Beranda / Romansa / Preman jatuh cinta / Jawaban menakjubkan

Share

Jawaban menakjubkan

Penulis: Goresan emak
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-04 19:04:21

Mouza menekuk wajahnya semakin dalam. Persis seperti wajah yang sedang ditagih hutang pas bulan tua. Mungkin memilih diam adalah pilihan terbaik kali ini. Jika orang tua Rendi kelak harus tau, maka Mouza telah siap menanggung konsekuensinya. 

Bu Fatma yang sebenarnya penasaran dengan siapa gadis di sampingnya dan apa hubungannya dengan Rendi? Kenapa dia begitu mengkhawatirkan Rendi? Bu Fatma ingin menyerbu gadis itu dengan berbagai pertanyaan lainnya, namun ia mengurungkan niatnya untuk mencecar gadis itu. Takutnya gadis itu malah takut padanya dan pergi. 

Bu Fatma memutuskan meraih tubuh kurus Mouza, membawanya dalam pelukan hangatnya. Terlihat gadis berwajah tirus itu cukup lelah. Bahkan lingkar hitam membulat melingkari mata Mouza. 

"Terima kasih telah menolong anakku," bisik Bu Fatma lembut. 

Entah harus mengangguk atau bagaimana, leher Mouza mendadak kaku. Dia diam tak bergerak dalam pelukan Bu Fatma. 

"Tidurlah kalo capek, Ibu nggak papa," kata Bu Fatma seraya mengusap rambut lurus Mouza. Bu Fatma merasa seperti memeluk anak gadis sendiri. Elusan Bu Fatma begitu nyaman, membuat Mouza yang sedari tadi lelah karena panik dan menangis terus menerus, merapatkan mata merasakan setiap sentuhan lembut jemari Bu Fatma. 

Bu Fatma yang tetap sibuk dengan pikirannya sendiri tidak tau kalau ada sepasang mata yang memperhatikan dia dan Mouza sejak tadi. 

Rendi, ya, Rendi sudah siuman sejak tadi. Namun dua wanita disampingnya tak sadar. Mereka terdiam namun saling menguatkan. Rendi merasa senang, Ibunya dan wanita idamannya duduk dengan kompak bahkan, sekarang mereka saling memeluk dan mengabaikan Rendi. 

Rendi memperhatikan wajah kusut Bu Fatma. Wajah tua itu nampak lelah, entah sudah berapa lama Rendi berbaring di tempat ini. Rendi ingin mendekatkan diri pada Bu fatma, tapi saat dia menggerakkan badannya, dia menjerit kesakitan. 

"ahh!"

Bu Fatma terkejut mendengar jeritan Rendi. Tak sengaja  dia melepas Mouza dari pelukannya hingga membuat tubuh Mouza oleng.

Gubrak! 

Mouza yang sudah hampir memasuki dunia mimpi, tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Dia jatuh ke lantai dan kursi yang di dudukinya ikut terseret dan menimpanya. Bagai pepatah yang berbunyi sudah jatuh ditimpa kursi, begitulah yang dirasakan Mouza kali ini. Oh, malang nian nasib Mouza. 

Bu Fatma dan Rendi bengong melihat Mouza yang terduduk dilantai. Dengan wajah panik Bu Fatma meraih tangan Mouza dan menolongnya berdiri.

"Aduh, maaf! maaf! Ibu nggak sengaja" kata Bu Fatma dengan wajah cemas. 

Rendi terkikik di tempat tidur. 

"Udah badannya kecil, Mamak lemparkan pula" kelakar Rendi. Bibir Mouza menyerucut seperti ikan koi. 

"Bukan sengaja Mamak, terkejut Mamak kau menjerit" ucap Bu Fatma tidak sepenuhnya hanya membela diri. Dia memang terkejut mengetahui anaknya sudah siuman. 

"Aku nggak papa kok, Bu!" kata Mouza menenangkan Bu Fatma yang terlihat tak enak hati.

