Home / Romansa / Fatma Boussetta / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Fatma Boussetta: Chapter 31 - Chapter 40

133 Chapters

CHAPTER 31 (Pria Iblis Itu Sudah Meninggal?)

Semenjak Omar meninggalkan dirinya di dalam kamar, Fatma mencoba mencerna setiap kejadian demi kejadian yang dia alami bersama pria itu. Pria yang entah memiliki motif apa sehingga bersikeras untuk menjadi ayah dari bayi yang ia kandung.  Namun, yang terjadi padanya saat ini adalah layaknya seperti kisah-kisah fantasi. Di mana seorang gadis malang yang bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Fatma selalu berpikir dengan rasional, bahwa tidak ada pria sempurna yang begitu saja mencintai wanita dengan serba kekurangan sepertinya. Akan tetapi tiap kali Fatma mencoba mencari setitik kebohongan di mata Omar, dia tidak menemukan apapun di sana. Dan, kisah fantasi itu benar-benar terjadi di dalam kehidupannya saat ini. Tidak, Fatma tidak bisa mengingkari bahwa dia tidak memiliki sedikitpun perasaan kepada pria itu meski dia sempat mengagumi. Di dalam kamar, Fatma kembali mengedarkan pandangan. Rasa takjub lagi-lagi membuatnya ternganga untuk ke sekian kali. Semua fasi
last updateLast Updated : 2021-09-14
Read more

CHAPTER 32 (Dua Pria Kembar yang Tampan)

Omar menatap tajam saudara kembarnya yang terlihat berantakan. Dia sempat melihat Omran  bertandang ke mansionnya beberapa waktu yang lalu. Akan tetapi, dia justru pergi begitu saja sebelum mengucapkan apapun kepada Omar. Sebelumnya, mereka sempat berkomunikasi melalui sambungan telpon. Karena itulah Omar segera menyusul Omran tanpa memberi tahu Fatma terlebih dahulu. Omar merampas gelas wine yang berada  di atas meja lalu melepaskannya hingga serpihan kaca gelas yang pecah menyebar ke permukaan lantai. "Apa hanya dengan cara ini kamu menghabiskan waktu?" ucap Omar dengan wajah lelahnya. "Apa pedulimu? Pantas saja kamu tidak mendapatkan jantung itu untukku. Rupanya kamu sedang bersenang-senang dengan wanita murahan." Omran menatap sinis saudara kembarnya, " Cih! Aku pikir kamu peduli." Suasana club malam tiba-tiba menjadi sepi. Padahal sebelumnya terdengar riuh dengan  dentuman-dentuman musik pengiring. Petugas keamanan bahkan menyuruh semua pe
last updateLast Updated : 2021-09-15
Read more

CHAPTER 33 (Ini Bayi Kita)

Denting sendok dan garpu terdengar bersahutan di dalam ruang makan. Fatma dan Omar menikmati makan malam berdua dalam hening. Sesekali Omar memandang wajah Fatma yang sedang fokus dengan apa yang dia kunyah. Pria itu merasakan ada raut yang berbeda muncul di wajah Fatma. Si kucing liarnya terlihat lebih tenang dari pada sebelumnya. "Makanan ini ... Kamu yang memasaknya?" Omar membuka percakapan setelah keduanya selesai dengan piring mereka masing-masing. Tanpa memberikan jawaban, Fatma menaikkan kedua alisnya dengan wajah datar. "Aku rasa, aku baru saja menikmati hidangan dari restauran ternama," ucap Omar dengan jujur. "Jangan berlebihan, aku hanya sedikit membantu pekerjaan Bibi Halima." Omar tersenyum kecil, wanita cantik yang membalas ucapannya itu masih saja bersikap ketus. Akan tetapi, Omar bisa memastikan jika suasana hati Fatma saat ini dalam keadaan baik. Terlihat dari raut wajahnya yang tenang. Beberapa saat setelahnya ... "F
last updateLast Updated : 2021-09-15
Read more

CHAPTER 34 (Memberi Kesempatan)

