Home / Romansa / Dipaksa Putus Karena Perjodohan / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Dipaksa Putus Karena Perjodohan : Chapter 51 - Chapter 60

99 Chapters

Bab 51. Obat Terampuh

Pagi telah menjelang, menunjukkan sinarnya yang begitu hangat dan masih mengintip, tak menembus kaca jendela Alira yang tertutup gorden.Tepat di pukul 06:00, terlihat Alira, baru membuka matanya perlahan, merasakan hawa panas di atas perutnya yang terasa berat membangunkannya.Sebelum terdiam, dengan rasa terkejutnya, menatap Satria yang tengah tertidur pulas merangkul perutnya."Panas," gumamnya pelan, sedikit menggeser posisi tubuhnya, untuk bisa menyentuh kening suaminya yang sedang demam menatap lekat.Kembali mengingat kalimat dan permintaan Satria tadi malam, benar-benar membuatnya gugup, tak mampu mengendalikan degup jantungnya yang tak karuan. Akibat rasa takutnya yang meninggi, merasa tak siap menyerahkan diri."Aku ingin kita menjadi suami istri yang sebenarnya," "Apa maksud Mas?" "Kamu ngerti apa maksudku Ra,"Melemaskan tubuh Alira, sama sekali tak bisa membayangkan apa yang di inginkan suaminya.
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 52. Harus Terbiasa

"Obat terampuh," lirih Satria, sesaat setelah melepaskan ciumannya mengulaskan senyumnya.Sebelum terkejut, dengan sentakan tangan Alira yang terlihat begitu kesal, melepaskan pelukannya dan turun dengan begitu cepatnya menjauhinya.Hingga membuatnya terdiam, dengan sorot mata tajamnya, segera beranjak duduk dan mencekal tangan Istrinya. Yang sudah berdiri, hendak meninggalkannya keluar kamar."Kenapa? marah?" tanya Satria, dengan deru nafasnya yang memburu, akibat rasa terkejut dan juga hasratnya yang tak tersalurkan dengan sempurna.Bersitatap dengan sorot mata kesal istrinya, yang membisu menatapnya tak kalah tajam."Mas mengingkarinya lagi Mas!""Apanya?" jawab Satria balik bertanya. Berusaha keras untuk tenang tak melepaskan cekalan tangannya."Mas sendiri yang bilang satu bulan lagi bukan? kenapa sekarang seperti ini?""Apanya yang s
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 53. Tak Mampu Berkata

Semilirnya angin, terasa begitu sepoi membelai kulit, bersama dengan sinar mentari yang masih hangat, begitu bersahabat belum menunjukkan teriknya. Tepat di pukul 08.30, terlihat Alira, baru turun dari pintu mobil yang di buka oleh supir pribadi Papa Bagaskara, tepat di pelataran di depan pintu loby, membuatnya merasa tak nyaman mengedarkan pandangan. Memperhatikan tatapan heran beberapa karyawan yang mungkin saja tak mengetahui hubungannya dengan Satria. "Kenapa?" tanya Satria, sesaat setelah turun dari pintu mobil yang lainnya menghampirinya. "Nggak papa," jawabnya cepat. Berusaha menutupi rasa tak nyamannya, terlebih lagi menutupi rasa sakit dan juga nyeri di hatinya, saat memikirkan Adam, lelaki yang di cintainya namun tak di gariskan untuk hidup bersamanya. Sama sekali tak mengetahui cara untuk mengakhiri hubungan, mungkin lebih tepatnya sama sekali tak
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 54. Berakhir! Tak Ada Lagi Impian Dan Harapan

"Maaf," lirih Alira. Semakin mempercepat degup jantung Adam menatap dalam. "Maaf? untuk apa?" lirih Adam. Memejamkan dalam mata Alira, masih menundukkan kepalanya. Berusaha untuk tegar di atas kondisinya yang gemetar, berusaha untuk kuat melawan hasrat yang tak ingin kehilangan. "Tenang Ra, tenang, percaya sama Allah, percaya, percaya ini yang terbaik untuk kamu dan juga Adam," batin Alira, segera menarik nafasnya panjang, sesaat sebelum menegakkan kepalanya. Beradu pandang dengan sorot mata sendu Adam, terlihat begitu terluka kembali melemahkan ya. "Ya Allah... kenapa susah sekali?" batinnya lagi, semakin sendu dan juga pilu. Berusaha keras untuk menahan buliran bening di balik kelopak matanya yang telah berkaca-kaca, mencoba bersuara. "Aku...," Mengerutkan kening Adam, merasa begitu tak sabar, di sela rasa khawatirn
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 55. Hasrat Yang Tersembunyi

"Minum dulu," Kata Satria, mengangsurkan sebotol air mineral dingin kepada istrinya, yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi mendekatinya.Terlihat sedikit berantakan, dengan wajah basah dan juga kunciran rambut yang tak lagi rapi, hanya terdiam menerima air pemberiannya.Tanpa suara, segera menenggak dengan tak sabar, hingga menandaskan setengah botol dan tersenggal."Pelan pelan Ra," kata Satria, tak mengalihkan pandangannya, menatap bibir istrinya yang bergetar menahan tangis."Mau makan?" tawarnya, sesaat setelah Alira menandaskan dengan sempurna air pemberiannya."Nggak mau,""Yah... sayang sekali,"Mengerutkan kening Alira, menyeka air matanya yang hampir menitik.Membiarkan suaminya itu mengusap sisa air mata di pipinya, mencubit pipinya gemas."Aku sudah pesan banyak makanan untuk kamu, sebentar lagi juga datang," jawab Satria.Bersamaan deng
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 56. Ciuman Alira