Lelaki berpakaian khas Bapak-Bapak pejabat, walaupun bukan pejabat menghampiri pintu ruangan tempat Rendi di rawat. Dia yang sejak tadi menghilang pergi mencari makanan dan ke toko baju milik mereka, mengambil baju ganti buat Bu Fatma dan Si Gadis yang menangisi anaknya sejak sebelum mereka sampai di rumah sakit. 

Dia dan Bu Fatma memang baru pulang menghadiri Pesta kerabat mereka saat ada anak gadis mencari mereka dan mengajak mereka kesini. 

Pak Dame sudah berada di depan pintu dan mendengar canda tawa tiga manusia beda generasi. Hatinya pun berucap syukur, akhirnya tangis itu berubah tawa dalam seketika. 

Seperti gelap yang dihapuskan oleh cahaya mentari, begitulah hati Pak Dame melihat anaknya yang tadi terbaring tak berdaya kini tertawa lepas seperti tidak merasakan sakit apapun. Gadis yang belum dia ketahui namanya mencebik kesal ke arah anaknya yang sejak tadi menggodanya. 

Sangking asiknya mereka sampai tidak menyadari pintu terbuka. Pak Dame masuk ke dalam ruangan dan menyaksikan kebahagiaan itu dari jarak yang cukup dekat. Dia membiarkan mereka saling menggoda, mengejek satu sama lain. Senyumnya mengembang. Kehadiran Mouza seperti warna baru disana. 

"Ehhkhhem! " 

Mereka berpaling menuju sumber suara. Bu Fatma heran sejak kapan suaminya disana. 

"Kalian nyeritain Ayak 'kan?" Pak Dame bercanda. 

"Ish, sok kepedean" kata Bu Fatma seraya meraih belanjaan yang tergantung di kedua tangan Pak Dame. 

Pak Dame menghampiri Rendi. Dia mengacak rambut Rendi. 

"Tepar juga jagoan itu" ejek Pak Dame pada anaknya. 

"Namanya manusia, Yak! teparlah" jawab Rendi. Rendi Meraih tangan Pak Dame dan mencium tangan yang sudah bekerja membesarkan Rendi, menjadi tangan pertama yang selalu menolong Rendi kala dalam masalah. "Makasih Yak, udah jadi Ayak Rendi" mata Rendi berkaca-kaca. Entah kenapa dia ingin sekali mengucapkan hal itu. 

Bu Fatma terharu hingga menitikkan air mata. Hati Pak Dame juga merasakan sesuatu yang menghangat menjalar di dalam sana. 24 tahun ia dan istrinya membesarkan Rendi, baru kali ini ucapan tulus berterima kasih keluar dari mulut Rendi. 

"helleh, mentang-mentang ada cewek cantik disini sok manis kau." Pak Dame mengejek Rendi menyembunyikan keharuannya. Dia selalu berprinsip air mata adalah kelemahan. Seperti istrinya yang selalu penuh dengan air mata. Senang menangis, sedih pun menangis. 

"Eh, mana pulak" kilah Rendi malu-malu. 

Mouza yang sepertinya sungkan karena ada Bapaknya Rendi memilih jadi penonton, melihat semua keakraban keluarga ini. Mouza jadi teringat Ayahnya yang juga sama seperti Pak Dame, suka bercanda. 

'Andai Ayak masih hidup' batin Mouza. 

"Bu, buka coba belanjaan Ayak tadi, ada baju ganti buat Ibu sama... " Pak Dame menunjuk gadis di samping Bu Fatma dengan gerakan seperti ingin menanyakan nama. 

"Mouza, Yak!" Potong Rendi cepat. 

"Ohh iya, meja?" Pak Dame salah sebut. 

"Mouza, Yak!" kata Rendi sedikit kesal. 

"Monza?" Tanya Pak Dame heran. 

Rendi tertawa. Dia ingat, dia juga pernah mengeja nama Mouza salah. Lebih tepatnya di buat salah agar Mouza kesal. 

"Mo-u-za, Pak!" jawab Mouza akhirnya. 

"Oh, Mouza, ah Si Rendi ini gak betul ngasih taunya" Pak Dame berkilah. 

