Home / Romansa / Preman jatuh cinta / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Preman jatuh cinta: Chapter 1 - Chapter 10

38 Chapters

Calon korban yang salah

Tuuttt! Tuuttt!  Nada dering yang menyatakan panggilan tersambung. "Masuk, Cok!" kata Rendi  ke teman-temannya dengan senyum sumringah.  "Halo ini sia...," suara korban menjawab.  Rendi tidak membiarkan korbannya berbicara, dengan cepat dia memulai aktingnya, menangis histeris untuk meyakinkan korban.  "Mak...  aku kecelakaan" Suara riuh yang sengaja di buat menjadi background Rendi saat berbicara, agar terdengar meyakinkan.  "Mak ... tolong aku Mak! Mak!"  Korban terdengar gusar di seberang. 'Umpan bertemu ikan komandan' batin Rendi. Tapi, kali ini Rendi benar-benar tidak menduga jawaban korban.  "Siapa Mamak kau?" suara di seberang lantang tidak ada suara kepanikan.  Rendi kembali berusaha meyakinkan tanpa menyebutkan nama. "Aku loh, Mak! aku anak Mamak." Orang diseberang terdengar menghela nafas. "Kau, kalau mau uang,
Read more

Mencari arti rasa jatuh cinta

  Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya.  Entah imajinasi apa yang membuat pikirannya menyamakan gadis operator SPBU dengan gadis yang di teleponnya kemarin. Dia merasa ada keterkaitan atau pikirannya yang memang terlalu melanglang buana.  Dia teringat kepanikan gadis operator SPBU itu, bibir mungilnya yang terus meminta maaf, rambut panjangnya yang lurus, dan wangi parfum sederhana yang masih menempel diingatannya. Bagaimana mungkin dalam satu waktu Rendi menggilai dua wanita sekaligus. Rendi menyugar rambutnya. Dia tak pernah mengagumi seseorang segila ini.  Disini Rendi sekarang, terdampar di bentangan kasur yang empuk, sudah lama sekali dia tak menghuni rumah di jam segini. Biasanya, dia sudah keluar dari rumah sejak siang, bahkan terkadang pulang ke rumah hanya berganti pakaian saja.  Ponselnya sejak tadi berdering, siapa lagi yang sibuk meneleponnya selain Ucok. Dia hanya menatap layar ponsel
Read more

Ojek gratis

Sesuai dengan rencana di otaknya, pagi ini dia berencana pergi ke SPBU yang disebut galon di daerahnya tinggal, mengisi bahan bakar dan tentu tujuannya melihat gadis pujaannya. Saat dia ingin mengantri, ternyata gadis pujaannya tidak berada disana. Matanya celingukan mencari-cari keberadaan Mouza. Bukan Rendi namanya kalau dia tidak mendapatkan apa yang dia mau. Dihampirinya gadis yang sedang bertugas disana. "Mana perempuan semalam yang ngisi minyakku disini?" kata Rendi dengan gaya khas preman. Gadis itu bingung, perempuan mana maksud Rendi. Dia mendongakkan kepalanya kearah temannya, meminta penjelasan. Temannya pun menggeleng, mereka tidak tau siapa yang dimaksud. "Nggak tau aku siapa maksud Abang, kami baru roker shift Bang, coba abang tanya petugas Pom 3," gadis itu menunjuk teman di seberang sana. Rendi memacu kuda besinya, dia menerobos jalur khusus mobil pribadi. Siapa yang berani melarangnya
Read more