Suasana mendung yang menggantung, sedikit menyembunyikan sinar mentari sore yang hendak pulang ke peraduan. Meninggalkan tempatnya menuju senja sebelum menemui gelapnya malam.Terlihat sedan hitam yang di kendarai Satria, melaju dengan begitu pelan cenderung merambat, akibat jalanan kota yang begitu macet, beberapa kali berhenti karena padatnya lalu lintas di jam pulang bekerja."Sopirnya Papa kemana Mas?" tanya Alira, yang sedang duduk di kursi depan di samping kemudi, mengalihkan pandangan suaminya."Pulang, nganterin Papa ke kafe baru teman Papa,""Mas bisa nyetir sendiri? harusnya kita tadi naik taksi saja Mas,""Bisa, buktinya ini bisa,""Nggak pusing? Mas juga belum makan,""Ya ini kan lagi cari makan, di depan sana, setelah perempatan ada restoran enak, kamu pasti suka," jawab Satria, menunjuk ke arah depan, yang terlihat begitu padat menghentikan laju mobilnya."Tapi ini m
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 57. Kemarahan Papa Bagaskara

"Maaf ya," suara serak Satria, masih terbaring di atas ranjang, mengalihkan pandangan istrinya beradu pandang. "Aku bantu Ibu masak dulu Mas, menyiapkan makan malam," jawab Alira, berusaha mengontrol suasana hatinya yang tak karuan, segera beranjak duduk tak menjawab permintaan maaf suaminya. "Rapikan dulu rambut dan baju kamu," Menganggukkan kepala Alira, segera turun dari ranjang mendekati meja rias, tak bisa melupakan jamahan Satria yang terus saja terngiang di kepalanya. Sebelum menyisir rambutnya perlahan di depan cermin meja rias, sesaat setelah merapikan bajunya, sudah mengancingkan dua kancing atasnya yang sempat dibuka oleh suaminya. "Mikirin apa?" tanya Satria, tiba-tiba saja memeluknya dari belakang menyentakkan nya. Hingga membuat tubuhnya kembali meremang, membeku seketika menghentikan sisirannya menggeleng pelan. "Terimakasi
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 58. Terbukanya Jalan Menuju Perceraian

Petir menggelegar, memecah kesunyian menambah dinginnya malam tanpa sang bintang dan juga rembulan yang bersembunyi. Terlihat mobil Satria, melaju dengan kecepatan sedang, menembus derasnya hujan berusaha untuk fokus ke depan. Sudah melewati gapura tinggi di pintu utama bertuliskan nama perumahan tempat tinggal orang tuanya, terus saja mengulum senyum di bibirnya, beberapa kali memperhatikan istrinya yang terdiam balik meliriknya. "Wah... hujan hujan begini enaknya ngapain ya Ra," suara Satria, mengedarkan pandangannya menggoda. "Minum teh hangat mungkin Mas, biar nggak kedinginan," sahut Alira. Menciptakan kekehan di bibir Satria, karena jawaban istrinya yang sama sekali tak sesuai dengan apa yang ada di pikirannya. "Habis minum teh hangat terus ngapain?" "Makan pisang goreng," "Terus?" Tak menga
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 59. Lembaran Baru

Waktu bergulir semakin malam, menyisakan tetesan air hujan yang hampir berhenti, menambah dinginnya malam yang cukup sunyi di kediaman Papa Bagaskara. Tepat di pukul 20:00, terlihat Alira, mengayunkan langkahnya gontai, baru menyelesaikan obrolannya bersama dengan Papa Bagaskara, menaiki anak tangga hendak menuju kamar suaminya di lantai dua. "Papa minta maaf atas sikap Satria, yang mungkin saja angkuh dan juga buruk sewaktu awal menikah dulu Ra," kata Papa Bagaskara, beberapa saat lalu, setelah kepergian suaminya masuk ke dalam kamar menjadi pembuka obrolannya. "Papa jangan minta maaf, saya juga salah Pa, sudah mau menerima dan menandatangani surat perjanjian," jawabnya menggeleng pelan. "Jadi bukan sepenuhnya kesalahan Mas Satria." lanjut Alira. Beradu pandang dengan sorot mata sendu Papa mertuanya yang menyiratkan luka, akibat dari rasa kecewa, mengetahui dalamnya isi dari rum
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more

Bab 60. Lembaran Baru 2

Malam semakin larut, tepat di saat jam dinding yang menggantung di kediaman Papa Bagaskara sudah akan menunjuk ke angka sepuluh. Lebih tepatnya di pukul 21:35. Terlihat Alira, baru membuka pintu kamar suaminya, sebelum menjatuhkan pandangannya, ke arah Satria yang telah memejamkan mata di atas ranjang di bawah selimut yang hanya menutupi sampai di atas lutut. Lebih memilih untuk mendekati suaminya terlebih dahulu, membenarkan posisi selimut yang di pakai Satria agar bisa menutupi sampai ke dada. Sebelum nantinya pergi ke kamar mandi, untuk mencuci wajah dan juga menggosok giginya sebelum tidur. "Pa...pakai selimutnya yang benar Mas," kata Alira terbata, merasa tersentak dengan gerakan tangan Satria yang menangkap punggung tangannya membuka mata. "Aku nggak butuh selimut," "Nanti masuk angin," "Makanya sini, tidur sini dan peluk aku, biar akunya nggak masuk an
last updateLast Updated : 2021-10-20
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status