"Kok, aku pula?Ayak jangan suka salah-salah bilang nama orang, nanti dia ngamuk Yak, ngeri!" kata Rendi sekalian menggoda Mouza. 

Mouza melirik Rendi dengan tajam. 

"Usil kali kau, Ren!" tegur Bu Fatma sambil berlalu ke kamar mandi. 

"Masa? ngerian mana sama Mamakmu kalo ngamuk?" tanya Pak Dame ikut menggoda Mouza. 

"Dialah" tunjuk Rendi pada Mouza. " Ayak tengok aku sampek masuk rumah sakit dibuatnya" kelakar Rendi sembari tertawa.

Mouza takut kalau Rendi akan memberi tahu Ayahnya, kalau dialah penyebab Rendi dipukuli orang dan masuk rumah sakit. Dia tak punya jaminan Rendi bisa memafkanya. Kedekatan mereka selama ini hanya karena hukuman aneh dari Rendi. 

Bagaiamana kalau aku dipenjara? siapa yang akan menafkahi Ibu dan adikku? Bagaimana nanti Ibu berobat? 

Pertanyaan itu berputar-putar di kepala Mouza. Andai dia tidak bertindak konyol, semua ini takkan terjadi. Dia teringat pada wajah Ibu dan Adiknya. 'Ibu maafkan aku' lirih Mouza dalam hati. 

Pak Dame yang sejak tadi memperhatikan Mouza, terlihat bingung melihat tubuh Mouza bergetar. Ternyata Mouza menangis. Mouza menundukkan kepalanya sambil menangis. Pak Dame menyenggol Rendi yang masih tertawa menertawakan Mouza. Menunjuk ke arah Mouza yang sedang menangis, mendadak Rendi terdiam melihat buliran bening berlomba-lomba jatuh dari pipi Mouza. 

"Za! kok nangis, becandanya aku" Rendi memelas. Dia ingat bagaimana Mouza menangis di jalan tadi sore. 

"Za!" Rendi berusaha membujuk, tapi Mouza masih tetap menangis. 

Pak Dame ikutan bingung dibuat gadis itu. Satu-satunya hal paling rumit menurut Pak Dame adalah membujuk wanita sedang merajuk dan menangis. Jika boleh memilih, dia lebih memilih mengangkat beban berat seberat-beratnya dibandingkan, membujuk seorang wanita. Itu akan lebih melelahkan dan sangat menguras pikiran. 

Pintu kamar mandi terbuka, Bu Fatma keluar dan terkejut mendapati Mouza sedang menangis. Dia melotot ke arah dua lelaki yang terlihat kebingungan. 

"Kalian apakan dia, hah?"

Rendi dan Pak Dame serempak menggeleng. 

"Bukan, Ayak, Mak! Rendi itu, asik digodainnya terus" kilah Pak Dame membela diri. 

"Kok aku pula?" elak Rendi. 

"Sudah! sudah! suka kali klen memang merusuh" Bu Fatma mengomel pada dua laki-laki yang sama-sama menggaruki tengkuk yang tidak gatal. 

Bu fatma menghampiri Mouza. Dia merengkuh tubuh gadis itu dan menenangkannya dalam pelukan hangatnya. Isak Mouza terdengar hingga sesenggukan. 

"Sayang! diam Nakku diam! kenapa Mouza? kasih tau ibu!" Bu Fatma membujuk Mouza seperti anak gadiskecil kesayangannya. Dibelai rambutnya dan mengusap-usap punggu Mouza menenangkan.

Mouza bingung harus memberi tahu penyebab dia menangis. Jika Mouza memberi tahukan yang sebenarnya, berarti Mouza mempercepat hukumannya sendiri. Jika terus menangis, khawatir hal konyol terjadi lagi dan dia tidak mau menambah masalah. Lagi pula dia tidak tega membiarkan Bu Fatma yang baik itu bingung. 

"Kenapa kau, hum?" Bu Fatma mengulang pertanyaannya dengan lembut. 

"Lapar!" 