Mouza, perempuan calon korban itu

Rendi mengantar Mouza sampai ke depan pintu rumah, adik Mouza yang bernama Mona menatap heran kakaknya. "Tumben ada cowok nganterin kakakku, ganteng pulak itu, agrrhh! paling tukang bengkel, mana ada cowok mau sama perempuan cerewet kelas kakap itu" Gumam Mona. Dia tetap berdiri mengawasi mereka di balik kaca jendela. "Besok masuk pagi, kan? Minta nomor hapemu biar bisa kau ku telpon" titah Rendi. "Nggak usah, besok aku berangkat sendiri" kata Mouza ketus. "Naik apa kau paok, keretamu aja tinggal di galon"ejek Rendi sambil menonyor jidat Mouza. "Bagus-bagus kau, kepala ini," pungkas Mouza kesal sambil mengurut jidatnya yang lebar itu. "Pokoknya nggak mau aku titik! gak pake koma," tandas Mouza berlalu meninggalkan Rendi. Rendi menaikkan bahunya tanda tak peduli, yang terpenting baginya dia sudah tau alamat gadis cantik pekerja pom bensin itu.Rendi tak perduli lagi teman nongkrongnya. Saat ini kemba
Read more

Melamar kerja

Rendi mulai uring-uringan dengan dirinya sendiri. Dia merasa benar-benar bukan manusia berguna selama ini. Tak salah ucapan Mouza saat di telepon dulu, dia tak lebih baik dari seekor monyet. Dia malu mengakui dirinya sebagai laki-laki sekarang. Mouza yang wanita saja bekerja memenuhi keinginan dan kebutuhan keluarganya. Dia sejak lahir hingga berusia 24 tahun tetap bersandar pada penghasilan orang tua. Tiba-tiba timbul keinginan Rendi untuk bekerja. Meskipun dia tidak tau harus memulai dari mana. Dia membongkar lemari tempat menyimpan buku dan beberapa berkas penting dan mencari kertas yang berisi hasil nilai akhir saat dia kuliah dulu.Sejak lulus kuliah hingga dua tahun sejak itu, Rendi tak sekalipun melihat ijazah itu, dia tidak pernah tau dan tidak pernah ingin tau apa saja yang tertulis disana. Baginya lulus kuliah sesuai kemauan orang tuanya sudah cukup itupun hasil sogokan dan mengancam teman membuatkannya skiripsi. Kertas yang dicari pun keli
Read more

Cemburu

Setelah hitung-hitungan berakhir dengan kasir, Mouza dan Rini berjalan ke belakang kantor. Disana ada teras menyerupai balkon yang menghadap ke pemukiman penduduk. Lokasi Pom bensin itu lebih tinggi dari pemukiman di sekitarnya. Ada beberapa kolam ikan dan pohon, serta gunung-gunung tinggi yang terlihat jelas dari sana, pemandangan itu mampu menghibur hati saat lelah seharian bekerja. Mouza duduk menghadap ke arah bantaran rumah yang berjejer tak beraturan. Matanya memandang sayu. Sebenarnya dia tak mengerti kenapa dia harus merasa seperti ini. Toh selama ini dia hanya menjalani hukuman. Dia tak menyangka hatinya nyaman bersama Rendi. "Za, kenapa kau?" tanya Rini membuka obrolan. Mouza menarik nafas dan menghembuskan kasar, berharap perasaan aneh yang menggerogoti hatinya sedikit berkurang."Za, kenapa kau?" Rini mengulang pertanyaannya saat Mouza tak kunjung  menjawab. "Pening aku, Rin" lirih Mouza sendu."Cerita
Read more

Salah kaprah akhirnya berdarah-darah

Mouza tetap menangis, dia tidak sadar melewati rumah Pamannya. Kebetulan Paman Mouza sedang bersantai di teras dan melihat Mouza melintas sambil menangis. "kenapa Mouza" batin Paman Mouza. Dia memperhatikan seksama. Ada pemuda yang dikenalnya dengan kenakalannya sedang mengikuti keponakannya. Tanpa babibu, Paman Mouza berlari ke arah Rendi dan langsung mendaratkan bogem mentah ke wajah Rendi. Rendi yang tidak siap saat di serang terjungkal ke aspal. Ada darah segar menetes dari sudut bibir Rendi. "kimak!" umpat Rendi marah. Mouza terkejut bukan main. Dia sempat terdiam tidak tau mau berbuat apa. Lidahnya kelu saat melihat Rendi adu jotos dengan Pamannya. "Rendi! sudah!" Mouza berteriak menghentikan Rendi, tapi kepalang emosi karena diserang duluan. Rendi tetap melawan pukulan Paman Mouza, hingga memancing perhatian warga. Warga berdatangan, kini Rendi bak buruan yang siap di tangkap massa. Mouza mak
Read more