"Kamu tersenyum karenanya?" Bibi Halima membuat Fatma menghentikan lamunannya. Fatma gelagapan karena terlihat memandangi punggung Omar yang semakin menjauh. Namun , dia sudah terlambat menyembunyikan ekspresi wajahnya di hadapan wanita paruh baya itu. Ia masih teringat bagaiman sikap Omar yang acap kali mencari perhatian di hadapan Fatma seperti yang baru saja terjadi sebelumnya, "Eh ... Bibi, emm... Aku ..." "Bibi rasa Tuan Omar adalah pria yang sangat tampan dan baik, ya?" Jauh di lubuk hatinya, Fatma membenarkan perkataan Bibi Halima itu. Akan tetapi mulutnya terlalu egois untuk mengakui. Trauma di masa lalu membuat Fatma agak sulit untuk membuka hati untuk siapapun. "Aku belum mengenalnya lebih jauh, jadi aku belum bisa menyimpulkan." balas Fatma. "Masih ada waktu untuk kalian saling mengenal. Bibi dulu juga begitu." Bibi Halima menghampiri Fatma yang masih berdiri di depan pintu. Memberikan afeksi di perut Fatma yang masih datar. "Dia pasti akan
last updateLast Updated : 2021-09-16
Read more

CHAPTER 35 (Dilarang Berhubungan)

Di klinik kandungan.  Wajah Fatma berbinar saat layar monitor di hadapannya menampakkan titik hitam yang menurut dokter itu adalah janin yang dia kandung saat ini. Meskipun masih terlihat hanya sebesar kacang hijau, Fatma merasakan kebahagiaan yang begitu besar. Tuan Ridwan, pria kejam yang sudah pergi untuk selama-lamanya itu meninggalkan sesosok makhluk suci untuk menemani hidup Fatma. Seberkas senyuman terbit di wajah cantiknya. Seolah sinar yang membuat wajahnya terlihat cerah.  "Apa ada keluhan yang Anda rasakan, Nyonya?" Dokter Liona yang menangani Fatma bertanya sementara tangannya sibuk membersihkan permukaan kulit perut wanita itu dari sisa-sisa clear ultrasound gel. Fatma menggeleng. Jawaban jujur dari gesture yang ia tunjukkan. Ia tersenyum tulus. Binar kebahagiaan tergambar jelas di wajahnya kini  menjadi perhatian bagi Omar. Seolah rasa itu menular, Omar ikut mengulas senyum yang sama.  "Tidak ada keluhan. Ta
last updateLast Updated : 2021-09-16
Read more

CHAPTER 36 (Bawa Aku ke Psikiater)

Fatma merasa bersalah atas sikapnya sendiri. Dia tidak habis pikir jika akhir-akhir ini mulutnya lebih sering mengatakan kata-kata pedas terhadap Omar. Pria berhati tulus yang tidak semestinya dipelakukan demikian. Justru berkat Omar-lah Fatma masih bisa menghirup udara kebebasan hingga detik ini. Jika tidak memiliki perasaan yang sama seperti yang Omar miliki, paling tidak dia bisa bersikap baik dengan pria itu. Tidak, Fatma merasa pasti ada yang salah dengan kepribadiannya dan sungguh, dia membenci itu. Sikap yang muncul entah sejak kapan. Namun, dia menyadari perubahan emosionalnya hadir seiring waktu di mana ia berkali-kali disakiti orang-orang terdekat. Kemana hilangnya sikap lemah lembut yang selalu menjadi ciri khas Fatma? Fatma ingin melawan rasa itu. Rasa yang membuatnya selalu merasa benci melihat sosok pria. Sekian lama wanita itu merenung hingga tanpa terasa langit Paris berangsur-angsur menghitam. Dia berkali-kali keluar masuk kamar hanya untuk memeriksa
last updateLast Updated : 2021-09-17
Read more

CHAPTER 37 (Gembok Cinta)

"Anda bisa membawa istri Anda ke tempat-tempat yang indah untuk menghilangkan traumanya," ucap dokter yang menangani masalah gangguan emosional Fatma.  "Kamu dengar itu Fatma? Bagaimana jika kita mencobanya?" Tatapan sayang Omar berikan untuk wanita di sampingnya. Entah sejak kapan, rasa nyaman semakin menjadi-jadi dirasakan oleh Fatma terhadap perhatian yang diberikan oleh Omar.  Dia mengangguk, membiarkan Omar menggenggam tangannya ke luar ruang konsultasi. Tidak ada penolakan lagi, tidak ada kata-kata ketus lagi. Sepertinya wanita itu berhasil untuk mengontrol dirinya sendiri. Karena dia tahu sikapnya selama ini salah, meskipun Omar selalu mendapatkan sikap buruk darinya selalu memaklumi dan tetap bersabar. Setelah membelah jalanan sejak kepulangan mereka dari klinik konsultasi, Omar membawa Fatma ke Jembatan Les Pont des Art, tempat di mana setiap pasangan kekasih biasanya datang untuk menautkan gembok cinta ke sisi pagar jembatan. Namun, sayangnya, saa
last updateLast Updated : 2021-09-18
Read more

