Home / Fantasi / Selubung Memori / Chapter 311 - Chapter 320

All Chapters of Selubung Memori: Chapter 311 - Chapter 320

596 Chapters

310. TITIK SINGGAH #1

Gerha Lavi terkunci.Gerhaku kosong.Aku menyusuri jalur penghubung asrama dan padang rumput, menemukan markas baru tim penyerang selesai sepenuhnya. Markas baru itu dikelilingi pagar marmer dan gerbang kecil. Pintu masuknya berupa tangga kecil ke bawah, sehingga markas kami ada di bawah permukaan tanah. Pekarangan masih kosong. Tidak ada pernak-pernik hiasan dari Lavi, tetapi panji pesta olahraga kami dengan gagah telah berkibar dikibaskan angin. Di sekitar markas hanya ada hutan pinus. Ada jalan kecil menembus sisi bangunan ke belakang. Dari pekarangan depan, sudah terasa nuansa danau yang tertutup barisan pohon. Jalan setapak itu tembus ke bibir danau.Markas ini lebih mirip rumah singgah. Rumah yang cocok sebagai tempat peristirahatan setelah misi. Hawanya sejuk. Nuansanya hangat. Sinar matahari tak terlalu tertahan oleh dahan-dahan pohon, tetapi juga tidak cukup terik. Kelembapan pohon pinus membuat segaris cahaya matahari lebih banyak terlihat. Kalau dilih
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more

311. TITIK SINGGAH #2

Ternyata sudah ada bangku khusus untuk kami di Rapat Dewan.Seperti biasa, Kara menyambut ceria. “Selamat datang di Rapat Dewan. Ada banyak yang harus dibicarakan. Kalian bisa duduk di kursi yang kosong.”Susunan Rapat Dewan mirip seperti terakhir kali—Lavi duduk di sebelahku, dan kami berada di hadapan para dewan dalam susunan setengah lingkaran tempat duduk. Aku tidak ingin memikirkan apa yang terjadi semalam, jadi aku hanya tiba di Pendopo, mendapati semua Kapten melihat kedatangan kami, lalu Kara segera menyambut, meminta kami duduk.Aku duduk di sisi Lavi. Lavi melihatku. Cukup lama. Jadi, aku menoleh.Dari semua sapaan yang bisa kupikirkan, Lavi lebih dulu menyapa di dalam benakku. [“Selamat pagi. Kau kelihatan banyak pikiran.”]  Akhirnya aku juga menjawab dengan apa yang langsung terlintas. Ironisnya, hal pertama yang terlintas justru permintaan maaf karena tiba-tiba tidak bisa dia temukan. Tampak
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

312. TITIK SINGGAH #3

“Aku tidak masalah beda regu dengan Forlan,” kata Lavi, “tapi itu artinya harus ada kemampuan komunikasi sejenis di sisa regu.”“Aku bisa mengatasi itu,” cetus Nadir. “Aku bisa mengirim pesan melalui hewan. Mengingat itu juga bisa dilakukan Forlan sebagai pelindung alam, kami bisa bertukar informasi. Forlan, temui aku nanti. Kita pilih hewan perantara untukmu. Kita bisa bertukar informasi dengan itu.”“Baiklah,” kataku.“Berarti tim pertama kurang satu orang,” kata Jesse, mencatatnya. “Tim dua satu orang. Tim tiga satu orang. Kalian,” kata Jesse, ke sisa tim penyerang. “Bagi.”Dalton, Reila, Elton saling berpandangan. Tampaknya Elton tahu dia harus satu tim dengan siapa. Matanya sudah mulai menatap incarannya.“Kurasa tim yang punya potensi terbesar diserang tim pertama,” cetus Reila. “Jumlah manusianya paling banyak. Monster pasti bisa
last updateLast Updated : 2023-05-21
Read more

