Beranda / Romansa / Preman jatuh cinta / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Preman jatuh cinta: Bab 11 - Bab 20

38 Bab

Rumah Rendi

[Sok tau, kek anak dukun] dibubuhi emoticon mencebik.[loh gak tau aja aku kan anak dukun, mau aku pelet] emoticon lidah menjulur. [Pelet? emg ayam dikasih pelet]Begitulah mereka berbalas pesan hingga waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Mouza tertidur tanpa sadar. Pagi hari menyapa, cahaya nakal masuk menyelinap ke kamar Mouza tanpa permisi. Suara di luar sudah riuh. Namun Mouza enggan membuka matanya. Kebiasaan saat dia masuk shift sore. "Za! mama berangkat yah, kalau mau pergi jangan lupa gembok pintu, letakkan kunci ditempat biasa" teriakan Ibu Mouza dari depan."Em" Mouza mengerang lalu menukar posisi lalu terlelap kembali. Ibu Mouza tetap bekerja sebagai cuci gosok ke rumah-rumah tetangga jika keadaannya membaik. Ibu Mouza punya penyakit asam lambung yang kalau kambuh kadang sampai sesak bernafas. Pernah suatu ketika kumat sampai wajahnya membiru. Dulu Mouza mengira Ibunya punya masalah pada paru-paru, t
Baca selengkapnya

Pengakuan Mouza

Tak ada yang menjamin hati seseorang. Siapa yang bisa menebak jalan pikiran orang lain. Mouza masih sangat gugup. Pikiran jeleknya meracuni fungsi otaknya. "Ayo dong, sayang! ambil yang kamu mau" titah Bu Fatma. suara lembut Bu Fatma kini terdengar bagai suara penyihir yang siap mengubahnya menjadi apapun. Menjadi tikus got yang tidak berguna atau jadi kutil gajah mungkin. Mouza tak bergeming, dia takut dan rasa takutnya membuat dia menahan nafas. "Nggak ada yang kamu suka, ya? ayo bilang Ibu, kau suka makanan apa? biar Ibu masak lagi" ujar Bu Fatma masih dengan wajah yang penuh senyum."Bu-bukan begitu Bu, Ta-tapi .."Gerrrkk!Cacing Mouza sepertinya tidak bisa di ajak kompromi. Mungkin mereka sedang melakukan demo dan penyampaian orasi, menuntut hak mereka yang sedari pagi belum dipenuhi. "Hehe, maaf!" Mouza tersenyum malu. Dasar cacing nggak punya ahlak, bisa-bisanya memperlakukan tuannya seperti itu. Diusir
Baca selengkapnya

Cinta dan masa lalu

Rendi mengantar Mouza pulang dan menunggunya bersiap-siap untuk bekerja. Waktu masih cukup banyak, mengingat laju motor Rendi yang hanya memakan waktu 15 menit untuk sampai ke tempat kerja.  Mouza sudah dengan seragam merah dari SPBU. Memutuskan duduk sebentar di teras rumahnya sebelum berangkat kerja. Mereka enggan membuka suara hingga akhirnya Rendi memutuskan untuk bicara  "Za, kau 'kan udah tau aku gimana, lalu urusan perjanjian kita juga udah selesai." Rendi sengaja menjeda ucapannya.  "Em, kenapa rupanya?" Mouza tidak paham tujuan bicara Rendi.  Rendi menghela nafas berat. "Aku nggak tau harus mulai dari mana, tapi aku merasa aku membutuhkanmu lebih dari ini?" Rendi menatap jauh kedepan.  "Maksudmu?" Mouza semakin tak mengerti.  "Aku memang bukan orang baik, Za! duniaku gelap, aku nakal, aku berandalan, tapi aku menemukan cahaya hidupku saat mengenalmu." Rendi memutar posisi duduknya dan kini menghad
Baca selengkapnya

Suka Duka pekerja Pom bensin.