CHAPTER 38 (Memasangkan Dasi Adalah Tugas Wajibmu)

Malam telah mendekap bumi sepenuhnya. Kembali ke mansion adalah sebuah pilihan yang masuk akal, terlebih lagi Fatma sudah tidak memungkinkan untuk dibawa ke tempat lain sementara dirinya sudah tertidur lelap.  Omar memperhatikan wajah Fatma yang terlelap di kursi penumpang. Bola mata besarnya menonjol, terkesan seperti sedang mengintip di balik kelopak mata yang sedikit terbuka, dan dipagari rambut-rambut halus yang tumbuh melengkung di sana. Omar terkekeh mengingat bagaimana wanita itu berada di atas gendongannya tadi. Entah sadar atau tidak, Fatma menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Omar sambil mengeratkan pelukan di leher pria itu. Namun dengan mata yang terpejam dan napas tenang seperti itu, Omar yakin jika reaksi tubuh Fatma menunjukkan insting semata. Omar menyibak rambut Fatma yang terserak hampir menutupi setengah wajahnya. Memandangi sejenak wanita yang akan menjadi istrinya itu. Satu-satunya wanita yang pernah hadir di dalam hidupnya. Atau ... mungkin menja
last updateLast Updated : 2021-09-19
Read more

CHAPTER 39 (Sentuhan Sabrina)

Sejak dua minggu pekerjaan di Perusahaan Ahbity Group sedikit terbengkalai karena salah satu petingginya disibukkan dengan urusan pribadi. Ya, sudah dua minggu berlalu Omar berusaha menemukan pendonor jantung untuk saudara kembarnya, Omran. Kini tiba saatnya ia harus kembali fokus dengan kemajuan perusahaan, meskipun pada kenyataannya pikiran Omar masih saja mengkhawatirkan nasib Omran di masa mendatang. Namun kehadiran Fatma seolah menjadi penyejuk di saat-saat suasana hatinya tidak nyaman. Sebagai seorang pimpinan, Omar terkenal dengan sikap ramah terhadap semua karyawannya. Meski mereka berasal dari jabatan terendah sekalipun. Beda halnya dengan Omran, yang terkenal dengan sebutan pria berwajah datar di kalangan karyawan-karyawan yang gemar bergosip. Pria itu bahkan sangat jarang terlihat mengurusi perusahaan. Seperti hari ini, Omar tak sekalipun menemukan kehadiran saudara kembarnya di dalam ruang rapat direksi. Padahal, di saat seperti itu semestinya Omran hadir bagaima
last updateLast Updated : 2021-09-20
Read more

CHAPTER 40 (Sayang, Dengarkan Aku!)

"F-fatma ... jangan salah paham. A-aku ..." Omar berusaha meraih tangan Fatma, namun Fatma menolak dengan mengibaskan tangannya. "Makan siangmu, aku sangaja membuatkannya. Ah, ya... Aku baru tahu kamu sudah punya makan siang yang lebih nikmat." Fatma menunjuk papper bag yang sempat ditinggalkan Sabrina di atas meja.  Namun, matanya justru menelisik dada Omar yang terekspos dan sangat terlihat jelas terdapat sisa kecupan kemerahan yang sempat ditinggalkan Sabrina di sana. Entah apa maksud dari kata 'nikmat' yang Fatma ucapkan. Mungkin saja itu adalah sebuah sindiran untuk Omar, jika dia mengerti. Senyum miring  dia tunjukkan kepada Omar, "Sebaiknya aku pulang sekarang." "Fatma!" Omar ingin meluruskan kesalah pahaman yang baru saja terjadi, akan tetapi tenggorokannya terasa kering dan lidahnya terasa kaku. Tidak ada reaksi yang ditunjukkan Fatma seperti wanita-wanita kebanyakan. Wanita yang biasanya marah atau mengamuk setelah menyaks
last updateLast Updated : 2021-09-20
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status