313. TITIK SINGGAH #4

Reila mulai menguap berulang kali.Aku tahu dia memang tidak bisa berdiam terlalu lama dalam situasi serius.Meski tidak ada yang menentang keberangkatanku, Haswin memulai topik perdebatan lagi. “Bagaimana kalau regu dua juga ditemani dewan? Kara?”“Kara harus di garis pertahanan,” tolak Jenderal, langsung.“Garis pertahanan sekarang punya tim bertahan dan banyak penghuni yang siap mengangkat senjata,” timpal Haswin. “Kita punya basis pertahanan lebih kuat. Ada banyak menara pertahanan, senjata juga sudah diperkuat, bahkan daya tempur sekarang seribu kali lebih baik. Kurasa penghuni tidak lagi bertempur sebagai tim. Aku mengerti kekhawatiran dewan di garis belakang ketika Kara pergi, tapi posisi regu dua lebih bagus jika Kara berangkat bersama Forlan dan Reila.”“Aku lumayan setuju,” komentar Isha.“Aku keberatan,” usul Nadir. “Aku setuju daya tempur pertahanan kit
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more

314. TITIK SINGGAH #5

Persoalan itu selesai dengan cepat. Obrolan penting dengan Reila di Gerha hanya saat dia bilang, “Kalau kau tanya aku mengizinkanmu membuat pelindung atau tidak, aku pasti mengizinkanmu. Bukan maksudku tidak peduli, tapi aku tidak perlu bilang kondisi apa saja yang membolehkan seorang pemilik kemampuan roh membuat pelindung, kan? Kurasa pemilik kemampuan roh juga punya aturan moral masing-masing terkait sisa umur mereka. Jangan salah. Aku peduli soal umurmu. Aku peduli, tapi tidak mau mengekang. Masalah utama menciptakan pelindung, adalah ganjarannya. Aku yakin Bibi Merla juga menentang keras. Jadi, kalau kau tanya restu setiap orang, mustahil mereka tidak menolak. Aku tidak mau melihatmu tersiksa lagi, itu sudah lebih dari cukup menjadi alasan menolak pelindung. Tapi saat waktunya tiba, ini bukan lagi persoalan izinku, pasti persoalannya antara hidup dan mati. Kalau harus memilih hidup atau mati, aku pasti pilih hidup—dan kalau satu-satunya cara bisa tetap hidup hanya d
last updateLast Updated : 2023-05-25
Read more

315. TITIK SINGGAH #6

Aku baru teringat lagi tentang Fin—peri merah—yang mengikutiku.Ketika aku hampir berbincang dengan Fin—karena aku bisa merasakan aura keberadaannya di sekitarku—tiba-tiba Fal melompat muncul begitu saja di beranda halaman belakang. “IH!” pekik Fal. “Burung besar!”Sejujurnya aku jantungan seolah hampir ketahuan melakukan hal janggal, tetapi aku bisa merespons sangat baik. “Namanya Falcon.”“Falcon besar!”“Fal sekarang sudah wangi,” kataku. “Tadi waktu main sepeda bau.”“Jahat!” Fal mencubit lenganku, tidak sakit, tetapi aku pura-pura sakit.Tadi—selepas aku memilih burung perantara di Nadir—membuat Falcon bertengger di belakang gerha—Fal menemukanku di jalur penghubung. Dia naik sepeda, lalu berseru, “Fal harus temani Forlan latihan sambil main sepeda!”“Fal menyuruhku latihan?” tanyak
last updateLast Updated : 2023-05-27
Read more

316. TITIK SINGGAH #7

Aku baru berdiri di pagarnya, tetapi Lavi keluar, bersedekap di depan pintu.Saat itu matahari sudah hampir terbenam, jadi suasananya hampir gelap. Dia tidak tersenyum menyambut seperti yang biasa dilakukan—hanya berdiri, rasanya ada aura tajam dari caranya bersedekap. Dia menatapku dengan nuansa lurus. Dia seperti tidak mau bicara. Tampaknya menungguku bicara, tetapi aku hanya terdiam, tidak tahu harus mengatakan apa, dan kikuk. Aku ingin tertawa, tetapi tidak paham harus tertawa karena apa. Rasanya... hanya ingin tertawa.Kami diam di posisi itu hampir dua menit.Itu memecah rekor waktu terlama kami saling terdiam, melebihi ketika kami menikmati momen di danau kano.“Ng,” kataku, akhirnya bicara, “kau sudah tahu?”“Besok misi,” ucapnya, “masih sempat jail? Aku sungguhan kaget.”“M-Maaf.”“Mau sampai kapan kau berdiri di sana?”“Eh, iya.”
last updateLast Updated : 2023-05-29
Read more