Jawaban menakjubkan

Mouza menekuk wajahnya semakin dalam. Persis seperti wajah yang sedang ditagih hutang pas bulan tua. Mungkin memilih diam adalah pilihan terbaik kali ini. Jika orang tua Rendi kelak harus tau, maka Mouza telah siap menanggung konsekuensinya. Bu Fatma yang sebenarnya penasaran dengan siapa gadis di sampingnya dan apa hubungannya dengan Rendi? Kenapa dia begitu mengkhawatirkan Rendi? Bu Fatma ingin menyerbu gadis itu dengan berbagai pertanyaan lainnya, namun ia mengurungkan niatnya untuk mencecar gadis itu. Takutnya gadis itu malah takut padanya dan pergi. Bu Fatma memutuskan meraih tubuh kurus Mouza, membawanya dalam pelukan hangatnya. Terlihat gadis berwajah tirus itu cukup lelah. Bahkan lingkar hitam membulat melingkari mata Mouza. "Terima kasih telah menolong anakku," bisik Bu Fatma lembut. Entah harus mengangguk atau bagaimana, leher Mouza mendadak kaku. Dia diam tak bergerak dalam pelukan Bu Fatma. "Tidurlah kalo cap
Read more

Ada rindu dan curiga

Kekacauan Pikiran Mouza membuat mulut dan otaknya tidak terkonek dengan Baik. Wajah Mouza persis seperti udang rebus karena menahan malu. Sesekali dia melirik ke arah Rendi yang masih tetap senyum-senyum sendiri menahan sesuatu yang menggelitik hatinya. Kalau tidak dilarang Bu Fatma, mungkin dia masih terus menertawakan jawaban Mouza. Mereka menyantap makanan di depan mereka dalam diam.Tak ada yang berani membahas tentang Mouza lagi. Mereka takut Mouza menangis kembali. Itu adalah hal paling menyebalkan. Selain susah di bujuk, juga suaranya begitu keras. Jika Mouza menangis lebih lama mungkin mereka bertiga harus mengunjungi dokter THT selanjutnya. Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 11 malam. Pak Dame memutuskan untuk pulang ke rumah dan membiarkan dua wanita itu menjaga Rendi. Sebelum pamit Pak Dame berjanji datang besok pagi dan mengantar Mouza pulang ke rumah. Beberapa hari Rendi dirawat di rumah sakit, Mouza tetap datang berk
Read more

Pelanggan aneh

"Nggak mau tau, carik!" tukas si pelanggan. "Kami hanya punya nilai uang paling kecil lima ratus rupiah, Bang! bolehkah untuk kotak amal saja?" Mouza masih sabar menanggapi pelanggannya itu dan menunjukkan kotak amal yang berada di dekat dispenser minyak. "Alah! akal-akalan kau aja itu, pande kali kau, kau kira aku nggak tau akal busukmu, itu untuk kalian 'kan? sehari ini udah berapa kali dua ratus yang kalian ambil dari pelanggan?" cecar Si Pelanggan dengan nada naik dua oktaf.Mouza mengelus dada, berharap pundi-pundi kesabarannya masih bersisa banyak. "Betulan Bang! kami memang tidak punya uang pecahan sekecil itu, kalo nggak ini aja Abang ambil" Mouza merogoh kantong celananya dan memberikan uang pecahan seribu kepada pelanggan itu. Jika dia mengambil uang dari hasil penjualan,  Mouza takut terjadi minus diperhitungan. Pak tarigan bisa mengintrogasinya sampai besok. Sepertinya pelanggan yang sebenarnya masih sangat muda dan tida
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status