel, komik, atau dongeng yang bercerita bahwa tokoh protagonis bisa berdansa dalam percobaan pertamanya hanya dengan mengikuti tokoh utama pria, sama sekali tidak benar. Kenyataannya, tubuhku seperti terbawa dan diombang-ambingkan oleh ayunan gerakan Karl. Akibatnya, kakiku yang terlambat menerima perintah tubuhku jadi berulang kali menginjak Kaki Karl.“Maaf, Lissa, aku bukan partner dansa yang baik,” ucap Karl.“Apa? Tolong jangan bercanda, Karl. Jika kamu bukan partner dansa yang baik, lalu aku apa? Partner dansa yang melukai kaki pasangannya?&rdqu
Kalian berbicara dengan suara keras. Bagaimana mungkin aku tidak mendengarnya dari beranda yang ada di bawah,” ucap Steein.Mendengar ucapan Steein itu, aku spontan membungkukkan badanku ke pinggir beranda untuk memastikan apakah di bawah beranda kami juga ada beranda yang serupa. Ternyata benar, aku lupa kalau kami sedang berada di lantai tiga. Jelas saja, pasti ada beranda di lantai dua.“Emm ... Sejauh mana kamu mendengarnya?” tanyaku untuk memastikan informasi apa yang telah Steein dapatkan. Apakah Steein juga sudah ada di sana ketika aku berbicara dengan Marquess Bradley?“Emm, mungkin sejak Karl mengerang? Aku sempat mengabaikan ketika melihat ada orang aneh yang malah memilih berdansa di beranda, dan bukannya di lantai dansa. Namun, aku tidak menyangka bahwa orangnya ternyata kalian,” ucap Steein.Aku merasa bersyukur bahwa Steein tidak mendengar ucapanku kepada Marquess Bradley. Akan tetapi, aku masih belum bisa lepas
“Dasar brengsek! Kenapa kamu melakukan itu!!” bentak Raja Edgar kepada Steein.“Lalu, apa urusannya dengan Yang Mulia? Kenapa Yang Mulia memukulku hanya karena aku berciuman dengan seseorang yang bukan miliki Anda?” balas Steein.Aku bahkan tidak ada kesempatan untuk merasa malu atau marah. Aku malah jadi berdiri di tempatku dengan tubuh yang bergetar karena melihat perseteruan Raja Edgar dan Steein itu.Biasanya, bagaimana pun tidak sopannya sikap Karl kepada Raja Edgar, Steein tidak seperti itu. Ia tetap menaati aturan untuk menghormati orang yang kedudukannya tinggi, apalagi kepada seorang Raja. Akan tetapi, sekarang Steein tidak ada sedikit pun memperlihatkan sikap itu. Steein malah menyebut Raja Edgar dengan sebutan ‘Anda’ di akhir kalimatnya. Steein juga memberi Raja Edgar tatapan tajam.Steein bahkan sudah memiliki suasana hati yang buruk ketika baru menemuiku tadi. Aku jadi bertanya-tanya, kejadian buruk apa yan
Logika di kepalaku memperingatkanku bahwa hal yang buruk akan segera terjadi. Jadi, tubuhku yang ingin melindungi diri spontan bergerak ke samping untuk turun dari tempat tidur dan melarikan diri.Akan tetapi, begitu aku sampai di sudut tempat tidur, upayaku gagal karena Raja Edgar menangkap salah satu tanganku dan menariknya. Tubuhku pun jadi terpental dan terlentang di tengah tempat tidur.“Kamu mau menerima Steein, tapi tidak denganku?” tanya Raja Edgar dengan ekspresi geram.Aku bingung dengan pertanyaan Raja Edgar itu. Aku ingin sekali marah dan berteriak bahwa yang tadi dan sekarang adalah dua hal yang berbeda. Bagaimana mungkin menerima ciuman Steein disamakan dengan menerima hubungan badan? Akan tetapi, rasa takutku membuatku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Raja Edgar kembali melakukan aksinya, ia menahan kedua tanganku untuk mencegahku memberontak selagi mulutnya menggerayangi tubuhku. Semua itu dimulai dari ciuman. Berbeda d
“Kamu boleh pergi sekarang,” ucap Raja Edgar kepada bayangannya itu.Sebagai bukti bahwa bayangannya itu menjalankan perintah dengan baik, ia pun langsung pergi menghilang dari hadapan Raja Edgar. Karena pergerakannya terlalu cepat, Lissa bahkan tidak bisa melihat bagaimana cara bayangan itu pergi. Akan tetapi, karena jendela kamar yang ada di dekat Raja Edgar terbuka, Lissa bisa menebak bahwa bayangannya itu keluar dari sana.“Apakah tubuhmu baik-baik saja?” tanya Raja Edgar padaku.Aku ingin segera turun dari kasur dan pergi dari kamar ini dengan cepat. Bahkan, jika perlu, aku akan melompat dari jendela yang terbuka itu. Akan tetapi, tubuhku yang masih nyeri tidak bisa banyak digerakkan. Bahkan, dengan segala upaya, aku hanya berhasil untuk duduk.“Hati-hati,” ucap Raja Edgar sambil menyelipkan bantal di punggungku. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. Entah Raja Edgar melakukannya agar tubuhku tidak terasa sakit, ata
Sebenarnya aku masih menutup tubuh depanku dengan selimut, jadi bagian penting tubuhku tidak terlihat. Akan tetapi, wajah Karl sangat memerah sambil menutup wajahnya ketika mengatakan hal seperti itu, tadi. Steein juga memalingkan wajahnya dan melihat ke samping. Aku jadi merasa bersalah karena mereka seperti itu.“Maaf ... Tapi, aku tidak punya baju di sini,” ucapku dengan nada pelan.Mungkin Karl dan Steein lupa fakta bahwa aku sekarang tidak sedang berada di kamarku. Ya, di kamar Raja Edgar sama sekali tidak ada baju yang bisa aku pakai. Walaupun aku bisa memakai kemeja dan celana, namun ukuran badan Raja Edgar yang jauh lebih besar dari badanku pasti akan membuat baju dan celana itu seketika jatuh ke bawah begitu aku pakai.Jangan tanyakan tentang bajuku semalam. Karena bukan aku yang membukanya, dan setelah aku cari-cari keberadaan baju itu hari ini, aku sama sekali tidak menemukannya. Jadi, aku tidak memiliki sesuatu yang bisa dipakai untuk men
Steein menanyakan hal itu dengan sangat pelan. Ia bahkan seperti tidak sanggup untuk mengucapkan kalimat itu dari mulutnya.Aku juga seperti itu. Walaupun aku sudah bertekad untuk mengungkapkan semua, tapi jantungku tetap saja terkejut dan berdetak lebih keras ketika mendengar pertanyaan itu. Rasanya, kilasan peristiwa yang aku alami terulang kembali dalam ingatanku.Aku menahan napas dan memejamkan mata sebentar untuk membuatku tenang. Aku melihat pergelangan tanganku yang terbuka, dan di sana juga ada cap merah yang ditinggalkan Raja Edgar sebagai bukti tindakannya. Melihat hal itu, aku jadi semakin bertekad untuk menceritakan semuanya.“Benar,” jawabku.Itulah hasil dari tekadku. Rencanaku menceritakan semua, tapi hanya satu kata yang bisa terucap. Selebihnya aku hanya menggertakkan gigiku kuat-kuat untuk menahan agar air mataku tidak menetes lagi.BRAAAK!!“DASAR MANUSIA SIALAN ITU! AKU AKAN MEMBUNUHNYA!!!” teriak
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare