“Cinta yang paling menyakitkan adalah mencintai orang yang banyak dicintai oleh orang lain, ditambah orang itu sangat ramah pada semua orang dan … dia juga sudah memiliki orang lain di dalam hatinya.” Margaret mendesah berat, mengatakan kalimat tadi dengan begitu lirih. Dadanya terasa sesak.
“Kalau begini namanya, sudah jatuh, ketimban tangga, sekalian dengan rumah-rumahnya, kan?” simpulnya sambil tertawa hambar.
Jadi, rencana Margaret hanyalah sebuah rencana sederhana. Ia ingin agar mereka bertiga bertemu dan saling mengungkapkan perasaan mereka masing-masing. Tentu Juan akan mengatakan kalau dia mencintai Ranesha, tapi akan lain halnya dengan Margaret dan Lily, bukan?
“Entah ini akan berjalan lancar atau bagaiamana, aku hanya ingin melepaskan apa yang aku rasakan di dalam sini saja. Mungkin akan terasa lebih ringan nantinya setelah diungkapkan,” cicit Margaret yang seolah teng
Tubuh Ranesha ambruk, tangan kurusnya mencengkram seprai tempat tidur di samping kuat. Kepala gadis ini mulai dipenuhi ingatan-ingatan pada masa lalu yang tertinggal, atau lebih tepatnya telah dihapuskan."Sa-sakit ... maaf ...," racau Ranesha tidak karuan. Dadanya terasa hancur seolah diremukkan dengan himpitan timah yang meleleh. Mata dengan iris hazelnut indah itu kini memerah, semakin panas seolah cairan yang keluar dari dua bola di sana adalah darah berapi."Tidak ... maaf ... sungguh, maafkan aku. Aku yang jahat ... a-aku yang ... aku yang pembunuh!" jeritnya sambil memegangi kepala, meremas dan memukulnya secara brutal. Ranesha tidak berhenti meneriakkan kalau dirinya adalah seorang pembunuh dan dia meminta maaf akan hal tersebut.Serangan-serangan potongan adegan singkat dari masa lalu menghantam memori otak dan memukul telak jiwa yang sudah retak. Ranesha tidak akan kuat, beban ini terlalu berat.
Matahari memang belum menunjukkan sosok gagah perkasanya yang bersinar terang benderang, akan tetapi Ranesha tahu bahwa hari telah berganti hanya dengan mengamati angka-angka menyebalkan dari detakkan jarum milik jam."Pukul empat," lirihnya terdengar sangat serak. Air mata Ranesha sudah kering, tidak tersisa setitik pun lagi untuk dijatuhkan. Tubuhnya terkulai lemas, seluruh tenaganya terkuras habis."Memang menangis itu sangat merepotkan," keluhnya hampir tidak kedengaran. Ranesha mengusap wajah yang masih basah, sepasang mata dengan iris hazelnut itu sudah sangat bengkak. Bahkan ia cukup kesulitan untuk melihat."Hei." Ranesha menoleh ke samping, ada figur foto keluarga yang sudah ia taruh di atas nakas. Foto ini berbeda, di sana ada sosok Caspian di antara Helena, Damian, dan juga Ranesha. Setelah membuat kamar berantakan seperti kapal pecah, gadis ini tak sengaja menemukan foto tersebut. Tersembunyi dengan sangat ap
Aura ruangan terasa semakin berat, menjadi sejalan dengan dinginnya perilaku sang ayah terhadap Ranesha. Padahal tubuh gadis di sana memanas, seakan terbakar dan menjadi bara api yang dapat melahap siapa saja.Mata Ranesha sudah berkaca-kaca, ia yang tidak ingin kembali menangis segera memilih untuk ke luar dari kamar sang ayah. Sangat enggan untuk memperpanjang masalah. Bahkan Ranesha sampai menabrak Allen, tapi tak peduli dan tetap melanjutkan langkah kaki dengan sengit, penuh gejolak emosi.Si kepala pelayan tampak terkesiap, ia hampir saja kehilangan keseimbangan diri dan terjungkal ke belakang dengan memalukan, tapi untungnya tidak. “Semoga hari Anda menyenangkan ... Nona Muda,” sapa Allen samar, hanya sebagai formalitas karena Ranesha yang sudah jauh di sana tidak akan mungkin mampu untuk mendengar suaranya.“Sepertinya aku harus menanyakan perihal kebenaran rekaman itu pada Lily nanti—ah, d
Andai bisa mengerti cara berbicara dengan hati sendiri, maka niscaya Hail akan menanyakan langsung pada salah satu organ penting di dalam tubuhnya itu perihal perasaan.“Meriel ….,” gumam Hail yang sempat termenung di depan mesin pembuat kopi otomatis. Bukan, pria ini tidak sedang tenggelam ke dalam nestapa karena tidak bisa berhubungan dengani istrinya selama satu bulan. Ia hanya kembali merasa kebingungan.“Benar. Kenapa aku bisa baik-baik saja tanpamu?” heran Hail yang tidak bisa mengerti tentang perasaannya sendiri. Memang sudah tidak sekali dua kali dia berpikiran begini. Namun, dia tidak pernah menemukan jawaban pasti.“Apa karena Ranesha?” Hail menekan tombol yang akan menuangkan kopi cair ke dalam gelasnya. “Atau karena aku tahu bahwa Meriel akan kembali padaku juga saat akhirnya nanti?” gumam pria yang telah jatuh dalam dilemanya sendiri.