Manusia pemilik mata itu, ternyata menyimpan bukti itu hingga detik ini. Dia siap menghancurkan Rendi kapan pun ia mau.  Entah di mana Miska sekarang, masih hidup atau mati, Rendi tak pernah perduli.  *** Mouza berdiri menyapa pelanggan yang sedang mengisi BBM hari ini. Dia sedang bertugas di Pom jalur 1 khusus mobil pribadi. Sapa, salam, senyum harus diterapkan maksimal. Biasanya pengisi kotak pengaduan dan pelanggan yang gila hormat selalu berasa selalu harus di layani dengan maksimal ada di jalur ini. Tidak semua, tapi lumyan banyak yang begitu.  "Selamat siang! premium/solar?" Sapaan Mouza pada pelanggan yang ingin mengisi BBM di jalur itu.  Kamu bisa bayangkan pada tahun berapa tahun saat itu. Di Spbu tempat mouza bekerja hanya menyediakan dua jenis bahan bakar kala itu, Premium dan Solar saja. Sebagian dari pelanggan ada yang memang baik. Tak jarang membagi makanan yang mereka bawa. Lebih sering buah-buahan, k
Baca selengkapnya

Musuh dari masa lalu

Disaat hati mulai menjatuhkan pilihan, saat itulah hati harus memperjuangkan rasa. Rendi dengan rasa hati yang pertama kali dia alami sepanjang hidupnya. Rasa yang tidak punya alasan khusus mengapa ia nyaman. Bahkan untuk penolakan Mouza lebih dari sekedar dekat tak membuat hatinya menjadi patah. Hanya melihat senyum itu saja sudah membuat dunia Rendi damai.  Hari ini Rendi tidak bisa pulang cepat untuk menjemput Mouza. Dia sudah mengirimkan pesan sejak tadi. Hal yang selalu dia lakukan setiap saat yaitu tak pernah telat untuk memberi kabar, sekedar menyapanya dan memastikan Mouza baik-baik saja.  Disinilah Rendi hari ini. Mengantri dengan puluhan atau mungkin ratusan pelamar lainnya. Perusahaan ini termasuk perusahaan besar yang memiliki cabang hampir di seluruh pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Perekrutan karyawan besar-besaran, karena mereka baru saja membangun pabrik baru.  Mereka butuh banyak sekali karyawan. Mengisi kekoson
Baca selengkapnya

Perang dingin

Rendi semakin mempercepat langkahnya. Dia ingin memperjelas siapa yang sedang mengobrol dengan Mouza. Terus terang saja,  Rendi khawatir Mouza menyukai pria lain, secara hubungan mereka belum jadi apa-apa. Dia tak mau siapapun mendekati Mouza. Posesif? tentu saja, tidak ada satu pun manusia yang mau berbagi apalagi urusan hati. Alangkah terkejutnya dia melihat siapa yang sekarang bersama Mouza. Marko? yah Marko! Marko sedang mengobrol dengan Mouza. Bahkan dia masih memakai seragam yang tadi ia pakai di kantor. "Kimak!" Rendi mengumpat. "Apa yang diinginkan pria brengsek itu sekarang?"  Gigi Rendi gemurutuk menahan amarahnya. " Benar-benar cari perkara anak ini" Rendi meremas tangannya dengan sangat kuat hingga buku tangannya terlihat memutih. Seketika tatapan Mouza mengarah ke tempat Rendi berdiri. Mouza tersenyum girang dan melambaikan tangan ke arah Rendi. "Ren! kenapa kau berdiri disitu, sini! " Mouza mengibas
Baca selengkapnya

Rekan kerja baru

Rendi melajukan sepeda motornya meninggalkan kediaman Mouza. Pikirannya berputar-putar sekitar rencana busuk Marko. Dia benar-benar tak menyangka akibat dari kenakalannya harus berimbas pada orang yang dia sayangi. "Marko bajingan! arrggghhh! " Rendi mengerang frustasi. Ting! 1 notifikasi pesan di layar HP Rendi. [Siapkan dirimu menempuh hari esok, karena semua akan kumulai besok] pesan itu dibubuhkan tiga emotikon mencebik seperti senyum merendahkan yang khas dari pengirim pesan,  siapa lagi kalau bukan Marko. Rendi menggenggam ponselnya dengan sangat kuat. Entah kemana dia harus melepaskan kekesalannya. Ponselnya berdering kembali, tanpa melihat siapa yang memanggil Rendi mengangkat telepon itu begitu saja. [Apa lag...] ucapan Rendi menggantung saat mendengar suara wanita mengucap halo. [Kau kenapa?] Suara di seberang bingung tiba-tiba di bentak. [Maaf, aku kira tadi teman]
Baca selengkapnya

