Home / Pernikahan / Mari Selingkuh / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Mari Selingkuh: Chapter 41 - Chapter 50

105 Chapters

Pengungkapan

“Cinta yang paling menyakitkan adalah mencintai orang yang banyak dicintai oleh orang lain, ditambah orang itu sangat ramah pada semua orang dan … dia juga sudah memiliki orang lain di dalam hatinya.” Margaret mendesah berat, mengatakan kalimat tadi dengan begitu lirih. Dadanya terasa sesak. “Kalau begini namanya, sudah jatuh, ketimban tangga, sekalian dengan rumah-rumahnya, kan?” simpulnya sambil tertawa hambar. Jadi, rencana Margaret hanyalah sebuah rencana sederhana. Ia ingin agar mereka bertiga bertemu dan saling mengungkapkan perasaan mereka masing-masing. Tentu Juan akan mengatakan kalau dia mencintai Ranesha, tapi akan lain halnya dengan Margaret dan Lily, bukan? “Entah ini akan berjalan lancar atau bagaiamana, aku hanya ingin melepaskan apa yang aku rasakan di dalam sini saja. Mungkin akan terasa lebih ringan nantinya setelah diungkapkan,” cicit Margaret yang seolah teng
Read more

Maafkan Kami, Ran

Tubuh Ranesha ambruk, tangan kurusnya mencengkram seprai tempat tidur di samping kuat. Kepala gadis ini mulai dipenuhi ingatan-ingatan pada masa lalu yang tertinggal, atau lebih tepatnya telah dihapuskan. "Sa-sakit ... maaf ...," racau Ranesha tidak karuan. Dadanya terasa hancur seolah diremukkan dengan himpitan timah yang meleleh. Mata dengan iris hazelnut indah itu kini memerah, semakin panas seolah cairan yang keluar dari dua bola di sana adalah darah berapi. "Tidak ... maaf ... sungguh, maafkan aku. Aku yang jahat ... a-aku yang ... aku yang pembunuh!" jeritnya sambil memegangi kepala, meremas dan memukulnya secara brutal. Ranesha tidak berhenti meneriakkan kalau dirinya adalah seorang pembunuh dan dia meminta maaf akan hal tersebut. Serangan-serangan potongan adegan singkat dari masa lalu menghantam memori otak dan memukul telak jiwa yang sudah retak. Ranesha tidak akan kuat, beban ini terlalu berat. 
Read more

Anak Perempuan dan Ayahnya

Matahari memang belum menunjukkan sosok gagah perkasanya yang bersinar terang benderang, akan tetapi Ranesha tahu bahwa hari telah berganti hanya dengan mengamati angka-angka menyebalkan dari detakkan jarum milik jam. "Pukul empat," lirihnya terdengar sangat serak. Air mata Ranesha sudah kering, tidak tersisa setitik pun lagi untuk dijatuhkan. Tubuhnya terkulai lemas, seluruh tenaganya terkuras habis. "Memang menangis itu sangat merepotkan," keluhnya hampir tidak kedengaran. Ranesha mengusap wajah yang masih basah, sepasang mata dengan iris hazelnut itu sudah sangat bengkak. Bahkan ia cukup kesulitan untuk melihat. "Hei." Ranesha menoleh ke samping, ada figur foto keluarga yang sudah ia taruh di atas nakas. Foto ini berbeda, di sana ada sosok Caspian di antara Helena, Damian, dan juga Ranesha. Setelah membuat kamar berantakan seperti kapal pecah, gadis ini tak sengaja menemukan foto tersebut. Tersembunyi dengan sangat ap
Read more

I'm Not Her

Aura ruangan terasa semakin berat, menjadi sejalan dengan dinginnya perilaku sang ayah terhadap Ranesha. Padahal tubuh gadis di sana memanas, seakan terbakar dan menjadi bara api yang dapat melahap siapa saja. Mata Ranesha sudah berkaca-kaca, ia yang tidak ingin kembali menangis segera memilih untuk ke luar dari kamar sang ayah. Sangat enggan untuk memperpanjang masalah. Bahkan Ranesha sampai menabrak Allen, tapi tak peduli dan tetap melanjutkan langkah kaki dengan sengit, penuh gejolak emosi. Si kepala pelayan tampak terkesiap, ia hampir saja kehilangan keseimbangan diri dan terjungkal ke belakang dengan memalukan, tapi untungnya tidak. “Semoga hari Anda menyenangkan ... Nona Muda,” sapa Allen samar, hanya sebagai formalitas karena Ranesha yang sudah jauh di sana tidak akan mungkin mampu untuk mendengar suaranya. “Sepertinya aku harus menanyakan perihal kebenaran rekaman itu pada Lily nanti—ah, d
Read more

Mencari Celah (WARNING! 21+)

Andai bisa mengerti cara berbicara dengan hati sendiri, maka niscaya Hail akan menanyakan langsung pada salah satu organ penting di dalam tubuhnya itu perihal perasaan. “Meriel ….,” gumam Hail yang sempat termenung di depan mesin pembuat kopi otomatis. Bukan, pria ini tidak sedang tenggelam ke dalam nestapa karena tidak bisa berhubungan dengani istrinya selama satu bulan. Ia hanya kembali merasa kebingungan. “Benar. Kenapa aku bisa baik-baik saja tanpamu?” heran Hail yang tidak bisa mengerti tentang perasaannya sendiri. Memang sudah tidak sekali dua kali dia berpikiran begini. Namun, dia tidak pernah menemukan jawaban pasti. “Apa karena Ranesha?” Hail menekan tombol yang akan menuangkan kopi cair ke dalam gelasnya. “Atau karena aku tahu bahwa Meriel akan kembali padaku juga saat akhirnya nanti?” gumam pria yang telah jatuh dalam dilemanya sendiri. 
Read more

Ketemu!