317. LOKASI IDENTITAS #1

Lavi menunjukkan bingkai yang ingin dia pajang di markas.“Ini,” katanya, menunjuk foto dengan bingkai besar.Sejujurnya aku membayangkan foto yang ingin dia pajang itu foto seluruh tim penyerang. Namun, itu foto kami—hanya aku bersamanya. Aku ingat momen saat foto itu diambil. Kami sudah berpacaran. Aku berniat ikut mengambil buah di perkebunan Padang Anushka—aku bahkan sudah memakai satu set pakaian kebun mulai dari caping sampai celemek kulit. Namun, Lavi tiba-tiba memaksa agar aku ikut berkuda. Karena aku lebih ingin memetik buah, dan Lavi tidak terhentikan, aku memakaikan caping ke kepala Lavi, lalu merangkul bahunya ke kebun. Di foto itu, momen yang terambil adalah saat aku merangkul pundak Lavi dengan tawa lebar dan sorakan penuh semangat, sementara Lavi membenarkan caping di kepalanya. Satu tanganku merangkul Lavi, satu tanganku lagi memegang keranjang buah. Lavi cemberut, tetapi tidak terlihat keberatan. Itu salah satu foto yang diambil
last updateLast Updated : 2023-05-31
Read more

318. LOKASI IDENTITAS #2

Itu pertama kali aku bermimpi aneh ketika terlelap di gerha Lavi.Kali ini aku ingat sepenuhnya apa yang terjadi sebelum bermimpi. Bahkan di awal penglihatan ini tampaknya ada bagian dalam diriku yang sadar, sehingga aku sadar kalau tengah bermimpi. Aku tak yakin Fin punya kuasa memperlihatkan sesuatu—meskipun itu juga bukan hal mustahil.Hal pertama yang kulihat, adalah air terjun.Sejujurnya ada begitu banyak air terjun yang kulihat selama hidupku. Ketika di pondok bersama Aza dan Nenek, mereka selalu punya ide menyeretku ke setiap air terjun di semua sudut gunung. Terkadang itu air terjun yang punya muara begitu besar—yang juga punya ruang untuk berenang. Terkadang air terjun yang begitu curam ke bawah jurang—kami biasanya berhenti di suatu tebing yang tidak terlalu mengerikan. Biasanya air terjun seperti itu hanya dikunjungi olehku dan Aza di sela lari gunung. Terkadang kami juga mengunjungi air terjun yang begitu indah hingga memunculkan p
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more

319. LOKASI IDENTITAS #3

Aku terbangun dengan cara paling normal di awal pagi.Mataku terbuka perlahan, samar-samar segera mendapati mata seseorang. Hal pertama yang kulihat, adalah bercak merah kecil di matanya. Lalu pandanganku semakin jelas, mendapati senyum kecilnya merekah. Ketika mataku tak lagi melihat hal buram kecuali senyum murni, suaraku juga kembali cerah.“Selamat pagi.”“Selamat pagi,” sapa senyum Lavi. “Di luar masih gelap.”“Hm-mm.”“Nyenyak sekali tidurmu. Semalam tidak tidur?”“Hm. Ya.”Mimpi itu masih terekam jelas dalam kepalaku. Namun, yang paling kuingat justru tentang perempuan itu. Benarkah itu Lavi?“Lavi, kau suka air terjun?” tanyaku.“Aku suka pemandangan alam yang bagus. Kenapa?”“Tadi aku mimpi kau duduk di air terjun. Katanya aku rekanmu yang paling bisa kau percaya. Tapi kau mengusirku karena itu mimpimu.&r
last updateLast Updated : 2023-06-04
Read more
PREV
1
...
3031323334
...
60
DMCA.com Protection Status