Acara makan keluarga

Kepanikan luar biasa yang dirasakan Rendi membuatnya hampir saja menyeruduk truk besar, beruntung dia tak sampai mengalami kecelakaan. Dia memacu lebih kencang sepeda motor ninjanya. Hingga waktu yang seharusnya memakan waktu 45 menit di pangkas hanya 20 menit dan hampir saja menjadi korban laka lantas. Sesampainya di lokasi tempat kerja Mouza, Rendi gegas menuju warung yang disebutkan Mouza. Dia masuk ke dalam warung yang tersusun meja dan kursi berjejer rapi. Namun, tak satu dari orang yang dicarinya berada disana. "Kemana kau, Za! lirih Rendi frustasi. Dia berinisiatif bertanya pada pemilik warung. Pasti dia kenal Mouza, karena warung ini sangat dekat dengan Pom bensin. " Wak, mau tanya, tadi Mouza kemari?" tanya Rendi sopan pada pemilik warung. "Oh, Mouza tadi ada, tapi udah pergi," jawab pemilik warung sekenanya. Rendi semakin gusar. Dia tak bisa bayangkan apa yang terjadi pada Mouza jika Marko benar-
Baca selengkapnya

Ciuman pertama

Mereka saling terdiam, sibuk dalam pikiran masing-masing. Malu, sungkan dan entah apa lagi yang mengganggu suasana hati sehingga mereka sangat canggung. Suasana makan malam riuh, ramai karena ulah Mona yang tak bisa diam. Sekejab dia bisa sangat akrab dengan Bu Fatma. Terlihat jelas sekali Bu Fatma yang begitu penyanyang sangat sabar menghadapi adik Mouza yang sangat banyak bicara. Sebenarnya Mouza juga anak yang ramai cuma tak seperti Mona yang gampang akrab dengan siapa saja. Mouza dan Rendi menikmati makan dalam diam. Mereka hanya ikut tertawa sesekali mendengar celoteh Mona. Saat tak sengaja mata mereka bersitatap, Mouza langsung menundukkan kepalanya. Dia begitu malu mengingat kejadian di atas motor barusan. Perasaan canggung tetap menyelimuti sampai waktunya mereka pulang. Di atas Motor mereka hanya diam dan menikmati terpaan angin malam membelai wajah. Rendi bingung harus dari mana memulai agar rasa canggung itu segera berakhir. Sungguh
Baca selengkapnya

Rini sahabat Marko?

Kita boleh merasa sangat kuat, tapi Tuhan punya caranya untuk menunjukkan kelemahan kita.  Rendi harus berada di Jambi selama 7 hari. Selama itu juga hatinya penuh kecemasan. Hampir tiap menit dia menanyakan kabar Mouza, baik dari rekan kerjanya Rizal, Rini termasuk Pak Tarigan kalau Mouza tak segera membalas pesannya.  Selama itu pula Marko mendekati Mouza dengan gencar. Dia akan membuat Mouza jatuh hati dan membuangnya sama seperti yang dilakukan Rendi pada Miska. Hari ini sengaja dia mampir ke tempat kerja Mouza. Seperti biasa menjadi pelanggan di Pom bensin itu. Marko mengatakan pada Mouza ingin berbicara sesuatu pada Mouza selesai kerja nanti, Mouza menyanggupinya.  Waktu pulang pun tiba, gegas Mouza menuju tempat parkir dan ingin segera menemui Marko. Bukan tentang pertemuannya dengan Marko yang penting, tapi Mouza penasaran apa yang ingin disampaikan Marko kepadanya.  Dari belakang Rini mengejar Mouza, Rendi telah berpesan p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status