Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 318. LOKASI IDENTITAS #2

Share

318. LOKASI IDENTITAS #2

last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-02 13:00:09

Itu pertama kali aku bermimpi aneh ketika terlelap di gerha Lavi.

Kali ini aku ingat sepenuhnya apa yang terjadi sebelum bermimpi. Bahkan di awal penglihatan ini tampaknya ada bagian dalam diriku yang sadar, sehingga aku sadar kalau tengah bermimpi. Aku tak yakin Fin punya kuasa memperlihatkan sesuatu—meskipun itu juga bukan hal mustahil.

Hal pertama yang kulihat, adalah air terjun.

Sejujurnya ada begitu banyak air terjun yang kulihat selama hidupku. Ketika di pondok bersama Aza dan Nenek, mereka selalu punya ide menyeretku ke setiap air terjun di semua sudut gunung. Terkadang itu air terjun yang punya muara begitu besar—yang juga punya ruang untuk berenang. Terkadang air terjun yang begitu curam ke bawah jurang—kami biasanya berhenti di suatu tebing yang tidak terlalu mengerikan. Biasanya air terjun seperti itu hanya dikunjungi olehku dan Aza di sela lari gunung. Terkadang kami juga mengunjungi air terjun yang begitu indah hingga memunculkan p

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   319. LOKASI IDENTITAS #3

    Aku terbangun dengan cara paling normal di awal pagi.Mataku terbuka perlahan, samar-samar segera mendapati mata seseorang. Hal pertama yang kulihat, adalah bercak merah kecil di matanya. Lalu pandanganku semakin jelas, mendapati senyum kecilnya merekah. Ketika mataku tak lagi melihat hal buram kecuali senyum murni, suaraku juga kembali cerah.“Selamat pagi.”“Selamat pagi,” sapa senyum Lavi. “Di luar masih gelap.”“Hm-mm.”“Nyenyak sekali tidurmu. Semalam tidak tidur?”“Hm. Ya.”Mimpi itu masih terekam jelas dalam kepalaku. Namun, yang paling kuingat justru tentang perempuan itu. Benarkah itu Lavi?“Lavi, kau suka air terjun?” tanyaku.“Aku suka pemandangan alam yang bagus. Kenapa?”“Tadi aku mimpi kau duduk di air terjun. Katanya aku rekanmu yang paling bisa kau percaya. Tapi kau mengusirku karena itu mimpimu.&r

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-04
  • Selubung Memori   320. LOKASI IDENTITAS #4

    Matahari baru terbit, kubilang pada Lavi. “Mau jalan-jalan pagi, tidak?”“Danau kano?”“Terserah. Aku cuma mau jalan-jalan denganmu. Mau?”Lavi mau. Tanpa harus kuajak, sebenarnya Lavi juga akan keluar. Ini waktu rutinnya untuk lari pagi, dan sebenarnya aku tidak bermaksud menahannya latihan, tetapi dia bilang, “Masa-masa sebelum misi ini lumayan krusial. Melihat apa yang terjadi belakangan ini, saat aku meninggalkanmu beberapa jam saja, kau bisa tiba-tiba mengalami hal yang membuatmu syok. Lebih baik aku menemanimu.”“Aku tidak serapuh itu sampai harus dijaga,” kataku.Hanya saja, sebenarnya ini bukan pertama kalinya kami jalan-jalan pagi. Terakhir kami mengambil momen di pagi buta, adalah saat aku kembali dari Pulau Pendiri, menceritakan hal penting di tepi danau kano. Rasanya sudah berlalu lama.“Pagi ini dingin, ya,” kata Lavi, saat keluar pagar, menggosok telapaknya

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Selubung Memori   321. GUBUK HUTAN #1

    Satu jam sebelum keberangkatan misi, kami berkumpul di markas.Perintah Lavi sederhana. “Misi hanya enam jam. Sekarang jam dua siang, misi berakhir jam sembilan malam. Malam nanti, aku harus lihat wajah kalian di sini lagi. Tanpa terkecuali. Kawal kandidat baru, jaga area, tetap komunikasi. Kalau ada yang aneh, langsung hubungi tiap tim. Mengerti?”Tidak ada bantahan. Kami mengangguk.Aku juga sempat berbincang dengan Dalton dan Reila tentang pergerakan kami di alam liar. Pembicaraan itu juga didengar Jesse. Kami di padang rumput—Jesse bilang, inti utama misi ada di tim kami.“Kalian menjaga area tengah. Tim pertama mungkin mengawal mereka dari awal sampai akhir, tapi kalau memang ada potensi serangan, yang paling pertama tahu itu tim kalian. Tidak ada komunikasi ke Padang Anushka. Jadi, kuharap tidak ada hal aneh terjadi. Ingat, ini bukan misi patroli. Ini misi pengawalan. Selama yang kalian kawal berhasil melewati pos, misi kalia

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-08
  • Selubung Memori   322. GUBUK HUTAN #2