Sebuah ketukan membuat aktifitas panas di dalam ruangan dengan AC itu harus terhenti. Kedua insan yang tadinya asik bercumbu kini lekas-lekas memperbaiki diri. Gelagapan membersihkan apa yang perlu dibersihkan. “Ck! Siapa lagi, sih?” kesal Hail dengan wajah suntuk dan napas terburu. Panik? Tentu. Atasan mana yang ingin dilihat bawahannya tengah bercumbu? Apalagi posisi Hail sudah memiliki istri dan orang yang tengah bersemesraan dengannya adalah wanita lain … sekretarisnya sendiri. Skandal sebesar ini bisa meruntuhkan nama perusahaan sampai ke inti bumi jatuhnya. “Ke belakang saja, biar aku yang buka,” pesan Hail, mengusap singkat pipi hangat Ranesha lalu melangkah ke arah pintu. Hanya diperlakukan seperti tadi saja wajah Ranesha sudah kembali memanas, semburat merah menghiasi sepasang pipi tirusnya. Andai saja orang di balik pintu tadi tidak mengganggu, maka mungkin saja mereka sekarang su
Read more

Rencana Balas Dendam

"Demi apa ...."Lihatlah wajah gadis yang sudah membuang moralnya jauh-jauh ke luat ini. Sekarang keadaan Ranesha sangat mengenaskan. Blouse kerja yang ia kenakan sudah tidak serapi saat baru disetrika. Kemeja putih miliknya juga sangat kusut, bahkan ada beberapa kancing yang sudah sekarat—hampir terlepas. “Kacau sekali.” Ranesha jadi langsung teringat akan bayangan keganasan Hail saat mencumbunya. Hail sangat baik dalam berciuman dan dengan tangan kekar yang terasa dingin itu Hail mengelus— “Heh!” Ranesha memekik, panik sendiri. “Sekarang pikiranku juga ikut kotor! Apa ini yang para lacur dan pelakor di luar sana rasakan saat bercumbu dengan suami orang?” gumamnya berusaha mencari serpihan moralitas yang telah kandas. “Pergilah setan-setan! Jangan goda aku lagi!” usir Ranesha mengibaskan tangan ke udara. “Wahai otakku … berhentilah memutar a
Read more

Tidak Peka

Ranesha tidak pernah tahu kalau Hail memiliki sisi menyeramkan seperti ini. Maksud Ranesha adalah … lihat seringaian yang tidak kunjung hilang dari wajah sang atasan saat ini. Jika menamjamkan telinga, maka Ranesha bisa mendengar senandung kematian dari bibir Hail. “Pak,” panggilnya pelan, sepeninggal dua lelaki di sana tadi. “Hm? Kenapa?” Hail menyahut tanpan menoleh, masih sibuk membenahi barang-barang di atas meja kerjanya. “Saya tidak pernah tahu Anda sangat membenci Zale? Atau … karena dia sudah mencoba meretas dan menghapus data perusahaan waktu itu, ya?”  Entah kenapa Ranesha jadi sangat penasaran. Hail yang dia kenal adalah sosok pria berhati malaikat—em, mungkin. “Bukankah sudah jelas?” Meletakkan benda-benda penting ke laci, Hail berjalan mendekati sekretaris cantiknya ini. Menyibak helaian rambut Ranesha ke telinga pe
Read more

Berhak Bahagia

Katanya kalau badan terlalu leah lalu dipacu juga dengan pikiran yang membuat depresi, maka otak bisa menciptakan sebuah halusinasi. Masalahnya si empu tubuh mungkin saja tidak sadar pada kondisi badan sendiri. Seperti Ranesha yang sekarang, dia tengah melihat sebuah bayangan kematian yang mengerikan. “Jangan!” pekik Ranesha yang melihat Hail dan Arin yang berjalan ke arah jurang. Namun, pada kenyataan yang ada dua orang itu hanya sedang ingin jalan-jalan ke taman. Teriakan Ranehsa berhasil menarik perhatian termasuk Hail dan juga Arin. Keduanya menoleh keheranan pada sosok Ranesha yang menangis dengan tangan seolah ingin menggapai mereka. “Kak Ran kenapa?” Arin menatap Ranesha horor, tangan mungilnya mencengkram kecil ujung lengan jas milik Hail. Tercengang bengang, Hail tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bergeming sambil memandangi sosok mengenaskan Ranesa. Nyatanya mas
Read more

Keputusan Berpisah

“You’re an apple of my eye. Tidak ada orang lain apalagi Juan. Saya sudah bilang hanya akan mencintai satu orang dan setia pada satu orang saja dan itu adalah Anda. Not another man, but you.” Kalimat yang Ranesha lontarkan membuat isi kepala Hail dipenuhi bunga-bunga bermekaran, perut pria ini juga terasa sesak oleh kupu-kupu yang berterbangan. Bagaimana bisa Ranesha mengungkapkan isi hatinya sebegitu mudah? Sedangkan Hail saja sampai sekarang tidak pernah benar-benar menyatakan cintanya secara gamblang. You driving me crazy, Ran. Kepala Hail memiring guna meresapi sentuhan Ranesha di pipinya. Ia sudah seperti kucing jalanan yang haus akan kasih sayang. Hail otomatis mulai berpikir serakah, ia sangat ingin agar raga dan jiwa dari sentuhan ini hanya menjadi miliknya seorang. “Ran.” Hail menggeser telapak tangan Ranesha dari sisi wajah bergerak k
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status