Entah kenapa mulut Mouza memutuskan untuk mengatakan hal itu. Sebenarnya dia tak sedang berbohong. Dia benar-benar lapar.  Sejak tadi siang dia belum memasukkan apapun ke dalam perutnya.

Sekeluarga itu tercengang mendengar jawaban di luar ekspentasi mereka. Pak Dame tak henti-hentinya takjub mendengar jawaban gadis di depannya. 

'Benar kata Rendi, gadis ini lebih aneh dari istrinya.' Pak Dame masih menggeleng tak percaya. Jawaban yang sangat unik. Andai ada perlombaan menebak hati, maka tebakan hati Mouza yang paling sulit di terka. 

"Lapar?" Rendi mengulangi pernyataan Mouza. 

Dua laki-laki itu tak berhenti menggelengkan kepalanya. 'Ini sangat aneh' batin Rendi. 

Bu Fatma lagi-lagi tersenyum, dia baru menyadari keunikan anak perempuan sama seperti dirinya.

"Lapar tinggal bilang, kok na ...," Rendi mencela.

"Husst!" dengan cepat Bu Fatma memotong omongan Rendi takut Mouza kembali menangis. 

Bab terkait

  • Preman jatuh cinta   Ada rindu dan curiga

    Kekacauan Pikiran Mouza membuat mulut dan otaknya tidak terkonek dengan Baik. Wajah Mouza persis seperti udang rebus karena menahan malu. Sesekali dia melirik ke arah Rendi yang masih tetap senyum-senyum sendiri menahan sesuatu yang menggelitik hatinya. Kalau tidak dilarang Bu Fatma, mungkin dia masih terus menertawakan jawaban Mouza.Mereka menyantap makanan di depan mereka dalam diam.Tak ada yang berani membahas tentang Mouza lagi. Mereka takut Mouza menangis kembali. Itu adalah hal paling menyebalkan. Selain susah di bujuk, juga suaranya begitu keras. Jika Mouza menangis lebih lama mungkin mereka bertiga harus mengunjungi dokter THT selanjutnya.Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 11 malam. Pak Dame memutuskan untuk pulang ke rumah dan membiarkan dua wanita itu menjaga Rendi. Sebelum pamit Pak Dame berjanji datang besok pagi dan mengantar Mouza pulang ke rumah.Beberapa hari Rendi dirawat di rumah sakit, Mouza tetap datang berk

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Preman jatuh cinta   Pelanggan aneh

    "Nggak mau tau, carik!" tukas si pelanggan."Kami hanya punya nilai uang paling kecil lima ratus rupiah, Bang! bolehkah untuk kotak amal saja?" Mouza masih sabar menanggapi pelanggannya itu dan menunjukkan kotak amal yang berada di dekat dispenser minyak."Alah! akal-akalan kau aja itu, pande kali kau, kau kira aku nggak tau akal busukmu, itu untuk kalian 'kan? sehari ini udah berapa kali dua ratus yang kalian ambil dari pelanggan?" cecar Si Pelanggan dengan nada naik dua oktaf.Mouza mengelus dada, berharap pundi-pundi kesabarannya masih bersisa banyak. "Betulan Bang! kami memang tidak punya uang pecahan sekecil itu, kalo nggak ini aja Abang ambil" Mouza merogoh kantong celananya dan memberikan uang pecahan seribu kepada pelanggan itu. Jika dia mengambil uang dari hasil penjualan, Mouza takut terjadi minus diperhitungan. Pak tarigan bisa mengintrogasinya sampai besok.Sepertinya pelanggan yang sebenarnya masih sangat muda dan tida

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Preman jatuh cinta   Rumah Rendi