Sebuah ketukan membuat aktifitas panas di dalam ruangan dengan AC itu harus terhenti. Kedua insan yang tadinya asik bercumbu kini lekas-lekas memperbaiki diri. Gelagapan membersihkan apa yang perlu dibersihkan.“Ck! Siapa lagi, sih?” kesal Hail dengan wajah suntuk dan napas terburu. Panik? Tentu. Atasan mana yang ingin dilihat bawahannya tengah bercumbu? Apalagi posisi Hail sudah memiliki istri dan orang yang tengah bersemesraan dengannya adalah wanita lain … sekretarisnya sendiri.Skandal sebesar ini bisa meruntuhkan nama perusahaan sampai ke inti bumi jatuhnya. “Ke belakang saja, biar aku yang buka,” pesan Hail, mengusap singkat pipi hangat Ranesha lalu melangkah ke arah pintu.Hanya diperlakukan seperti tadi saja wajah Ranesha sudah kembali memanas, semburat merah menghiasi sepasang pipi tirusnya. Andai saja orang di balik pintu tadi tidak mengganggu, maka mungkin saja mereka sekarang su
"Demi apa ...."Lihatlah wajah gadis yang sudah membuang moralnya jauh-jauh ke luat ini. Sekarang keadaan Ranesha sangat mengenaskan. Blouse kerja yang ia kenakan sudah tidak serapi saat baru disetrika. Kemeja putih miliknya juga sangat kusut, bahkan ada beberapa kancing yang sudah sekarat—hampir terlepas.“Kacau sekali.” Ranesha jadi langsung teringat akan bayangan keganasan Hail saat mencumbunya. Hail sangat baik dalam berciuman dan dengan tangan kekar yang terasa dingin itu Hail mengelus—“Heh!” Ranesha memekik, panik sendiri. “Sekarang pikiranku juga ikut kotor! Apa ini yang para lacur dan pelakor di luar sana rasakan saat bercumbu dengan suami orang?” gumamnya berusaha mencari serpihan moralitas yang telah kandas.“Pergilah setan-setan! Jangan goda aku lagi!” usir Ranesha mengibaskan tangan ke udara. “Wahai otakku … berhentilah memutar a
Ranesha tidak pernah tahu kalau Hail memiliki sisi menyeramkan seperti ini. Maksud Ranesha adalah … lihat seringaian yang tidak kunjung hilang dari wajah sang atasan saat ini. Jika menamjamkan telinga, maka Ranesha bisa mendengar senandung kematian dari bibir Hail.“Pak,” panggilnya pelan, sepeninggal dua lelaki di sana tadi.“Hm? Kenapa?” Hail menyahut tanpan menoleh, masih sibuk membenahi barang-barang di atas meja kerjanya.“Saya tidak pernah tahu Anda sangat membenci Zale? Atau … karena dia sudah mencoba meretas dan menghapus data perusahaan waktu itu, ya?” Entah kenapa Ranesha jadi sangat penasaran. Hail yang dia kenal adalah sosok pria berhati malaikat—em, mungkin.“Bukankah sudah jelas?” Meletakkan benda-benda penting ke laci, Hail berjalan mendekati sekretaris cantiknya ini. Menyibak helaian rambut Ranesha ke telinga pe
Katanya kalau badan terlalu leah lalu dipacu juga dengan pikiran yang membuat depresi, maka otak bisa menciptakan sebuah halusinasi. Masalahnya si empu tubuh mungkin saja tidak sadar pada kondisi badan sendiri. Seperti Ranesha yang sekarang, dia tengah melihat sebuah bayangan kematian yang mengerikan.“Jangan!” pekik Ranesha yang melihat Hail dan Arin yang berjalan ke arah jurang. Namun, pada kenyataan yang ada dua orang itu hanya sedang ingin jalan-jalan ke taman.Teriakan Ranehsa berhasil menarik perhatian termasuk Hail dan juga Arin. Keduanya menoleh keheranan pada sosok Ranesha yang menangis dengan tangan seolah ingin menggapai mereka.“Kak Ran kenapa?” Arin menatap Ranesha horor, tangan mungilnya mencengkram kecil ujung lengan jas milik Hail.Tercengang bengang, Hail tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bergeming sambil memandangi sosok mengenaskan Ranesa. Nyatanya mas
Satu bulan telah berlalu sejak hari itu. Meriel sendiri telah kembali tinggal bersama ayahnya yang adalah seorang diktator. Secara sembunyi-sembunyi, Ranesha mendengar obrolan antara Caspian dengan kepala pelayan. Ternyata Caspian masih menyimpan dendam dengan Meriel. Wajar sekali sih, pria paruh baya itu hampir saja kehilangan satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki di dunia ini—Ranesha. Walau bagaimanapun, Caspian ingin memastikan bahwa orang itu—Meriel—mendapat ganjaran yang lebih mengerikan dari pada penjara. Benar. Ranesha tahu sendiri bahwa bagi Meriel, kembali tinggal di rumah ayahnya yang bagaikan psikopat itu adalah hukuman paling berat di muka bumi ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Meriel saat ini sedang merasa lebih buruk dari pada di neraka. “Apa aku sangat buruk karena senang dengan hal itu?” Ranesha bergumam. Saat ini rambut Ranesha sudah lebih panjang, mata hazelnut indahnya menatap pe