    Medan awal yang kami temukan, adalah puing-puing.Benar-benar membangkitkan banyak kenangan.Aku tidak yakin itu puing-puing kota. Setelah 500 tahun peradaban, cukup mustahil masih ada bekas-bekas peninggalan manusia yang bertahan—meski ada begitu banyak bekas bangunan tersebar. Vegetasi sudah menguasai alam. Lumut di mana-mana. Hanya saja, bekas bangunan masih tersisa.“Memang benar,” gumam Reila, memandang sekitar. “Bukan puing-puing yang sama seperti dulu. Kupikir kita bakal bertemu jembatan itu lagi.”Reila berjalan di dekatku, mengiringi langkah kaki yang sebenarnya cukup cepat dibanding jalan normal. Setelah—entah berapa kilometer berlari—kini kami agak mulai memelankan laju. Dalton berjalan agak ke depan. Tidak ada apa-apa di sekitar kami. Hanya puing-puing dan aspal retak berlapis lumut dan sulur, jadi kami bisa lihat Dalton secara jelas. Pohon-pohon liar tumbuh di sekitar, tetapi tak terlalu banyak hingga

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-10
  • Selubung Memori   323. GUBUK HUTAN #3

    Misi semakin sinting. Tanda-tanda kekacauan terus bermunculan.Kami sampai di pos hutan kurang lebih dua jam setelah keberangkatan.Penentuan posisi pasti pos ditetapkan Jesse melalui citra gelombang dalam alat dan jarak ideal antar pos ke Padang Anushka. Kalau berpikir pos hutan akan ada di daerah yang—setidaknya layak ditempati—harapan itu tentunya idiot. Kami harus berhenti di kedalaman hutan paling lembap, yang permukaan tanahnya cukup berlumpur, dengan kondisi topografi yang tidak beraturan, dan tidak ada jalur yang terlihat, kecuali semak-semak keterlaluan panjang yang menutupi rawa. Jadi, satu-satunya yang bisa kami lakukan untuk berjaga di pos, adalah duduk di dahan pohon. Dan kami harus selektif mencari pohon, karena ngengat di mana-mana—dan meski kami sudah memakai satu set pengusir nyamuk dari Isha, bunyi ngengat hutan ini masih cukup mengganggu. Ranting pohon yang dipilih harus nyaman untuk berjaga empat jam, yang setidaknya mampu menahan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12
  • Selubung Memori   324. GUBUK HUTAN #4

    Dalton akhirnya juga ikut melihat.Fin berhasil memberitahu posisi pasti, tetapi dia tidak bisa mendekat lebih jauh, yang itu artinya, dia tidak bisa melihat bagian dalam gubuk.[“Ada penghalang energi.”]“Penghalang roh?”[“Batu kristal. Bisa mengambil banyak energi.”]“Berarti kau tidak bisa memastikan ada manusia di sana?”[“Itu permintaanmu?”]“Ya. Tolong cari manusia di sekitar.”Dalton menatapku dengan frekuensi intens ketika aku bicara sendiri. Reila tidak terlalu peduli, hanya terus mengamati layar.“Kau bicara dengan roh alam?” tanya Dalton, akhirnya.“Ya.”“Kau memang penyihir.”Gubuk itu sekilas seperti rumah bambu sederhana layaknya gudang kecil. Tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Sepertinya bisa memuat lima orang dewasa di satu ruangan. T

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14
  • Selubung Memori   325. GUBUK HUTAN #5

    Waktu semakin menipis, tetapi kami tidak mampu bergerak.Kami harus menjaga napas sedemikian rupa, mengurangi gerakan sekecil apa pun—karena gubuk ini kecil, dan mereka berempat, secara teknis, berkumpul di dalam gubuk. Kami hampir tidak ada jarak. Suara sekecil apa pun bisa mengubah situasi sangat cepat. Ketenangan benar-benar diperlukan.Mereka berempat. Dua orang dewasa. Dua pemuda.Satu orang dewasa kelihatan kekar, seperti sudah melewati rintangan kelas neraka. Sorotnya tajam. Dia sempat melihat tepat ke mataku seolah bisa melihatku dan—meski dia bukan pemilik kemampuan—aku merasa seperti diperhatikan. Aku tahu dia hanya melihat dinding di belakangku, tetapi rasanya dia melihatku.Satu orang dewasa lagi kelihatan seperti pemimpin. Dia juga lumayan kekar meski tidak sekekar orang dewasa satunya. Dia cukup tinggi—yang paling tinggi di antara empat orang ini, dan dia punya pengalaman alam liar paling kuat di antara yang lain&mdas

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • Selubung Memori   326. GUBUK HUTAN #6

    Ada keheningan sesaat ketika ide itu keluar.Namun, akhirnya Dalton menggeleng.“Aku menolak,” kata Dalton. “Kalau kita pakai kemampuanmu, itu artinya kita mengamankan gubuk ini agar sewaktu-waktu bisa kembali kemari—itu yang kau bilang. Dan kau yang bilang juga—kita tidak tahu siapa mereka. Kemungkinan bukan musuh—itu berisiko. Kalau kita kembali membawa empat orang ini, dan kita ambil misi lain untuk ke tempat ini, paling tidak butuh waktu. Titik akan berpindah lagi. Tidak tahu seberapa jauh. Dan mungkin saja saat itu musuh sudah mengetahui tempat ini telah diambil alih dan bersiap di sini untuk menyergap personil misi yang berangkat. Meski pelindungmu menghilangkan wujud, mereka masih bisa berjaga di sekitar. Aku tahu baru saja menganggap mereka bagian musuh. Tapi bagaimana kalau benar? Kemungkinan terburuknya, mereka memang musuh. Jadi, kita susun rencana cepat dengan asumsi mereka memang musuh.”Gagasan itu benar. S

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18

Bab terbaru

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status