    [Sok tau, kek anak dukun] dibubuhi emoticon mencebik.[loh gak tau aja aku kan anak dukun, mau aku pelet] emoticon lidah menjulur.[Pelet? emg ayam dikasih pelet]Begitulah mereka berbalas pesan hingga waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Mouza tertidur tanpa sadar.Pagi hari menyapa, cahaya nakal masuk menyelinap ke kamar Mouza tanpa permisi. Suara di luar sudah riuh. Namun Mouza enggan membuka matanya. Kebiasaan saat dia masuk shift sore."Za! mama berangkat yah, kalau mau pergi jangan lupa gembok pintu, letakkan kunci ditempat biasa" teriakan Ibu Mouza dari depan."Em" Mouza mengerang lalu menukar posisi lalu terlelap kembali.Ibu Mouza tetap bekerja sebagai cuci gosok ke rumah-rumah tetangga jika keadaannya membaik. Ibu Mouza punya penyakit asam lambung yang kalau kambuh kadang sampai sesak bernafas. Pernah suatu ketika kumat sampai wajahnya membiru. Dulu Mouza mengira Ibunya punya masalah pada paru-paru, t

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-09
  • Preman jatuh cinta   Pengakuan Mouza

    Tak ada yang menjamin hati seseorang. Siapa yang bisa menebak jalan pikiran orang lain. Mouza masih sangat gugup. Pikiran jeleknya meracuni fungsi otaknya."Ayo dong, sayang! ambil yang kamu mau" titah Bu Fatma. suara lembut Bu Fatma kini terdengar bagai suara penyihir yang siap mengubahnya menjadi apapun. Menjadi tikus got yang tidak berguna atau jadi kutil gajah mungkin.Mouza tak bergeming, dia takut dan rasa takutnya membuat dia menahan nafas."Nggak ada yang kamu suka, ya? ayo bilang Ibu, kau suka makanan apa? biar Ibu masak lagi" ujar Bu Fatma masih dengan wajah yang penuh senyum."Bu-bukan begitu Bu, Ta-tapi .."Gerrrkk!Cacing Mouza sepertinya tidak bisa di ajak kompromi. Mungkin mereka sedang melakukan demo dan penyampaian orasi, menuntut hak mereka yang sedari pagi belum dipenuhi."Hehe, maaf!" Mouza tersenyum malu. Dasar cacing nggak punya ahlak, bisa-bisanya memperlakukan tuannya seperti itu. Diusir

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10
  • Preman jatuh cinta   Cinta dan masa lalu

    Rendi mengantar Mouza pulang dan menunggunya bersiap-siap untuk bekerja. Waktu masih cukup banyak, mengingat laju motor Rendi yang hanya memakan waktu 15 menit untuk sampai ke tempat kerja. Mouza sudah dengan seragam merah dari SPBU. Memutuskan duduk sebentar di teras rumahnya sebelum berangkat kerja. Mereka enggan membuka suara hingga akhirnya Rendi memutuskan untuk bicara "Za, kau 'kan udah tau aku gimana, lalu urusan perjanjian kita juga udah selesai." Rendi sengaja menjeda ucapannya. "Em, kenapa rupanya?" Mouza tidak paham tujuan bicara Rendi. Rendi menghela nafas berat. "Aku nggak tau harus mulai dari mana, tapi aku merasa aku membutuhkanmu lebih dari ini?" Rendi menatap jauh kedepan. "Maksudmu?" Mouza semakin tak mengerti. "Aku memang bukan orang baik, Za! duniaku gelap, aku nakal, aku berandalan, tapi aku menemukan cahaya hidupku saat mengenalmu." Rendi memutar posisi duduknya dan kini menghad

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • Preman jatuh cinta   Suka Duka pekerja Pom bensin.

    Manusia pemilik mata itu, ternyata menyimpan bukti itu hingga detik ini. Dia siap menghancurkan Rendi kapan pun ia mau. Entah di mana Miska sekarang, masih hidup atau mati, Rendi tak pernah perduli. *** Mouza berdiri menyapa pelanggan yang sedang mengisi BBM hari ini. Dia sedang bertugas di Pom jalur 1 khusus mobil pribadi. Sapa, salam, senyum harus diterapkan maksimal. Biasanya pengisi kotak pengaduan dan pelanggan yang gila hormat selalu berasa selalu harus di layani dengan maksimal ada di jalur ini. Tidak semua, tapi lumyan banyak yang begitu. "Selamat siang! premium/solar?" Sapaan Mouza pada pelanggan yang ingin mengisi BBM di jalur itu. Kamu bisa bayangkan pada tahun berapa tahun saat itu. Di Spbu tempat mouza bekerja hanya menyediakan dua jenis bahan bakar kala itu, Premium dan Solar saja. Sebagian dari pelanggan ada yang memang baik. Tak jarang membagi makanan yang mereka bawa. Lebih sering buah-buahan, k