“Aku berjanji,” lanjut Hail lagi semakin menunduk dalam. “A-aku berjanji kalau ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir.”“T-tunggu dulu, Pak. Apa maksudnya Anda ini sekarang—"“Ran … kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus segala kesalahan yang telah aku perbuat pada hidupmu.” Hail menyela kalimat Ranesha yang belum rampung. Pria dengan tampilan yang amat berantakan ini masih terus berceloteh dengan mengabaikan pendapat lawan bicaranya sendiri—sebuah kebiasaan buruk yang tak patut untuk ditiru.“Pak, saya—”“Aku akan pergi dari negara ini setelah segala urusan di perusahaan aku selesaikan. Jadi kau tenang saja. Cukup diam di sini dan beristirahatlah sebanyak mungkin. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Biar aku yang urus semuanya.”“Tapi saya—”&
Buruk. Ranesha bahkan hampir tidak bisa mengenali penampilan Hail saat ini. Sungguh, ketika baru saja ia selesai diperiksa oleh dokter, mengobrol ringan bersama dengan sang ayah, Ranesha hampir saja terkena serangan jantung tadi saat Hail tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini dengan sedikit gebrakan yang cukup mengejutkan.Dan kini, Caspian setelah menantap pria itu dengan intimidasi mengancam, pergi meninggalkan Hail dan Ranesha sendirian. Ini cukup mengejutkan karena Ranesha tahu bahwa Caspian dari dulu membenci sosok Hail—entah karena alasan apa.“Ran, aku ….” Hail masih menunduk, tidak sanggup menatap kondisi mengenaskan Ranesha. Padahal saat ini malah Ranesha yang tengah memandanginya dengan tatapan kasihan. Penampilan Hail sungguh berantakan, tidak terurus. Wajah tampannya terlihat kusam, dengan kumis danjenggot yang tidak dirapikan. Rambut legam Hail juga tampak kusut. Apalagi bajunya, apa Hail tidak meminta or
“Meriel aku ….” Hail memejamkan mata, lalu memjiat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, berusaha untuk tidak berlaku kasar pada seseorang yang dulu pernah ia cintai setengah mati ini.“A-Aku mohon Hail! Jangan seperti ini … j-jangan lakukan ini! Aku minta maaf! Aku sangat menyesal, j-jadi tolong hentikan semua ini Hail! Jangan menyiksaku ... aku mohon padamu dengan sangat-sangat!” Meriel masih bersimpuh di kaki Hail, menangis sampai meraung-raung. Memohon seperti orang yang tidak memiliki harga diri lagi.Hail menengadah, mendengkus kasar, Ia sangat tidak sudi untuk menyentuh Meriel barang seujung jari pun. Memang benar kata orang dulu, kalau perbedaan antara benci dan cinta itu setipis benang saja. Hari ini kau bisa sangat membenci dia, tapi besok kau bisa saja sangat menggilainya. Begitu pula sebaliknya. Hari ini mungkin dia adalah duniamu, dia adalah segalanya bagimu, tapi besok … bisa saja
Runtuh. Hancur tanpa sisa kepingan lagi. Tiada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan Caspian saat ini. Ketika Ranesha, harta satu-satunya yang ia miliki di dunia ini, dikabarkan kembali mengalami kecelakaan. Apalagi ini bukanlah kecelakaan biasa. Setelah diusut oleh tim keamanan pribadinya, Caspian menemukan fakta bahwa Ranesha telah diserang.“Lalai … Ayah lagi-lagi gagal dalam menjagamu.” Caspian masih menangis sambil memeluk erat tangan Ranesha, menciumnya sesekali, meletakkan tangan kurus itu di keningnya dalam perasaan kalut bercampur haru.“Ibu dan adikmu pasti saat ini sedang mengutuk Ayah. Kau juga harus melakukannya.” Caspian masih mengoceh di sela isak tangis. “Tolong siksa Ayah dengan hal lain Ran. Kau boleh membenci Ayah. Kau juga boleh memukul Ayah. Kau boleh melakukan apa pun, tapi tolong ….” Kedua tangan Caspian yang meremas lembut jari-jari putri tercintanya ini.
Langit malam bertiup kencang melewati seonggok tubuh kecil, yang kini tengah melayang setelah terpeleset dari atap gedung dengan lima belas lantai.“Ah … perasaan dejavu,” ungkap gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Julia. Benar. Sosok asli dari Ranesha yang seharusnya terjebak di dalam dunia webtoon. Lantas, kenapa di bisa berada di sini? Dia jelas pernah mengalami ini. Sebuah peristiwa nahas yang membuat jiwanya berpindah menjadi tokoh sampingan dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel.“Padahal aku sebagai Ranesha habis mengalami kecelakaan,” gumam si gadis berbadan mungil yang memakai jaket nan tipis tersebut. Ia ingat bagaimana mobil Ranesha terguling dan dirinya tengah sekarat saat itu. Sekarang dia berada di sini dengan sangat membingungkan. Tubuhnya yang jatuh dari atap gedung tinggi serasa melmbat. Seolah-olah gravitasi bumi tengah menolak dirinya.Mata bulat si gadis menatap
“APA?” Hail beranjak tiba-tiba sampai membuat Meriel yang hampir terlelap sambil memeluk lengannya terjungkal kaget.Namun, bukannya protes. Secara diam-diam wanita itu malah tersenyum seolah senang. Benar. Meriel kurang lebih tahu apa yang Hail dengar dari suara di seberang benda pipih tersebut. Rencananya sudah berhasil. Shade telah melenyapkan Ranesha. Ini sangat sempurna. Sekarang tidak ada lagi yang menganggu kesenangan Meriel. Sekarang, Meriel hanya perlu—“Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kumohon kali ini saja Meriel, aku harus memeriksa keadaan Ranesha. D-Dia … sedang dalam keadaan kritis karena kecelakaan.”Apa? Ternyata benar. Hail bisa kehilangan kendali jika mengenai Ranesha. Meriel mulai kesal sekarang. Padahal dulu saat Hail masih menggilainya, Hail tetap berpikir dengan logika. Tidak urang-uringan seperti ini. Ah, sangat tidak adil. Apa istimewanya seorang Ranesha di
Ranesha sudah menumpahkan segala keluh kesah gundah gulananya pada sang ayah waktu itu. Tentu saja Caspian sempat mengamuk dan hendak menyerang langsung ke rumah Hail. Namun, Ranesha tidak mengingankan hal tersebut. Ia mati-matian menahan Caspian dengan air mata yang berderai.Caspian memang luluh dan kembali tenang. Hanya saja, Ranesha tidak dapat menghentikan niat ayahnya itu yang ingin menarik semua investasi kepada Delmara Company. Karena alasan Caspian menjabat sebagai salah seorang investor tertinggi di sana hanya demi Ranesha. Kalau putri semata wayangnya itu sudah tidak bekerja dengan Delmara Company lagi, maka Caspian tidak memiliki alasan untuk membantu perusahaan tersebut.Meski hasil yang ia dapat dari saham yang Caspian miliki di Delmara Company cukup besar. Sang ayah sudah tidak peduli lagi. Baginya, kebahagiaan si putri kecil lebih utama dari pada harta. Caspian tidak ingin memiliki hubungan dengan orang yang sudah menyakiti R
“Ada yang ingin kau bicarakan, Meriel? Harusnya kau istirahat saja. Apa kau sudah lupa yang dokter katakan waktu itu? Janinmu—maksudku, anak kita … dia masih dalam kondisi yang tidak stabil. Kau sebagai ibunya harus banyak-banyak istirahat.” Hail berceramah panjang kali lebar, sambil mengambilkan segelas air putih, memberikannya pada Meriel, lalu duduk di samping sang istri.Bahaya. Hail bahkan tidak bisa merasakan apa pun lagi terhadap Meriel. Debaran jatuh cinta atau pun gairah yang menggelora, semuanya sudah tidak ada Hail rasakan lagi selain pada Ranesha. Ini sangat menyiksa. Ia harus terjebak tinggal dengan bersama orang yang dulu pernah Hail cinta. Perihal kecantikan Meriel yang dulu sangat ia kagumi pun telah sirna. Berganti dengan rasa rindu yang sangat berat pada Ranesha.“Anak kita sedang rindu ingin melihat wajah ayahnya.” Meriel bergeser untuk lebih mendekat, lalu memeluk lengan Hail yang suda