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-14
  • Preman jatuh cinta   Musuh dari masa lalu

    Disaat hati mulai menjatuhkan pilihan, saat itulah hati harus memperjuangkan rasa. Rendi dengan rasa hati yang pertama kali dia alami sepanjang hidupnya. Rasa yang tidak punya alasan khusus mengapa ia nyaman. Bahkan untuk penolakan Mouza lebih dari sekedar dekat tak membuat hatinya menjadi patah. Hanya melihat senyum itu saja sudah membuat dunia Rendi damai. Hari ini Rendi tidak bisa pulang cepat untuk menjemput Mouza. Dia sudah mengirimkan pesan sejak tadi. Hal yang selalu dia lakukan setiap saat yaitu tak pernah telat untuk memberi kabar, sekedar menyapanya dan memastikan Mouza baik-baik saja. Disinilah Rendi hari ini. Mengantri dengan puluhan atau mungkin ratusan pelamar lainnya. Perusahaan ini termasuk perusahaan besar yang memiliki cabang hampir di seluruh pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Perekrutan karyawan besar-besaran, karena mereka baru saja membangun pabrik baru. Mereka butuh banyak sekali karyawan. Mengisi kekoson

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Preman jatuh cinta   Perang dingin

    Rendi semakin mempercepat langkahnya. Dia ingin memperjelas siapa yang sedang mengobrol dengan Mouza. Terus terang saja, Rendi khawatir Mouza menyukai pria lain, secara hubungan mereka belum jadi apa-apa. Dia tak mau siapapun mendekati Mouza. Posesif? tentu saja, tidak ada satu pun manusia yang mau berbagi apalagi urusan hati.Alangkah terkejutnya dia melihat siapa yang sekarang bersama Mouza.Marko? yah Marko! Marko sedang mengobrol dengan Mouza. Bahkan dia masih memakai seragam yang tadi ia pakai di kantor."Kimak!" Rendi mengumpat."Apa yang diinginkan pria brengsek itu sekarang?" Gigi Rendi gemurutuk menahan amarahnya. " Benar-benar cari perkara anak ini" Rendi meremas tangannya dengan sangat kuat hingga buku tangannya terlihat memutih.Seketika tatapan Mouza mengarah ke tempat Rendi berdiri. Mouza tersenyum girang dan melambaikan tangan ke arah Rendi. "Ren! kenapa kau berdiri disitu, sini! " Mouza mengibas

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-17

Bab terbaru

  • Preman jatuh cinta   Kehancuran Rendi

    Lelaki itu terduduk lemah menyadari segalanya menyerangnya dari setiap sudut. Mouza yang menyadari lelaki yang menjadi kekasihnya itu kini tengah diambang kehancuran. Tidak mengejutkan jika lelaki itu memiliki musuh dari berbagai sisi. Masa kelam Rendi memang telah membekas dan berubah menjadi boomerang yang siap menghancurkan hidupnya. Tak ada kata terlambat untuk berbuat baik, tetapi segala jejak akan tetap membekas hingga kapanpun. Tak banyak orang yang siap dengan perubahanmu, bagi sebagian kau akan tetap buruk seperti masa lalumu. Tak perduli seberapa keras kau berusaha untuk menjadi orang baik. Usaha yang dirintis Ayah Rendi benar-benar hancur ditangan orang-orang kepercayaan ayahnya sendiri, bahkan ayah Rendi harus berulang kali mendapat perawatan intensif karena drop mendapat kabar buruk itu. Sia-sia segala pengorbanannya. Rendi memutuskan pergi dari kota itu, berharap nasib baik menghampirinya. Namun nyatanya dimana pun dia berada dosanya tetap menghantui dirinya. Bertahu

  • Preman jatuh cinta   Kehancuran

    Mouza berjingkat-jingkat meraih lobang ventilasi yang berada di atas pintu. Namun, karena tinggi badan Mouza yang cukup mini, hanya satu meter lima puluh lebih beberapa sentimeter saja. Usahanya sia-sia.Sebagai pekerja baru, meski diberi wewenang oleh Rendi untuk mengawasi gerak-gerik Sri, Mouza tak boleh sembrono. Dia juga harus tetap bermain cantik supaya mangsa masuk ke dalam perangkap lebih mudah.Di sudut ruangan toko, terdapat kursi bulat tempat meletakkan manekin atau patung yang dikenakan longdress agar tidak terjuntai ke lantai dan berdebu.Mouza benar-benar menaruh rasa curiga yang besar terhadap Sri.Dia angkat kursi tersebut lalu berencana berdiri di atasnya, tapi, sebelum benar-benar berhas

  • Preman jatuh cinta   Lelaki mencurigakan

    Pagi ini Rendi memutuskan terjun ke dunia yang telah digeluti Ayahnya sejak 30 tahun silam. Tempat ini adalah tempat yang membawa kehidupan dan martabat Pak Dame melesat tinggi, dari seorang kondektur menjadi seorang yang berkecukupan, bahkan memiliki kelas yang cukup bergengsi di kalangannya, terutama di tempat mereka tinggal. Ini kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat ini untuk menggantikan Ayahnya, sebelumnya Rendi juga pernah bahkan sering berkunjung tapi bukan untuk membantu atau sekedar mempelajari kegiatan Ayahnya, tetapi hanya untuk meminta uang. Dari depan tampak tempat ini adalah toko pakaian, di atas pintu ruko terdapat spanduk label dari toko 'Dafa Collection' begitu tulisan besar itu terpampang besar. Toko ini juga merangkap sebagai kantor utama setelah ruang kerja yang ada di rumah kediaman mereka.&

  • Preman jatuh cinta   Survey lapangan

    Mouza gegas menghampiri Rendi ke rumah, dia takut Rendi dalam masalah. Kebetulan hari ini Mona sedang berada di sekolah, jadi tidak bisa menemani Mouza. Dengan sedikit negosiasi dengan ibunya, akhirnya Mouza bisa melangkah ke rumah Rendi. "Kau ngapain nyuruh aku kemari?" Pertanyaan Mouza membuat Rendi mulai bingung mau jawab dari mana. Tentu saja dia malu mengakui ketololannya di depan gadis pujaannya itu. Melihat Rendi bengong, Mouza nyelonong masuk ke dalam rumah dan membiarkan Rendi mematung sendiri di tempat itu. "Ya, ampun, beserak kali ini, Ren!" teriak Mouza kencang. Suara melengking Mouza berhasil mengembalikan nyaw

  • Preman jatuh cinta   Mencari penyebab sakit Ayah Rendi

    Aaggrrhh!" lolongan suara Pak Dame. HPnya terjatuh dari tangannya, sedang sebelah lagi memegangi dadanya yang terasa sesak.Bu Fatma berlari menghampiri suaminya yang terjatuh dari tempat duduknya. Dengan panik Bu Fatma meraih tubuh lelaki yang sudah tampak memucat."Kau kenapa, Bang?"Nafas Pak Dame nampak tersengal, menahan sakit di area dada sebelah kanannya. Entah apa yang sudah terjadi pada Pak Dame, Bu Fatma belum tahu, dia hanya ingin membawa Pak Dame selekasnya ke rumah sakit."Tolong! siapa saja tolong aku!" jerit Bu Fatma setengah terisak.Rumah kediaman Bu Fatma yang tertutup rapat oleh pagar tinggi, menyulitkan orang di s

  • Preman jatuh cinta   Titik kehancuran di mulai

    Mona pun akhirnya kesal, dia memutuskan mengangkat telepon tersebut.[halo!]Suara yang sangat familiar di telinga Mona.[Bang Ganteng?]Jawab Mona Reflek.[hehe, iya ini aku]Mouza yang sejak tadi menjauh mendadak mendekat, saat Mona menyebut nama Abang Ganteng. Panggilan itu Mona sematkan hanya untuk Rendi."Rendi?" tanya Mouza, antusias. Mona mengangguk seraya memberikan telepon genggam itu ke tangan Mouza. Dengan tangan gemetar Mouza meraih benda pipih miliknya itu.

  • Preman jatuh cinta   Rendi kembali

    Rendi mengabaikan masalah tentang orang tuanya dulu. Urusan perut kini yang paling pertama dipenuhi agar otaknya kembali bekerja dengan baik. Dia mengobrak-abrik lemari di dapur, tampaknya tak satupun bahan makanan tersisa di sana. Benar-benar orang tuanya sudah pergi dari rumah mungkin sejak seminggu. Dari penampakan rumah yang berdebu, bisa diperkirakan begitu.Kini dia beralih ke kulkas, disana terdapat beberapa potong roti tawar dan selai coklat yang hampir tandas. Perut yang sudah tak sabar untuk diisi membuat Rendi mengabaikan tentang rasanya. Sejenak setelah selesai bersantap ria sendirian, Rendi tersadar akan kesendiriannya. 'begini jika aku akhirnya ditinggal Mama sama Ayah sendiri' batin Rendi.Kembali dilanjutkannya misi pencarian orang tuanya. Dia menuju bagasi mobil, siapa tau dia menemukan petunjuk disana. Tak lama supi

  • Preman jatuh cinta   Malaikat penolong

    Tak sia-sia usaha Rendi mengundang orang lain ke ruangan ini. Berbekal menahan sedikit lebih lama nafasnya untuk mengelabui dua wanita bodoh itu, dan si Ucok yang tidak lulus SD, akhirnya mereka mengajak kenalan mereka yang mengerti tentang perurat nadian.Saat lelaki yang mereka panggil Anto itu masuk, Rendi membiarkan dia memeriksa semua bagian tubuhnya.Nampak segala memar dan beberapa sayatan cambukan di tubuh Rendi. Anto merupakan salah satu mantri yang bertugas di puskesmas dekat dengan rumah Rendi itu, terkejut dan menatap ke tiga manusia yang berdiri kaku di belakangnya."Dia kami temukan pingsan, jadi kami bawa kemari." Tanpa ditanya, Ucok menjelaskan sendiri. Hal itu mengundang curiga di hati mantri itu.Dengan gerakan tiba-tiba, Rendi menggenggam erat tangan Anto, lelaki yang masih mengenakan seragam putih itu menatap Rendi dengan bingung. Wajah Rendi terlihat memelas meminta pertolongan Anto. Anto ragu-ragu menafsirkan sorot mata Ren

  • Preman jatuh cinta   Kembaran?

    Rendi tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Bagaimana bisa Miska mengenal Ucok? 'Tunggu, tunggu ... Miska bukannya terlihat sedang hamil saat mencari keberadaan Mouza? lalu, kenapa sekarang tampak sangat langsing?'Rendi merasa otaknya sudah kacau. Di belakangnya ada Wiwik si gadis genit. Mereka melambai-lambai ke arah Rendi, tersenyum binal dan menggoda Rendi dengan erotis."Hai, Abang ganteng, apa kabar?" ucap Wiwik sambil mencubit genit dagu Rendi.Rendi memalingkan wajahnya, menghindari sentuhan liar dari Wiwik."Kok malu-malu kau, Bang? bukannya biasanya kau langsung nerkam? hahaha!" Wiwik tampak seperti iblis betina yang sedang menggoda.Rendi beralih menatap wanita yang sama persis dengan wajah milik Miska."Kau?" tanya Rendi, ragu."Hahaha! tampaknya otak kau masih berfungsi dengan baik, yah! aku Miska."Seringainya bagaikan singa kelaparan."Tapi ...."

DMCA.com Protection Status